Liam sangatlah sibuk dengan pekerjaannya, di karenakan rencana pernikahannya yang mendadak dengan Naraya.
Sangat sulit untuk mencapai kata sepakat dengan Amira, karena dia bersikeras mempertahankan apa yang sudah dia rencanakan.
Sampai pada akhirnya mereka sampai pada keputusan bahwa pernikahan hanya akan di hadiri oleh keluarga inti dan tidak mengundang rekan bisnis manapun apalagi media.
Di permukaan, hal ini terlihat menguntungkan Liam karena tidak akan ada yang berubah dalam kehidupan sosial dan bisnisnya dikarenakan tidak ada orang luar yang mengetahui status Liam yang telah berubah, selain itu tidak akan ada banyak mata yang menyoroti kekurangan fisik istrinya nanti.
Biar bagaimanapun juga, apabila berita mengenai pernikahan Liam Prihadi mengudara, akan banyak sorot lampu yang terarah pada Naraya dan latar belakangnya.
Hal ini tentu akan menimbulkan konflik dan keributan yang tidak perlu, yang hanya akan menambah kepenatan Liam dan menambah daftar masalah yang harus dia selesaikan.
Namun, di balik itu, sebetulnya hal ini dapat menjadi boomerang bagi Liam, karena Amira dapat menggunakan rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga inti tersebut untuk menyerang dan mengancam Liam suatu hari nanti.
Liam yakin, Amira akan menggunakan rahasia ini untuk membalas dirinya, oleh karena itu ia lebih setuju apabila hal ini diketahui di awal dan membuat pesta pernikahan mewah selayaknya pesta yang sesuai untuk keluarga Prihadi.
Namun kakek dan ayahnya keberatan akan keputusan Liam tersebut, sementara nenek Asha jatuh sakit karena tidak kuat dengan prahara ini.
Nenek Asha hanya mengingatkan Liam kalau pernikahan sebisa mungkin hanya akan terjadi satu kali seumur hidup dan apabila Liam sudah memutuskan untuk menikahi Naraya, Liam harus bertanggung jawab pada gadis tersebut.
Pada saat itu Liam mengiyakan kata- kata nenek Asha, namun dia tahu, dia harus mengingkari permintaannya.
Tidak mungkin Liam menghabiskan sisa hidupnya dengan mengurus perempuan buta seperti Naraya, sementara dia bisa mendapatkan wanita sempurna manapun yang dia mau.
Oleh karena itu, pada hari ini, setelah tertunda hingga seminggu lamanya, Liam meluangkan waktunya yang berharga untuk mendiskusikan sesuatu dengan Naraya.
Lebih tepatnya membuat keputusan yang dapat menjamin masa depan mereka nantinya.
Liam ingin segala sesuatunya berada dalam kendalinya, dia tidak menyukai hal- hal yang mengejutkan dan tidak terencana.
Sementara itu, depan rumah Naraya.
Raka, assistant pribadi Liam tengah menekan bel rumah yang berukuran tidak terlalu besar berwarna coklat di hadapannya.
Setelah dua kali menekan bel pintu sambil menunggu di gerbang yang tidak terlalu tinggi dan cenderung sudah lapuk, seorang perempuan setengah baya datang menghampiri Raka sambil mengelap tangannya ke bagian depan bajunya.
"Iya? Ada yang bisa di bantu?" Tanya perempuan setengah baya tersebut.
"Saya Raka, assistant pribadi Pak Liam Prihadi, boleh saya bertemu dengan Nona Naraya?" Tanya Raka dengan sopan.
Mbak Minah telah mendengar cerita Naraya sebelumnya mengenai keluarga Prihadi dan Liam, calon suaminya nantinya, oleh karena itu saat Raka menyebutkan bahwa dia adalah utusan Liam Prihadi, mbak Minah segera membuka pintu pagar dan mempersilahkannya untuk masuk.
Raka memperhatikan rumah tersebut sembari berjalan masuk ke pelataran rumah dan diminta menunggu di ruang tamu.
Rumah itu tidaklah terlalu besar namun masih layak untuk ditempati, tapi kalau harus di bandingkan dengan rumah keluarga Prihadi, tentu saja itu merupakan perbandingan yang tidak masuk akal.
Bahkan kamar Liam lebih besar dari luas rumah ini secara keseluruhan.
Raka membuat catatan di dalam kepalanya kalau saja Liam menanyakan bagaimana lingkungan tempat tinggal dan rumah Naraya kepadanya.
"Ditunggu sebentar ya, saya panggilkan Naraya nya dulu. Mau minum apa?" Tanya mbak Minah dengan sopan. "Kopi? Atau teh?"
"Tidak usah merepotkan, saya hanya sebentar. Terimakasih." Jawab Raka dengan sopan santun yang sama.
Mbak Minah tidak membujuk dan segera pamit untuk memanggil Naraya di dalam kamarnya.
Karena Utari dan Ara masih dalam rangka jalan- jalan keluar kota dan Angga sedang ada kuliah, jadi yang tinggal di rumah hanyalah Naraya dan mbak Minah saja.
"Naraya, ada orang yang datang mencari kamu di depan." Ucap mbak Minah saat membuka pintu kamar Naraya dan mendapati dia sedang mendengarkan siaran radio kesukaannnya.
"Siapa mbak Minah?" Tanya Naraya sambil melepaskan earphonenya.
"Namanya Pak Raka, katanya dia assistant pribadinya Liam Prihadi." Mbak Minah mengatakannya dengan perlahan dan langsung dapat menangkap ekspressi tidak suka yang terlintar di wajah Naraya.
"Naraya tidak mau menemuinya mbak Minah…" Naraya segera menolak, dia menjauhkan tubuhnya dari mbak Minah. "Untuk apa dia datang kesini?"
Mbak Minah menghela nafas, lalu berkata pelan, menasehati. "Jangan begitu Naraya. Coba kamu temui dulu dia, mungkin pak Raka ini ingin memberikan pesan penting dari calon suami kamu." Katanya membujuk.
Naraya masih tidak bergeming.
Melihat hal ini, mbak Minah mendekat. Perempuan paruh baya ini duduk di tepi kasur sambil mengusap- usap kepala Naraya, naluri keibuannya muncul.
"Mbak Minah tahu kalau kamu tidak setuju dengan pernikahan ini." Mbak Minah memulai, walaupun Naraya tidak memberikan reaksi, tapi dia tahu kalau Naraya mendengarkannya. "Tapi, kenapa tidak Naraya coba lihat sisi baiknya?"
Naraya mengangkat kepalanya dan menatap kosong ke arah sumber suara mbak Minah, sambil membuat ekspresi wajah yang seolah mengatakan; 'apa sisi baik dari semua ini?'.
Melihat Naraya bereaksi akan kata- katanya, mbak Minah melanjutkan. "Setidaknya dengan menikah dengan Liam Prihadi kamu bisa terbebas dari tante Utari dan Ara, dan juga Angga yang selalu menyakiti kamu." Ujar mbak Minah.
"Orang- orang kaya seperti mereka pasti berpendidikan dan kalaupun mereka tidak suka padamu, mereka tidak akan memukul kamu seperti yang keluarga kamu lakukan disini. Biar bagaimanapun juga kamu akan menjadi menantu keluarga mereka, perlakuan mereka kepada kamu juga pasti akan dijaga."
Naraya menurunkan pandangannya seolah sedang memikirkan ucapan mbak Minah.
Saat melihat Naraya mulai ragu, mbak Minah melanjutkan kata- katanya dengan semangat.
"Naraya, coba pikirkan seperti ini; ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi kamu untuk keluar dari rumah ini, terbebas dari siksaan tante Utari dan anak- anaknya. Kalau kamu melepaskan kesempatan ini, kamu akan selamanya berada disini, atau sampai tante kamu mengusir kamu, dan kalau hal itu terjadi, kemana kamu akan pergi?"
Mbak Minah mengatakan ini karena tante Utari sudah seringkali berkata akan mengusir Naraya karena dia hanya menambah beban pengeluaran saja.
"Jadi… Naraya harus terima, begitu mbak?"
"Yang mbak dengar, keluarga Prihadi itu merupakan salah satu keluarga terkaya di negeri ini, sudah pasti kamu bisa mendapatkan hal- hal yang tidak bisa kamu dapatkan kalau kamu tinggal dengan tante kamu disini. Mereka pasti akan sangat setuju kalau Naraya melanjutkan sekolah lagi."
Mendengar kata 'sekolah' Naraya menjadi memikirkan hal ini dengan lebih seksama.
"Dan mungkin saja suatu hari nanti kalian berdua akan benar- benar jatuh cinta dengan satu sama lain. Tidak ada yang tahu kan?"