Langkah selanjutnya, mundur untuk mendorong Selir Rose.
" Ah, begitulah Selir Rose?" gumam Arabella dengan nada lemah.
" Kalau begitu, maafkan saya, Ayah. Jika Selir Rose yang sudah sangat mengenal tren pergaulan kelas atas berkata seperti itu, mungkin saya yang salah. "
Rose tersenyum angkuh, tampak senang karena Arabella menyerah begitu saja.
' Kamu tidak akan bisa melawanku, Nona kecil ' batin Rose.
Lain halnya dengan Arabella, ia justru diam-diam menahan diri untuk menertawai Rose. Arabella sengaja berpura-pura mundur untuk sekarang agar bisa membuat Rose semakin maju.
" Tentu saja, saya ini sangat paham tentang pergaulan kelas atas. Saya yakin Tuan akan menjadi topik utama dalam rapat kepala keluarga bangsawan kali ini" ucap Rose dengan yakin.
' Memang akan menjadi topik utama, tapi dalam artian yang berbeda. Karena Ayah hanya akan menjadi ejekan semua orang ' batin Arabella.
" Baiklah, kalau Selir Rose sudah berkata seperti itu. Setidaknya, saya sudah mengingatkan karena saya peduli pada Ayah " pasrah Arabella. Sebenarnya, ia sengaja berkata seperti itu untuk memancing rasa kesal Selir Rose.
" Kamu mengingatkan karena kamu peduli pada Tuan? Lalu, apa menurutmu saya ini tidak peduli pada beliau? Begitu maksudmu, Nona Arabella?" tanya Selir Rose dengan nada judes. Ia memanggil Arabella dengan sebutan Nona karena sudah diingatkan berulang kali oleh Vivaldi agar lebih menghormati Arabella.
Vivaldi merasa pertanyaan yang Rose lontarkan terlalu sinis pada putrinya, " tidak perlu sesinis itu pada Nona resmi kediaman ini, Rose. Jika ada yang mendengar bisa-bisa orang berpikir kamu sangat tidak menyukai Arabella " tegur Vivaldi.
Senyuman tertahan di bibir tipis merah cherry milik Arabella, ' memang dia itu sangat tidak menyukaiku, Ayah. Anda juga begitu kan? Buktinya, di kehidupan yang lalu saya mati karena kalian semua ' ucap Arabella dalam hati.
" Tidak, Selir Rose. Kamu salah sangka, dan di kalimatku tidak sedikitpun mengatakan bahwa kamu tidak peduli pada Ayah kan? " balas Arabella. Matanya yang berkaca-kaca menatap ke arah Vivaldi, " Ayah, saya sungguh tidak bermaksud seperti itu, saya hanya ingin Ayah tau bahwa saya peduli pada Anda " lirih Arabella.
Vivaldi si pria arogan dengan kepala yang tak ada isinya itu tentu saja percaya, " lihat, Rose? Kamu membuat putriku sedih! Arabella kan memang tidak mengatakan apapun tentangmu, malah dia menyetujui saranmu karena menghargai kamu yang lebih mengenal tren. Jangan menuduh Arabella sembarangan " desis Vivaldi.
' Enak saja wanita rendahan ini melukai hati Arabella, bagaimana jika setelah dia menikah dengan putra Menteri itu dan malah mengungkapkan rasa sakit hatinya saat tinggal di sini? Bisa hancur berantakan rencanaku untuk memanfaatkannya' geram Vivaldi dalam hati.
Orchidia—selir kedua yang baik hati berdeham pelan, " Tuan, sebelumnya maaf jika menyela. Tapi.. rapat kepala keluarga bangsawan akan dimulai sebentar lagi " lontar Orchidia mengingatkan.
" Ah, benar juga. Kita mulai saja sarapannya, Arabella jangan di ambil hati ya ucapan Rose. Dia hanya asal bicara, " ujar Vivaldi.
Akhirnya, mereka memulai acara sarapan dengan tenang. Arabella makan dengan anggun, sesuai yang sudah ia pelajari di kehidupan yang lalu. Semuanya, Arabella pelajari dan lakukan berulang kali sejak ia terbangun di kehidupan kali ini agar ia bisa menjadi sosok yang sempurna untuk membalaskan dendamnya.
*****
Vivaldi turun dari kereta kuda keluarga Falzen dengan postur tegap, ia tak sabar menjadi topik utama dalam rapat kepala keluarga hari ini.
" Selamat pagi, Marquess Falzen " sapa Count Brown, Ayah dari Selir Orchidia.
" Selamat pagi, Count Brown. Bagaimana kabarmu?" balas Vivaldi sambil menjabat tangan ayah mertuanya.
" Baik, bagaimana dengan keluarga Anda? Terutama, putri saya Orchidia. Apakah dia baik-baik saja?" tanya Count Brown.
" Orchidia baik-baik saja, dan kini sepertinya ia sedang senang karena putri resmi saya sudah kembali. Mereka cukup dekat, " ungkap Vivaldi dengan bangga. Sedikit banyak, sokongan dari keluarga Brown berkat pernikahannya dengan Orchidia cukup mempengaruhi kemakmuran keluarga Falzen.
" Syukurlah. Sejak dulu saya khawatir padanya karena belum memiliki anak, dan untung saja sekarang ada putri Anda. Siapa namanya?"
" Arabella Fay Falzen, dia putri dari Marchioness Arina Falzen. Anak yang manis, penuh tata krama, dan tutur katanya sangat enak di dengar " Vivaldi memuji Arabella.
" Siapa tadi katamu?" celetuk seorang pria dengan nada dingin.
Semua kepala keluarga yang baru saja tiba dan masih di halaman aula rapat istana itu menoleh, Julian Malven Kingston berdiri tegap dengan raut wajah dinginnya menatap Vivaldi.
Hanya bertanya seperti itu saja, semua orang sudah dibuat membeku. Aura Julian memang tidak main-main.
" Pada siapa Anda bertanya, Grand Duke?" balas Vivaldi dengan nada sopan penuh hormat.
Julian Malven Kingston, putra pertama dari Duke Kingston atau Menteri Keamanan. Ibunya merupakan adik dari Raja Felicio Malven, itu sebabnya nama Julian menggunakan nama keluarga kerajaan sekaligus keluarga Duke. Pria itu memiliki kekuasaan tertinggi setelah Raja. Harusnya ia menjadi penerus keluarga Duke, namun Yang Mulia Raja tidak ingin keponakannya berebut hak waris dengan sang adik sehingga memberi gelar Grand Duke pada Julian yang memang memiliki segudang prestasi.
Para bangsawan pun tidak bisa protes, prestasi Julian yang menggunung dalam menjaga dan mengokohkan kerajaan terlalu banyak sampai membuat semua bangsawan bungkam.
" Padamu, Marquess Falzen " tegas Julian.
" Oh, maafkan saya yang tidak menyadarinya. Nama putri saya yang baru tiba di ibu kota adalah Arabella Fay Falzen, Grand Duke " terang Vivaldi.
" Aku mengundang Lady Arabella ke kediamanku besok pukul 3 sore, ku tunggu " ucap Julian dengan nada dingin kemudian berlalu begitu saja. Tidak menunggu jawaban Vivaldi, karena sudah pasti Vivaldi yang hanya seorang Marquess tidak bisa menolak permintaan Julian yang merupakan seorang Grand Duke.
Bisik-bisik para bangsawan terdengar, selama ini Julian yang sudah berusia 21 tahun itu sudah memasuki usia dewasa dan sudah bisa menikah. Namun, ia selalu menolak wanita manapun yang mendekatinya. Julian sama sekali tidak pernah tertarik pada wanita.
Tapi apa ini? Julian malah mengundang Arabella.
Bibir Vivaldi tertarik membentuk senyuman puas, belum apa-apa saja Arabella sudah menarik perhatian Grand Duke. Dibandingkan putra kedua, Julian jauh lebih berkuasa dan kaya raya. Bahkan, rumornya Julian yang sering mengalirkan dana untuk membantu Kerajaan agar lebih stabil.
' Arabella, putri Arina.. benar-benar sebongkah berlian paling berharga di kerajaan ini. Aku yakin semua pria pasti akan terpesona pada Arabella, putriku it akan menjadi bunga kerajaan ini ' batin Vivaldi.
Count Brown juga tampak sama terkejutnya, " wah, tampaknya putri Anda memang sangat menarik sampai seorang Grand Duke yang dijuluki Iblis haus darah itu mengundangnya. Selamat, Marquess Falzen " ucapnya.