"Hoaam..," uapan napasku saat bangun dari tidur, dengan mengangkat kedua tanganku keatas, rasanya itu sangat nikmat, sembari mengulet.
Ku lihat jam pada dinding kamarku, waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Kemudian alu turun dari ranjang, menapaki kaki jenjangku di lantai, sambil menyepol rambut yang sudah tak beraturan lagi.
Hari ini aku harus bersiap pergi kesebuah perusahaan yang baru saja berdiri. Aku sengaja meletakkan CV ku di sana, karena aku baru saja lulus di sebuah universitas yang ada di Medan dengan nilai yang cukup baik.
Aku seorang gadis jomblo yang mempunyai saudara kembar, berbeda dengan adik kembarku karena dia sudah memiliki tambatan hati dan berstatus sebagai istri yang baru saja menikah satu tahun. Namun, sepertinya Tuhan belum memberikan kepercayaan padanya, sehingga sudah setahun pernikahan, mereka belum memiliki momongan.
Namaku Dara Salfana, sedangkan kembaranku bernama Dira Silfana. Waktu dia menikah aku justru tak bisa menghadirinya, karena saat itu alu sedang berada di luar kota, untuk menyusun tugas akhirku. Bukan tanpa sengaja, hanya Dira ingin memberikanku kejutan. Namun, waktunya tidak tepat, justru dia yang terkejut karena aku tak bisa menyaksikan momen sakral di hari pernikahannya.
"Apa kabar Dira sekarang ya?" Pikirku yang kini sudah mengambil gawai di atas nakas, kemudian aku menghubungi nomornya. Namun, sang pemilik gawai sepertinya sedang sibuk, sehingga tak bisa menerima panggilanku.
Aku kini bergegas menuju kamar mandi, untuk membersihkan diriku, melakukan ritual pagi yang memerlukan waktu lebih dari wanita pada umumnya, karena kata ayah, dibandingkan Dira, aku yang mandinya paling lama.
Selesai dengan ritual pagiku, akupun lantas melilitkan handuk pada tubuhku, memilih pakaian dari dalam lemari, kemudian aku mencocokkannya di depan cermin.
"Hmm, kayaknya kurang cocok deh,"
"Bagaimana dengan yang ini?" tanyaku di.depan cermin pada diri sendiri.
"Nggak deh, apa yang ini aja ya?" Ku coba kemeja putih dengan bawahan rok span berwarna hitam kemudian aku padankan dengan arlogi yang sangat aku sukai.
"Sepertinya ini cocok," pikirku yang kini sudah mulai mengenakannya, setelah itu aku lepas cepolan rambutku, ku gerai rambut coklatku. Ku tambahain riasan sedikit pada wajah dan juga polesan lipstik, tampilan dengan polesan make-up tipis, karena aku yang berniat ingin bekerja, bukan untuk bersenang-senang bersama teman.
"Perfect," satu kata yang ku ucap saat sudah melihat penampilanku pada cermin.
Aku kembali melihat gawaiku, memastikan jika seandainya Dira menghubungiku, karena sejak hari dimana dia mengundaku untuk menghadiri pernikahannya, aku sama sekali belum pernah bertemu lagi dengannya, bahkan aku sama sekali tidak mengetahui paras suaminya. Karena Dira sangat ingin mengenalkan suaminya langsung padaku, bukan melalui sosial media ataupun poto yang akan Dira kirimkan padaku.
"Huh, apa dia begitu sibuk? Sampai nggak bisa menghubungiku," tanyaku dalam hati dan aku mulai mengetikkan sebuah pesan pada gawaiku untuknya.
"Hai Dir, kenapa nggak mengangkat telponku, padahal aku begitu rindu, baiklah.., aku mengerti kau pasti sedang sibuk, lain waktu aku janji akan datang kerumahmu, doain aku keterima kerja ya? Ternyata rindu itu benar berat ya? Apa lagi sekarang kita hanya tinggal berdua. Huh, kalau ingat waktu kita bersama, rasanya aku nggak ingin menjadi dewasa, ya udah.., aku pergi dulu ya?" Isi pesan chat yang aku kirim untuk saudara kembarku, kemudian aku bergegas pergi.
Sesampainya Dara di sebuah perusahaan, dimana ia kan melakukan interview, agar dirinya bisa bekerja di perusahaan itu. Ia sangat gugup, karena ini akan me jadi pengalaman pertama dalam hidupnya yang tak akan dia lupakan.
"Permisi bu, ruangan interview dimana ya?"
"Dilantai empat bu, nanti akan ada nama ruangannya,"
"Oh, makasih ya bu,"
Dara berjalan menuju lift, dan betapa terkenut ya ia saat lift itu terbuka, terlihat jelas sosok pria tampan dengan jas mahalnya tengah ada di dalam.
"Permisi pak," sapa Dara dan kemudian masuk kel lift dan berdiri tepat disamping pria itu yang telah memberikan senyuman ma is untuknya.
"Maaf pak,"
"Iya, ada apa?"
"Ehemm,"
"Kamu karyawan baru? Kok gugup gitu?" tanya pria itu sembari tertawa kecil.
"Semoga aja begitu pak," jawab Dara dan pria itu menyergitkan keningnya.
"Oh, kamu pasti mau interview ya?"
"Nah, iya pak, tapi saya nggak tau ruangannya dimana?"
"Yaudah, kamu ikut saya ya? Kebetulann saya juga mau kesana,"
"Makasih banyak ya pak, untung saya ketemu bapak,"
"Sama-sama,"