webnovel

Chapter Bandara

Keesokan harinya, di bandara Miki sedang menunggu kedatangan Peter. Miki sebentar lagi akan berangkat ke kota tujuannya itu dengan pesawat penerbangan pertama. Temen-temen Miki sudah datang mengantar kepergiannya sejak jam setengah sebelas tapi Peter tak kunjung datang. Padahal Miki sudah menunggu Peter sejak setengah jam yang lalu. Pesawat Miki akan berangkat sebentar lagi. Miki gelisah menunggu Peter. Dia berjalan mondar mandir sehingga membuat orang tuanya jadi ikut gelisah. Mereka sampai melihat jam berkali-kali. Sampai-sampai ayah Miki rasanya ingin jamnya berjalan lambat.

"Jam ini jalannya cepet amat sih. Tanpa terasa jam sebelas sebentar lagi akan berlalu," gerutu ayah Miki.

"Miki, kita tidak dapat menunggu lagi. Pesawat sebentar lagi akan berangkat," seru ibunya yang bingung melihat sikap putrinya yang keras kepala.

"Sebentar lagi ma. Peter pasti datang. Dia tidak akan mengingkari janjinya padaku," ujar Miki yang cemas. Miki melihat jam yang menunjukkan Pk.10.55. Lima menit lagi pesawat akan berangkat.

"Biar kita tunggu Peter sebentar lagi. Nanti jika Peter juga tidak datang pada saatnya maka kita harus pergi," ujar Ayahnya yang mengerti perasan anak gadisnya itu.

"Thank's dad," ujar Miki sambil masih mondar-mandir.

Sementara itu Peter sedang panik karena ia bangun kesiangan. Saat ia bangun jam menunjukkan Pk. 10.00 pagi.

"Gawat aku harus sampai bandara sabelum Pk. 11.00," ujar Peter sambil pakai baju perginya. "Mana sempat sampai bandara dalam waktu satu jam."

Peter naik taksi ke bandara. Ia sudah menelpon taksi saat dia bangun. Taksi melaju menuju tempat tujuan tapi terjadi kemacetan di jalan menuju bandara. Kemacetan tersebut terjadi akibat kecelakaan mobil. Padahal tinggal sedikit lagi taksi akan sampai bandara.

"Pak, apa tidak bisa lebih cepat lagi?" tanya Peter yang sudah panik.

"Maaf den ini bukan helikopter yang bisa terbang," ujar supir taksi yang juga jengkel dengan kemacetan tersebut.

"Aduh" ujar Peter setelah melihat jamnya yang sudah menunjukkan pukul sebelas kurang 10 menit.

"Pak berhenti disini saja," ujar Peter yang sudah tidak sabaran menunggu kemacetan yang terjadi. Dia takut Miki pergi sebelum melihatnya.

Sesudah membayar ongkos taksi, Peter segera berlari menuju bandara. Dia berlari kencang tapi tetap tak dapat mengejar waktu. Saat dia sampai di bandara pesawat sudah tinggal landas. Peter hanya dapat melihat pesawat itu dengan tatapan kesedihan.

Sementara di pesawat, Miki kecewa akan sikap Peter yang tidak menepati janji. Miki melihat ke bawah, ke kota yang ditinggalkannya. Dia sedih karena meninggalkan sesuatu yang berharga di sana.

"Sudahlah Miki," hibur mamanya yang melihat putri kesayangannya itu sedih.

"Mungkin kak Peter lupa kalau kakak akan berangkat hari ini," ujar Leo.

"Mana mungkin dia lupa. Hari ini kan hari perpisahan kami. Dia tidak mungkin lupa," ujar Miki sambil menangis.

"Lain kali kalian pasti akan bertemu lagi kalau berjodoh," ujar ayahnya.

Peter yang gagal menemui Miki hanya dapat memandang pesawat itu pergi. Peter marah pada dirinya sendiri karena bangun kesiangan dan melewatkan saat-saat yang penting. Dia pulang ke rumah dengan perasaan bersalah. Selama 2 hari Peter tidak mau sekolah. Setelah dibujuk mamanya Peter baru mau kembali ke sekolah dan mulai menjalani hidup tanpa Miki. Walau begitu Peter tidak pernah melupakan Miki. Peter selalu memakai kalung berharganya itu kemana saja. Dia tidak pernah melepaskan kalung itu walau sebentar saja.

Saat masuk sekolah temen-temennya bertanya kenapa Peter tidak mengantar Miki. Mereka menceritakan kesedihan Miki sehingga membuat Peter semakin merasa bersalah. Untung Mia menghiburnya jika tidak dia pasti sudah kehilangan kendali dirinya. Akhirnya Peter hanya bisa berharap mereka dapat bertemu lagi suatu saat nanti. Yang penting sekarang dia harus menjalani hidupnya dengan baik sehingga tidak mengecewakan Miki.