webnovel

LAKUNA; ruang kosong, bagian yang hilang

Warning! +21 mengandung konten dewasa dan kekerasan, harap bijak dalam memilih bacaan. Liam Sadawira Prihadi Yang orang lain lihat dari dirinya: Seorang pengusaha muda dan sukses berusia 31 tahun yang ditakuti kawan maupun lawan bisnisnya. Yang orang lain tidak ketahui dari dirinya: Merupakan anak hasil perselingkuhan Ayahnya, Narendra dengan wanita dari club malam, menjadi penerus bisnis keluarga Prihadi karena istri sah Narendra tidak bisa memberikan keturunan. Naraya Neena Paradina Yang orang lain lihat dari dirinya: Seorang wanita muda berusia 17 tahun yang kehilangan penghlihatannya. Yang orang lain tidak ketahui dari dirinya: Naraya kehilangan penglihatannya bersamaan dengan ayah dan ibunya karena kecelakaan 10 tahun lalu. ************** Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah pernikahan yang tidak diinginkan keduanya. Bagaimana Naraya menghadapi sikap dingin Liam pada dirinya? Belum lagi dengan kehadiran Gayatri, cinta pertama Liam, yang menambah rumit keadaan. Bagaimana sikap Liam saat ia mengetahui bahwa dirinyalah pelaku penabrakan yang telah membuat Naraya kehilangan penghlihatannya dan kedua orang tuanya? ************** “Pernikahan ini hanya akan berlangsung selama setahun, lalu kamu akan mendapatkan 15% saham dari perusahaan keluarga Prihadi.” Liam meletakkan MOU tersebut ke pangkuan Naraya. “Kamu bisa meminta Raka, assistant pribadiku untuk membacakannya.” Naraya terdiam, ia berusaha agar airmatanya tidak jatuh menanggapi sikap dingin Liam. “Tidak perlu.” Sergahnya. “Aku akan langsung menandatanganinya.” ************** Updated schedule: 2 chapters/hari. jam: 13.00 wib & 16.00 wib. ************** Meet me on instagram: Jikan_yo_tomare (let’s have a chat! ((^O^))

jikanyotomare · Fantasi
Peringkat tidak cukup
78 Chs

HONEYMOON (3)

"Kita terbang berjam- jam ke tempat ini, melewati perjalanan yang tidak sebentar untuk sampai ketempat ini, dan walaupun aku buta aku tahu kalau ini adalah tempat untuk berlibur…" Suara Naraya menggema di cottage, bersamaan dengan suara deburan ombak yang menenangkan.

Dia sedang berbaring di sebelah Liam sambil memainkan rambutnya dengan ekspressi kecewa dan bosan.

"Tapi, yang kamu lakukan di sini malah kerja dan kerja…" Naraya bergumam. Dia benar- benar bosan karena tidak ada yang dapat dia lakukan.

Saluran radio favoritnya sudah pasti tidak akan menjangkau tempat ini. Dia tidak bisa menonton televise karena dia tidak tahu bahasa yang di gunakan. Dia tidak bisa berjalan- jalan karena dia tidak tahu tempat ini.

Jadi yang Naraya lakukan sejak membuka mata sampai detik ini adalah berbaring di atas ranjang.

Sementara Liam sudah sejak tadi tidak memperthatikan laptopnya dan justru menonton reaksi Naraya yang 'uring- uringan' karena tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Bagi Liam, kelakuan gadis ini jauh lebih menarik daripada diagram dan kurva laporan yang dikirimkan melalui emailnya oleh Raka.

"Your point?" Tanya Liam dengan senyum di sudut bibirnya.

"Kenapa kita tidak jalan- jalan di luar?" Naraya memberi ide dengan semangat sembari berbalik dan menulungkup di atas perutnya. "Sepertinya di luar cerah."

"Terlalu panas." Liam menjawab sambil menyandarkan punggungnya ke headboard ranjang, matanya tidak lepas dari wajah Naraya yang masih begitu bersemangat menyarankan kegiatan lain.

"Bagaimana kalau kita berenang." Tanya Naraya masih tidak habis akal.

"Terlalu panas." Liam menjawab dengan kata- kata yang sama.

"Bagaimana kalau makan di restaurant sambil foto- foto?" Naraya masih memutar otaknya untuk mencari kegiatan lain selain berbaring di kamar.

"Terlalu malas." Liam kembali menjawab dengan acuh tak acuh.

Mendengar jawaban Liam yang tidak antusias, Naraya menarik bantal dan membenamkan wajahnya disana, kemudian dia berteriak. "Liam menyebalkan!!!"

Mendengar ini Liam justru tertawa terbahak- bahak lalu menutup laptopnya dan meletakkan benda itu di meja di samping tempat tidur mereka.

Sebetulnya Liam memang tidak tertarik dengan kegiatan yang di usulkan oleh Naraya, dia termasuk pria penyuka olahraga ekstrem, tapi dia tidak yakin kalau Naraya akan suka juga kegiatan ini.

"Tidak bisakah kita melakukan hal lain selain berbaring di atas ranjang?" Naraya mengangkat kepalanya dan cemberut.

Dia bahkan tidak bisa mengobrol dengan Liam karena dia sedang kerja.

"Aku mau melakukan suatu kegiatan, tapi aku tidak yakin kalau kamu akan suka akan kegiatan ini." Ucap Liam.

"Apa?" Mendengar hal ini, Naraya menjadi bersemangat dan seketika itu juga duduk di atas kasur, menghadapi Liam.

"Sesuatu yang memacu adrenalin…" Ucap Liam dengan suara yang diliputi dengan misteri, dia sengaja melakukan itu untuk melihat bagaimana reaksi Naraya.

Dan di luar dugaannya, senyum di bibir Naraya semakin melebar dan wajahnya berbinar dengan semangat.

"Apa?" Tanyanya dengan senyum yang lebar.

Melihat senyum polos Naraya Liam juga tersenyum tanpa dia sadari. Dia juga ingin tahu seberapa besar keberanian gadis kecil ini.

"Ayo kita pergi sekarang." Liam mengacak- acak rambut Naraya sambil bangkit berdiri dari kasur.

# # #

Aktifitas yang Liam anjurkan memang sangatlah menyenangkan dan menegangkan.

Rambut Naraya bertiupan tertiup angin yang kencang seraya dia berdiri di pintu kabin, tubuhnya gemetar karena takut, tapi rasa bersemangatnya membuatnya tersenyum sangat lebar.

"Apakah kita akan mati kalau nanti kita jatuh?" Tanya Naraya di sebelah Liam.

Liam tersenyum dan berkata dengan tenang. "Tidak akan, aku akan memastikan kalau kita mendarat dengan aman." Dia mengusap kepala Naraya sambil memastikan kembali parasut dan perlengkapan pengaman di tubuh Naraya semuanya telah sesuai dengan prosedur.

Kemudian dari arah belakang mereka seorang staff bertanya pada mereka berdua. "Are you ready?"

"Yes." Liam menjawab.

"Yes." Naraya berkata dengan pasti, rasa antusias yang ia rasakan tergambar jelas di wajahnya.

"Brave girl." Ucap sang staff dan mengalihkan pandangannya ke arah Liam. "Protect the good lady, sir!"

Liam melihat ekspresi Naraya yang memancarkan berbagai macam emosi. Dia takut tapi juga antusias untuk mencoba, suatu kombinasi perasaan yang aneh dan Liam mendapati dirinya tertarik akan pada Naraya yang seperti ini.

"Aku sangat takut." Ucap Naraya, tapi walaupun itu yang dia katakan, sebuah senyum tidak pernah lepas dari bibirnya.

Dan di detik berikutnya, Naraya berteriak sangat kencang. Mungkin ini adalah teriakan paling kencang yang pernah ia suarakan.

Perasaan jatuh yang menakutkan ini sungguh mengerikan. Bahkan walaupun Naraya tidak bisa melihatnya, dia tetap menutup matanya, perasaan jatuh ini justru semakin menyeramkan saat ia tidak bisa melihat apa- apa.

Dengan sebuah hentakan, parasutnya terbuka, kini mereka jatuh dengan kecepatan yang lebih pelan.

Barulah saat Naraya menyadari kalau kecepatan jatuh mereka melambat, dia berhenti berteriak dan mendengar suara lembut Liam, berkata ke telinganya. "Jangan takut, aku disini."

'Jangan taku, aku disini.'

Kata itu bergema di benak Naraya dalam irama dentuman yang indah, perasaan itu kembali menjalar ke sekujur tubuhnya seolah kata- kata tersebut adalah sebuah candu di dalam darah Naraya yang membuatnya bahagia.

Jantungnya terus bergemuruh dengan antusias yang berbeda.

Di lain sisi, Liam yang menunduk mendapati Naraya tersenyum dengan sinar matahari yang terefleksikan begitu sempurna di wajahnya membuat dia tidak mampu untuk memalingkan wajahnya dari gadis ini.

Dia berharap memory seperti ini akan bertahan lebih lama.

"Aku yakin pemandangan dari atas sini pasti sangat indah." Naraya hanya dapat merasakan hangatnya sinar matahari yang menyelubungi tubuhnya serta rasa kekagumannya akan cahaya yang mampu menembus kegelapan di matanya.

"Ya, sangat indah." Jawab Liam sambil menatap Naraya.

"Aku berharap aku bisa melihat ini semua." Ada nada harapan dan kesedihan dalam suara Naraya yang membuat Liam memikirkan hal lain di saat itu juga.

Tapi, Liam tidak menjawab ataupun member respon pada kata- kata Naraya.

Mereka berdua menikmati melayang di udara dengan pegunungan di kiri- kanannya dan di atas laut biru yang cemerlang, yang seolah memantulkan langit biru yang cerah di atas mereka.

Sesaat kemudian, mereka berdua mendarat dengan mulus, parasut menyelubungi kepala mereka dan Liam menariknya dengan ke arah berbeda supaya tidak mengurung Naraya.

Mendapati kakinya menjejak ke tanah yang solid lagi, Naraya tersenyum dan tertawa dengan ceria. Tidak ada guratan takut di wajahnya yang manis seraya di melompat- lompat dengan bersemangat.

"Tadi itu luar biasa! Apa kamu sering kesini? Apa kamu sering melakukan kegiatan ini?"

Senyum di wajah Naraya seolah sebuah mantra yang membuat Liam tidak mampu mengalihkan pandangannya dari wajah Naraya.

Ada satu keinginan kuat dalam dirinya yang selalu ingin melihat senyum itu lagi dan lagi.

"Aku belum pernah merasakan rasa takut dan juga antusias secara bersamaan! Aku…" Tapi, sebelum Naraya dapat berkata lebih panjang lagi, Liam sudah menundukkan kepalanya dan menutup bibir Naraya dengan bibirnya.

Yang otomatis membuatnya terdiam, terkejut.

Tapi, adrenalin yang berpacu di dalam dirinya membuat Naraya tidak mampu berpikir dengan cepat mengenai apa yang harus dia lakukan.