Sometimes, I am jealous of the sun rays, for they can kiss you the way I would want to kiss you.
Alexandra Vasiliu.
***
Akhirnya Naraya tidak sempat memakan apapun saat Liam menariknya pergi keluar dari rumah dan memasangkan seat belt setelah Liam membantu Naraya masuk ke dalam mobil.
"Aku lapar." Protes Naraya sambil bersungut- sungut. Dia memegang perutnya yang rata dan bergejolak.
Di acara pernikahan mereka semalam, Naraya tidak bisa menikmati makan dengan nyaman dan saat mereka pulang, Naraya terlalu lelah dan terlalu malam untuk makan.
Tapi, Liam tidak menanggapi apapun, dia hanya terus mengemudikan mobilnya.
Karena Liam tidak menanggapi perkataannya, Naraya hanya bisa terdiam sambil memejamkan mata. Lagipula dia sudah terbiasa kelaparan, jadi tidak ada bedanya baginya.
Naraya tidak akan menggerutu berkepanjangan hanya karena rasa lapar. Entah kemana Liam akan membawa Naraya, dia tidak begitu memusingkan akan hal tersebut.
Hingga beberapa menit kemudian mobil yang dikendarai Naraya berhenti. Setelah Liam keluar dari mobil dan membuka pintu di sisi Naraya, barulah dia membuka matanya dan merasakan tangan Liam yang besar menariknya keluar dari mobil.
Liam masih tidak berkata apa- apa saat ia berjalan sambil menggandeng tangan Naraya.
Disekitar Naraya, dia mendengar suara orang berlalu- lalang dan berjalan dengan tergesa- gesa, bukan hanya itu saja, terdengar pengumuman dalam bahasa asing di pengeras suara.
"Kita di Airport?" Tanya Naraya tidak percaya.
"Iya." Jawab Liam singkat.
"Kita mau kemana?" Naraya kembali bertanya, dia hanya tahu kalau mereka akan pergi berbulan madu tanpa tahu kemana tujuan mereka.
Pada dasarnya Naraya memang tidak begitu peduli kemana mereka akan pergi, oleh karena itu dia tidak pernah bertanya apapun.
"Maldives." Liam kembali menjawab dengan singkat. Kali ini dia menghentikan langkahnya dan berbicara dengan seseorang yang Naraya tidak sadari berada disana.
"Ini tiket dan passport Pak Liam dan Ibu Naraya." Ucap suara seorang pria, tapi Naraya yakin itu bukan Raka.
Lalu Liam mengobrol singkat dengan pria tersebut.
Awalnya Naraya pikir mereka hanya akan sekedar bebulan madu keluar kota, tapi nyatanya Liam akan membawanya keluar Negeri.
Tentu saja ini pengalaman pertama Naraya keluar negeri dan menaiki pesawat.
Setelah Naraya yakin pria yang berbicara dengan Liam sudah pergi dan mereka mulai berjalan menuju arah sebelah kanan Naraya, gadis itu menarik lengan baju Liam untuk mendapatkan perhatiannya.
"Kita akan keluar negeri?" Tanya Naraya dengan bodohnya.
"Ya, informasi terakhir yang aku dapatkan Maldives masih berada dalam Republik Maladewa. Jadi, ya, kita akan ke luar negeri." Jawab Liam dengan nada yang sarkastik.
Saat mereka akan berjalan lagi, Naraya kembali menarik lengan baju Liam, memaksanya untuk berhenti.
"Apa lagi?" Tanya Liam dengan suara yang tidak sabar.
"Kamu tidak akan menjual ku, kan?" Tanya Naraya dengan ekspresi cemas yang tidak bisa di sembunyikan.
Mendengar hal itu, Liam bingung antara ingin tertawa dan ingin menoyor gadis muda satu ini. "Memangnya kamu laku untuk di jual?" Ucap Liam dengan asal. "Lagipula aku tidak kekurangan uang sampai harus menjual isteriku." Tambahnya.
Mendengar kata; 'Isteriku', dari bibir Liam membuat jantung Naraya kembali berdetak dengan lebih cepat.
Mungkin Liam tidak bermaksud apa- apa, lagipula untuk ukuran pria seperti Liam yang sudah sangat berpengalaman dengan banyak wanita, mengatakan hal- hal manis seperti itu sudah pasti menjadi kebiasaannya yang sulit hilang.
Jadi, tidak perlu deg- deg an! Omel Naraya dalam hati. Kesal karena Liam masih saja bisa membuatnya berdebar dengan harapan seperti ini.
# # #
Beruntungnya rasa lapar Naraya tidak berlangsung lama dan Liam tidak sekejam itu hingga membiarkannya kelaparan.
Entah ini hanya pemikiran Naraya yang terlalu sensitif, tapi dia merasa Liam senang mengerjainya seperti ini.
Naraya bahkan bisa merasakan senyum dan tatapan Liam padanya saat dia memakan makanan di sediakan di pesawat, tapi dia tidak terlalu ambil pusing mengenai hal ini.
Kalau memang ini yang harus di hadapi, maka Naraya akan jalani, urusan hatinya kepada Liam, akan dia urus nanti.
Saat ini mereka baru saja berganti pesawat setelah transit di Singapore dan untuk penerbangan pertamanya, hal ini tidak sebegitu mengerikan seperti yang Naraya bayangkan.
Gadis itu cukup menikmatinya dan terasa nyaman dan ini membuat Liam bertanya.
"Apa benar ini penerbangan pertamamu?" Tanya Liam sambil lalu, dia berharap melihat Naraya menangis atau paling tidak gemetar ketakutan, bukan malah mengikutinya dengan santai dan sesekali tersenyum.
"Iya." Jawab Naraya dengan tegas. Gadis ini kembali tersenyum.
"Berhenti tersenyum seperti itu, memang ada yang lucu?" Liam mengerutkan keningnya.
Saat ini mereka akan bersiap untuk take off dan seperti standar operasional prosedur yang dimiliki setiap maskapai, terdengar informasi singkat dari pengeras suara di dalam kabin dari sang pilot.
Mendengar pertanyaan Liam, Naraya mencondongkan badannya ke arah Liam dan kemudian berbisik. "Suara pilotnya bagus." Ucapnya sambil masih tersenyum.
Mendengar jawaban Naraya, dahi Liam otomatis mengerut dengan guratan tidak suka.
'Suara pilotnya bagus', katanya? Liam membatin, merrutuk.
Lalu dengan kasar, Liam mendorong wajah Naraya menjauh dari dirinya hingga kepalanya menempel pada head rest tempatnya duduk.
Kemudian dengan ringannya, Liam berkata. "Duduk yang benar."
# # #
Perjalanan dari Jakarta ke kepulauan Maladewa memakan waktu kurang lebih delapan jam.
Pesawat yang membawa Liam dan Naraya mendarat di Bandar Udara International Male pada pukul 6 sore, dimana matahari terbenam dengan cantiknya.
Semburat keemasan yang menerobos masuk melalui jendela pesawat di sisi Naraya terefleksikan dengan sangat indah di wajahnya dan membuat sorot mata kosong gadis tersebut berbinar, seolah dia pun dapat melihat pancaran indah dari terbenamnya matahari di luar sana.
Di bandingkan pemandangan matahari terbenam dari balik jendela pesawat, Liam lebih menghargai rona merah di wajah Naraya dan senyum tipisnya yang seolah mendorong Liam untuk mencondongkan dirinya dan menciium bibir mungil itu.
Tentu saja hal tersebut tidak di lakukannya.
Atau paling tidak, tidak saat ini…
Di Maldives, terdapat tiga atol popular yaitu North Male Atol, South Male Atol dan Ari Atol. Untuk bulan madu kali ini, Liam memilih untuk menuju North Male Atol.
Liam membawa trolley untuk membawa dua koper miliknya dan Naraya. Saat mereka berdua mendorong trolley tersebut keluar dari area, seseorang sudah menunggu mereka berdua dan membantu memasukkan koper- koper tersebut ke dalam bagasi mobil.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan dengan menggunakan speedboat selama dua puluh menit untuk sampai ke Grand Park Koddhiparu.
Tempat dimana Liam sudah mem- booking salah satu resort disana.
Saat mereka sampai, matahari sudah benar- benar terbenam dan lampu- lampu di pulau tersebut menyala, menantang gelapnya malam dengan cahaya yang tak kalah menyilaukan.
Liam menaikkan resleting jaketnya yang ia berikan pada Naraya hingga menutupi lehernya, tidak ingin gadis kecil ini sakit karena angin pantai yang bertiup kencang.