webnovel

Ketika Cinta Berlayar di Samudera

Sebuah tragedi tak menyenangkan yang Fabio terima pada masa kecilnya dari teman-teman perempuannya termasuk ibunya sendiri, membuatnya menderita gynophobia (ketakutan dan kecemasan saat berhadapan dengan wanita). Suatu ketika, ia mendapat undangan dari perusahaan luar negeri yang memasok buah-buahan dari perusahaannya, mengundangnya untuk datang, Fabio menyanggupi dengan syarat tidak ada satupun wanita yang akan ia temui di sana. Sekaligus berlibur, Fabio berangkat menggunakan kapal pesiar pribadinya yang tentunya tidak akan ada pegawai wanita yang boleh bekerja di kapal tersebut selama perjalanan berangsung kurang lebih empat bulan. Namun nasib sial Fabio merambah kepada seorang gadis fresh graduate yang diterima bekerja di departemen house keeping di kapal pesiar. Sialnya ia menaiki kapal yang salah yang mana adalah di kapal milik Fabio, sehingga pertemuan keduanya pun tak terelakkan. Darla Altania menjadi satu-satunya wanita yang ada di kapal tersebut tak pelak membuatnya terheran, hingga akhirnya ia mengetahui bahwa pemilik kapal memiliki fobia terhadap kaum wanita. Dengan sikap ambisius dan percaya diri tinggi yang dimiliki seorang Darla, ia melakukan berbagai cara agar tidak diusir dari kapal tersebut demi uang yang tidak sedikit ia dapat dari bekerja sebagai room steward. Lalu apa saja cara-cara yang Darla lakukan agar ia tidak diusir, sementara tak mungkin bagi Darla untuk menunjukkan wajahnya di hadapan pria yang takut dengannya? Akankah dengan kehadiran Darla membuat Fabio semakin takut dan membenci wanita atau justru sebaliknya?

Ilmafaza · Realistis
Peringkat tidak cukup
22 Chs

Dipecat

Untuk beberapa saat hening menyeruak menyelimuti Darla di dalam balok yang membawanya ke dek 10. Ia keluar dari lift itu dengan perasaan bersalah terhadap Anton, walaupun itu bukan kesalahan darinya.

Ada banyak lift di kapal itu, tapi takdir menginginkan mereka bertemu di salah satunya.

Saat melakukan making mad, Darla tak bisa fokus, ia gelisah. Sampai-sampai memasukkan sarung bantal terbalik, dan akhirnya ia harus mengulangnya.

"Apa kali ini aku benar-benar akan diusir dari sini?" gumam Darla cemas. "Pikirkan sesuatu Darla! Kau baru satu minggu berada di sini, jangan biarkan dirimu pergi sebelum mendapat gaji!"

Gerakan tangan Darla tergesa-gesa dalam melapisi selimut. Otaknya tidak untuk benda itu sekarang, tapi tentang masa depannya yang terancam.

"Bagaimana kalau aku ancam mereka untuk ganti rugi saja? Setidaknya jika aku pergi dari sini tidak dengan tangan kosong," pikir Darla.

"Aku harus menemui mereka secepatnya sebelum aku dipaksa angkat kaki dari kapal ini." Darla bergegas menyelesaikan pekerjaannya dan meninggalkan kabin tersebut untuk menemui Fabio dan Anton.

***

Anton berjalan lurus menuju area jogging, perlahan ia mulai berlari menyusul Fabio yang sudah melakukannya terlebih dahulu.

"Pak, aku mohon maafkan aku..." Anton mulai berbicara setelah ia melakukan lari satu kali putaran beriringan dengan Fabio.

Tiba-tiba Fabio berhenti, Anton mengikuti. "Aku sudah menyiapkan kapal kecil untuk kau dan wanita itu, kapal itu sedang menuju ke sini. Silakan persiapkan barang-barangmu," ucap Fabio dingin.

Anton menelan salivanya yang terasa berkali-kali lipat pahitnya, lidahnya kelu untuk bersua. Ia tersenyum pahit. Akhirnya ia merasakan dipecat untuk pertama kalinya dalam sejarah dirinya bekerja.

Hanya karena kebohongannya terungkap untuk pertama kali, Fabio tak bisa mempercayainya lagi.

Anton berdiri mematung, seharusnya ia tak main-main dengan bos-nya jika sudah tahu bahwa seorang Fabio paling membenci kebohongan walau sekecil apapun. Ia tak memikirkan konsekuensinya dengan matang. Mau tak mau ia harus menerima akibat itu sekarang.

"Terima kasih, Pak." Walau ia kecewa, tapi ia tak ingin melupakan kebaikan Fabio selama ini padanya.

Ia bisa bekerja dengannya, tak lain karena belas kasihan seorang almarhum Dimas Febriano. Kakeknya Fabio itu sangat berjasa untuknya karena telah memberinya pekerjaan sejak usianya tujuh belas tahun saat ia sudah menyandang status yatim piatu.

Keuletan dan kedisiplinannya dalam membantu Dimas berkebun, akhirnya ia menjadi salah satu orang yang dipercayai dan disayangi oleh Dimas. Hingga kini ia menjadi orang kepercayaan cucunya dan menjadi asissten pribadinya.

Namun karena Fabio tak suka dengan orang yang tidak jujur, ia pun melupakan sejarah hubungan antara dirinya dan Anton. Entah menyesal atau tidak, keputusan itu sudah terucap di mulutnya untuk memecat asistennya.

"Ya," jawab Fabio singkat lalu melangkah pergi meninggalkan lapangan jogging dan Anton dengan penyesalannya.

"Tunggu!" Anton mencegahnya.

Satu kata yang terucap di mulut Anton tersebut sukses menghentikan langkahnya.

"Mau sampai kapan kau akan terus bersembunyi dari mereka?" Perasaan Anton seperti masih belum puas, oleh karena itu ia bertanya.

"Kau tidak akan bisa menghindari mereka untuk selamanya, mau dalam situasi bagaimanapun kau pasti akan bertemu dengan wanita. Aku yakin kau juga pasti tahu itu, tapi kau memilih menjadi pengecut dan tak pernah berani mencoba untuk melawan rasa takutmu itu. Saat aku tahu kehilangan kedua orang tuaku, saat itu aku juga takut untuk bertemu dengan orang lain, melihat mereka seolah semua menertawakan kesengsaraanku. Berhari-hari aku bersembunyi, tapi kau tahu apa yang aku dapat dari hasi bersembunyi dan menghindar itu? Hanya ada ketakutan yang semakin bersarangg di dalam diriku." Anton mengusap keringatnya, lalu tersenyum nanar.

"Sejak saat itu aku mulai memberanikan diriku melawan rasa takut, aku keluar dari persembunyianku hingga aku bertemu dengan kakekmu. Tak perlu aku jelaskan panjang lebar lagi mengenai apa yang kakekmu lakukan padaku, yang perlu kau tahu, aku merasa hidup kembali setelah bertemu dengannya. Aku selalu berpikir positif setelah itu dan tak pernah lagi mencemaskan nasibku ke depannya..." Anton menelan ludahnya berat. Ia tertunduk sebentar.

"Aku mengatakan ini bukan aku berharap kau mengubah keputusanmu padaku, tapi aku hanya ingin kau mempertimbangkan lagi keegoisanmu itu, pikirkan lagi mau sampai kapan? Trauma itu tidak akan hilang dengan sendirinya tanpa ada keinginan dalam dirimu untuk mengobatinya. Kadang memang sulit membedakan mana trauma, mana benci dan mana dendam. Mereka akan selalu ada di mana-mana, jika kau tak ingin bertemu dengannya selama hidupmu, mungkin kau bisa memilih, tinggal di hutan atau bersembunyi di dalam bumi."

Fabio memutar badannya menghadap Anton, "Sudah cukup nasehatmu?" Begitu jawaban Fabio dengan nada bicaranya yang tenang.

Anton mengangguk dengan senyuman pahit, "sepertinya ya, Fabio." Untuk pertama kalinya ia memanggil nama Fabio tanpa sebutan bapak di depannya. Walau usia Fabio dua tahun lebih muda darinya, tapi ia tak pernah meninggalkan sapaan 'bapak' untuk Fabio tentunya karena Fabio adalah atasannya.

Fabio mengecek jam tangannya, "Pukul tujuh malam, boat itu akan tiba di sini menjemputmu, jangan lupa ya," katanya enteng dan langsung pergi setelah setelah kalimatnya selesai.

Fabio melewati pintu masuk dan tak menyadari jika ada Darla yang bersembunyi di balik daun pintu tersebut. Darla segera menghampiri Anton setelah memastikan dirinya tak tertangkap lensa mata Fabio.

Langkah terlihat ragu dan pelan saat berjalan di hadapan Anton yang menatapnya datar. Anton tak perduli lagi apakah Fabio melihat Darla atau tidak, sebab selisihnya dengan Fabio pergi dan kedatangan gadis itu sangat singkat.

"Walau ini berat bagimu, tapi aku harus mengatakannya, malam ini kita akan pergi dari sini menggunakan kapal boat," kata Anton dingin.

Anton heran melihat ekspresi Darla yang terlihat biasa saja, ia pikir wanita itu akan syok mendengarnya.

"Aku sudah tahu, dan aku ke sini ingin meminta maaf padamu, karena aku kau jadi dipecat." Darla berkata pelan namun dengan ketulusan. Darla tidak terlihat seperti biasanya yang angkuh, pantang menyerah, menyebalkan dan akan mencari cara apa saja demi kemaslahatan dirinya, kali ini tidak, ia mengakui dirinya salah di depan Anton.

Anton berpikir sejenak, apa dia telah mendengar semua perkataanku dan Fabio? Ia menebak-nebak ekspresi Darla. Jika dia mendengar semuanya, pasti dia tahu alasan dirinya tidak boleh ada di sini? Tapi...

"Tidak masalah, lupakan saja, yang penting persiapkan dirimu untuk pergi malam ini." Anton mencoba bersikap ikhlas walau masih ada rasa kesal pada Darla.

"Tapi kau tenang saja, aku akan mencoba berbicara pada Fabio langsung, aku akan bilang ini bukan kesalahanmu, semoga dengan begitu dia tidak jadi memecat dirimu."

Perasaan Anton mulai tak enak, dan sekarang ia yakin bahwa Darla hanya mendengar ucapan terakhir antara dirinya dan Fabio. 'Pasti Darla belum mengetahui kalau Fabio takut dengan wanita', batinnya.