webnovel

Serangan Pertama dari Masa Lalu

Pria itu duduk setelah disuruh oleh Arabella, wajah tampannya tampan datar. " Saya akan mengobati luka Anda agar tidak infeksi dengan cepat sebelum Paman saya kembali " lontar Arabella sambil mengambil beberapa kain dari tasnya dan botol berisi air.

Arabella mengobati pria itu tanpa sepatah kata pun, dan pria itu tidak sekalipun meringis seolah sudah biasa dengan luka seperti itu. Melihat wajah tampannya yang menampilkan ekspresi dingin membuat Arabella kesal, ia mengikatkan kain untuk menutupi luka pria itu dengan sekuat tenaga.

" Apakah Anda mengikatnya dengan seluruh dendam?" tanya pria itu dengan senyum mengejek.

" Benar, itu bayaran yang cocok untuk Anda yang kurang ajar " jawab Arabella berani.

" Saya sudah selesai mengobati Anda, silahkan pergi sebelum Paman saya kembali " usir Arabella. Ia tidak ingin Bastian salah paham melihatnya berduaan dengan seorang pria di ruangan tertutup.

" Hm, baiklah. Terima kasih. Saya akan membalas hutang budi ini pada Anda suatu hari nanti. Ingat, nama saya Julian " ujar pria itu sebelum berlalu pergi.

Pria itu berjalan dengan tenang dan melihat Bastian yang masuk ke ruangan Arabella, " bukankah itu bawahan Marquess Falzen?" gumamnya sambil menyeringai.

*****

Arabella dan Bastian tiba pada sore hari dan langsung menaiki kereta kuda milik keluarga Marquess Falzen yang dikirim untuk menjemput mereka.

Kereta kuda mulai mendekati kediaman Marquess Falzen, kediaman milik Ibu kandung Arabella yang kini dikuasai oleh Vivaldi, Ayahnya.

Mata abu-abu gadis itu menatap pertokoan yang berjejer sepanjang jalan, " banyak gedung pertokoan milik Ibu yang dikuasai oleh Ayah, dikehidupan kali ini tidak akan aku biarkan itu terjadi. Akan ku pertaruhkan seluruh kemampuan dan hidupku untuk membuat mereka semua menderita " batin Arabella.

Para pelayan dan beberapa anggota keluarga berjejer rapi dipintu utama mansion untuk menyambut Arabella, gadis itu turun dengan anggun.

" Nona, berhati-hatilah pada semua orang di kediaman ini " pesan Bastian dengan suara pelan. Arabella mengangguk, tentu saja ia tau dengan baik seberapa liciknya orang disini.

" Arabella, ibu merindukanmu Nak, " lontar seorang wanita cantik dengan gaun kemabng yang belahan dadanya cukup rendah.

Senyum Arabella terbit, ini saatnya ia menunjukkan kemampuan aktingnya.

" Kamu sudah sebesar ini, syukurlah kamu tumbuh menjadi gadis yang cantik dan sehat. Menyedihkan jika mengingat Arina tidak bisa melihatmu saat ini " ujar wanita seksi tadi dengan tampang sedih.

Mata Arabella berkaca-kaca, " Nyonya, saya mohon jangan menggunakan kata ibu karena saya bahkan tidak bisa melupakan Ibu saya yang telah meninggal. Lagi pula kita kan tidak pernah bertemu karena anda bersembunyi saat masih menjadi selingkuhan Ayah, bagaimana bisa anda merindukan saya?" tanya Arabella dengan wajah polos dan sedih.

" Lalu, bukankah tidak sepantasnya anda memanggil nama ibu saya secara langsung? Karena meskipun kini Anda sudah menjadi Nyonya utama dikediaman ini, Ibu saya tetaplah Marchioness Falzen " tutur Arabella yang sengaja menekan kata Nyonya utama menyadarkan posisi wanita itu yang bukan apa-apa meski ibunya sudah tidak ada.

Wanita itu tercekat, sementara para pelayan pun tampak berbisik membenarkan ucapan Arabella bahwa Ibu Arabella adalah Marchioness resmi di kediaman Falzen ini.

' Sial, anak ini tampaknya bukan anak yang mudah dilawan ' maki wanita itu dalam hati. Namun senyum manis tetap tersungging di bibirnya yang terpoles lipstik merah merona.

" Ah, baiklah. Maka kita lakukan saja sesuai keinginan Arabella "

Arabella menampilkan raut seolah-olah ketakutan dan merasa bersalah, " maafkan saya, Nyonya. Saya tidak bermaksud membuat anda kesulitan " sambil memegangi tangan wanita itu dengan gemetar.

' Kamu tunggu saja, Rose. Semua yang kamu rebut dari Ibuku akan ku ambil kembali ' batin Arabella.

Sementara Rose tampak senang, berpikir bahwa Arabella hanyalah anak bodoh yang mudah ketakutan dan tak tau apa-apa melihat reaksinya yang gemetaran.

Sebuah kereta kuda tiba, Vivaldi yang merupakan Marquess Falzen saat ini turun.

Arabella segera memberikan salam sambil mengangkat sedikit roknya dan menurunkan tubuhnya, " salam kepada Ayah, Marquess Falzen yang terhormat "

Marquess Falzen tampak senang dengan salam yang Arabella berikan dan memegang pundak putrinya, " Arabella-ku, kamu sudah besar ya. Ayah senang kita bisa kembali tinggal bersama "

Pria paruh baya itu tampak puas melihat Arabella yang tumbuh cantik seperti ibunya, terlebih lagi etika anak itu cukup bagus sebagai seorang bangsawan meski ia terbuang ke pedesaan.

" Tuan, " sapa Rose dengan senyum menggoda.

" Kenapa kamu tidak membawa Arabella masuk, Rose?" tanya Vivaldi.

Rose kelabakan, " mmm, maaf tadi kami masih berbicara sebentar "

" Maaf Ayah, saya yang mengajak Nyonya untuk berbincang tadi " bela Arabella dengan wajah bersalah. Ia sengaja menekan kata Nyonya sedari tadi yang tidak disadari oleh Rose.

Rose semakin senang bukan kepalang melihat Arabella yang tampak sangat mudah diatur dan polos ketika ada Ayahnya.

Sementara Vivaldi mengerutkan keningnya, " Nyonya? Arabella, kamu satu-satunya putri sahku dan merupakan satu-satunya Nona di keluarga Marquess Falzen. Kamu tidak perlu memanggil Rose yang hanya seorang rakyat biasa dengan hormat seperti itu, " tegurnya.

Arabella dalam hati tersenyum senang, sementara Rose tampak kesal dengan status rakyat biasa yang di ungkit oleh Vivaldi.

" Maaf Ayah, saya kira saya harus memanggil seperti itu seterusnya karena sejak tadi tidak ada yang menegur saya mengenai panggilan itu " sahut Arabella.

" Tidak apa-apa, mereka semua hanyalah rakyat biasa yang tidak tau etika dasar kita, putriku " Vivaldi memang sengaja memperlihatkan bahwa ia menyayangi Arabella karena sebentar lagi gadis itu akan bertunangan dengan putra dari Menteri Keamanan, jadi ia mau cari aman agar Arabella mengingat jasa baiknya sebagai seorang Ayah.

" Baiklah, kamu istirahatlah dulu sebelum makan malam bersama nanti Arabella "

Arabella mengangguk, " kalau begitu, saya istirahat sebentar Ayah dan.. Selir Rose. " pamit Arabella dengan senyum polos.

Rose mengepalkan tangannya kesal, kata selir yang keluar dari mulut Arabella terdengar sangat menyebalkan. Setelah kepergian Arabella dan para pelayan, Rose memeluk lengan Vivaldi.

" Tuan, bagaimana bisa Anda berkata seperti itu tentang saya?" rajuknya.

" Bukankah itu memang faktanya, Rose? Kamu hanya seorang rakyat biasa dan selir, bukan istri sah. Apa jadinya jika Arabella yang merupakan Nona resmi keluarga Falzen memanggilmu Nyonya didengar orang lain?" dengus Vivaldi.

Pria paruh baya itu menghela napas lelah dan melepaskan lengannya dari Rose, " hm, memang etika seperti itu akan sulit dimengerti oleh orang biasa " gumamnya tanpa peduli raut kesal Rose.

' Dasar pria sialan, padahal dia juga hanyalah seorang Baron jika tidak menikah dengan Arina yang merupakan putri Marquess. Berpuas dirilah dengan kesombonganmu untuk saat ini, karena sebentar lagi aku akan menyingkirkanmu, Vivaldi ' batin Rose licik.

*****

Jam makan malam tiba, Arabella sudah bersiap-siap sendiri tanpa dibantu oleh pelayan karena tampaknya Rose sengaja tidak mengirimkan seorang pelayan pun untuk melayani Arabella.

Gadis itu menuruni tangga dengan langkah anggun, benar-benar seorang bangsawan yang beretika. Lalu duduk di meja makan dalam diam sembari menunggu anggota keluarga lain yang tiba.

Setelah semua berkumpul, Vivaldi tampak berdeham ingin mengatakan sesuatu.

" Semuanya, gadis cantik ini adalah putriku dengan Arina. Satu-satunya putri sah keluarga Marquess Falzen, Arabella Fay Falzen " tunjuknya pada Arabella.

Tiga saudara tiri yang merupakan anak dari Rose mendelik tajam, tampak tidak senang dengan kehadiran Arabella yang disebut-sebut sebagai satu-satunya putri sah.

Arabella yang duduk disebelah Ayahnya memandang Vivaldi dengan gelisah, " Ayah, maaf.. bisakah kita mulai makan saja? Tampaknya saudara-saudara yang lain tidak begitu senang " ucapnya pelan, dengan tangan gemetar yang memang sengaaj ia perlihatkan.

Vivaldi berdecak kesal, mengamati raut tidak suka yang ditampilkan oleh anak-anaknya.

" Apa yang kalian lakukan, hah? Dasar anak-anak tidak tau etika! Beraninya kalian memandang Arabella dengan pandangan tidak suka?" bentak Vivaldi membuat semua orang terkejut.

Dipegangnya tangan Arabella, " jangan takut, kamu yang terbaik dari mereka semua " hiburnya.

' Tentu saja kamu anak dari Arina, sehingga semua bangsawan penasaran dan berlomba-lomba untuk melihat kecantikanmu. Itu sebabnya kamu yang terbaik, putriku ' batin Vivaldi.