webnovel

Dua Perasaan yang Tersembunyi

Gisel menutup kedua matanya dengan perasaan sangat kecewa ketika dirinya begitu bersemangat ingin menceritakan sosok Roy yang ditemuinya disini tiba-tiba saja sambungan telpon diputus dari sebrang.

Tindakan yang sangat buru-buru dari Naura membuat Gisel sekarang melimpahkannya kepada guling dan benda apa saja yang ada didekatnya akan mendapat sasaran pukulan darinya.

"NAURA, AKU BELUM SELESAI BICARA." Terikan yang hanya bisa didengar oleh tembok hotel.

Adegan itu tidak lama terjadi dan langsung berhenti, Gisel duduk di tengah ranjang dan terdiam.

"Tunggu, apa jangan-jangan Naura? Tunggu dulu, itu tidak mungkin terjadi, Naura sudah bersama Aldi. Laki-laki yang dipilihnya sendiri untuk dinikahinya sangat tidak mungkin jika Naura juga masih memikirkan Roy," lirih Gisel menggigit jari jempolnya yang sekarang sedang berpikir sangat keras.

"Tapi, semua bisa terjadi, tunggu dulu, itu sangat tidak mungkin. Aku sangat paham dan kenal siapa Naura. Perempuan yang sangat setia dengan satu laki-laki, Naura sudah melupakan Roy. Iya benar Naura sudah melupakan Roy tapi kenapa sambungan telpon terputus."

Gisel langsung menjatuhkan tubuhnya pada ranjang yang sangat empuk itu dan berguling-guling diatasnya.

"TAPI ITU SANGAT TIDAK MUNGKIN."

Sekali lagi Naura berteriak dan untung saja ruangan itu kedap udara sehingga suara terikan yang begitu keras keluar dari mulut Gisel tidak akan terdengar oleh tetangga kamarnya.

"NAURA KAMU PUNYA HUTANG PENJELASAN DENGANKU."

Gisel memutuskan memejamkan kedua matanya, Gisel begitu lelah dengan pikirannya sendiri dan mengakhirinya dengan memejamkan mata berharap jika aka nada mimpi indah yang akan merubah cara berpikirnya sekarang.

Iya, semoga saja.

***

Naura langsung mematikan sambungan telponnya ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka dan menampilkan laki-laki tinggi yang telah menemaninya beberapa tahun ini muncul dari sana dan langsung meletakkan ponselnya diatas meja.

"Kamu sudah kembali?" Naura menerbitkan sebuah senyuman dan menarik pungguhnya serta membenarkan letak duduknya.

Kebiasan Naura yang ingin terlihat indah dihadapan Aldi, selalu memposisikan diri yang pas untuk dipandang suaminya tercinta.

"Belum tidur?" tanya Aldi sambil terus melangkah menuju ranjang yang berukuran sedang. Ranjang yang bisa menampung dua sampai empat orang itu dan ranjang dimana Naura sedang duduk lalu memperlihatkan senyuman manisnya.

Naura menggeleng, "Aku masih menunggumu," jawab Naura.

Aldi terdiam beberapa saat.

'Nama itu tadi sepertinya terdengar jelas tapi kenapa masih membicarakan laki-laki itu?' batin Aldi.

"Siapa yang menelpon?"

"Oh, Gisel. Anak itu kembali berulah, sudah beberapa hari keluar negeri dengan tujuan yang tidak jelas dan belum juga mau pulang. Padahal kedua orang tuanya begitu menghawatirkan anak gadisnya yang super manja itu dan lagi sudah puluhan kali orang tuanya menelponku," jawab Naura dengan penjelasan yang begitu gambling, tidak ada yang dtutupi dan memang itu yang terjadi.

Aldi menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang dan menatap mata istrinya.

"Tidak ada yang lain?" Aldi mencoba mencari jawaban atas rasa penasarannya.

Kening Naura mengeryit lalu menggeleng dan mengambil ponsel yang tadinya tergeletak dimeja samping tempat tidur menyerahkannya kepada Aldi.

"Hanya orang tua Gisel dan Gisel saja yang menelponku hari ini tidak ada yang lain. Karyawanku tidak yang menelponku hari ini karena menang tadinya sebelum datang kesini kita sudah rapat dan membicarakan rangkaian pekerjaan ketika aku tidak ada."

Sungguh Aldi begitu penasaran tapi mulutnya begitu berat ketika ingin menyebut satu nama.

Menamati ponsel Naura yang kini ada ditangannya, hanya tergeletak disana. Tangan Aldi tidak berusaha mengaktifkan layar ponsel tersebut dan justru kini meletakkannya dimeja dekat ranjang bagian Aldi berbaring sekarang.

Kedua sisi ranjang memang terdapat meja dengan fungsi beberapa yang berbeda.

Naura masih terdiam ditempatnya dan kedua mata yang tidak berpaling untuk terus menatap suaminya.

"Kenapa? kamu tidak percaya?"

Aldi segera merespon pertanyaan Naura dengan gelelangan kepala.

"Terus kenapa kok hanya diam? Aku sama sekali tidak berbohong Aldi. Aku tadi duluan ke kamar karena tadinya sudah capek dan juga mengantuk tetapi sialnya ketika aku hendak memajamkan kedua mata deringan telpon berbunyi dan aku langsung kembali membuka kedua mata teringat dengan Gisel,"

"Gadis itu selalu bisa menghalalkan berbagai cara untuk bertindak sesuatu diluar nalar seperti tadi aku sudah bersusah payah menelponya. Kalau dihitung kayaknya dalam sehari ini aku menghubunginya lebih dari tiga puluh kali dan satu pun tidak ada yang diangkat. Benar saja ketika aku tadi mau tidur ponselku berdering dan itu adalah gadis yang sangat menyebalkan. Aku menghentikan niatan awalku untuk tidur dan mengangkat telpon dari Gisel, siapa tahu dia berubah pikiran akan segera pulang dan aku bisa menghubungi kedua orang tua Gisel dengan kabar baik,"

"Hanya itu dan aku langsung menutup ponsel ketika kamu masuk ke dalam kamar karena Gisel tidak mau merubah pikiran dan bertahan beberapa hari lagi di luar negeri. Itu sangat tidak penting dan akhirnya aku tutup telponya."

Naura sampai harus memutar tubuhnya ketika penjelaskan tadi kepada Aldi. Naura tahu jika Aldi begitu senang ketika berbicara dengannya kedua mata saling beradu pandang tetapi juga Naura begitu takut sekarang.

'Maaf Aldi," batin Naura.

Merapalkan do'a agar hal baik segara menghampirinya, Naura tidak ingin hal buruk terjadi hari ini dan hari-hari selanjutnya. Aldi adalah hidupnya dan sumber kebahagiaan untuknya.

Sudah, itu sudah sangat cukup untuk Naura.

Rapalan do'a Naura akhirnya terkabulkan ketika Aldi dengan lembut menarik tangannya dan membaringkan Naura pada bantal serta memeluknya miring.

Kehangatan yang begitu damai dan selalu memabukkan, semua yang berhubungan dengan Aldi adalah candu yang begitu kuat. Naura tidak dapat mencegah dirinya untuk selalu waras jika sudah berada didekat laki-laki yang begitu dicintainya.

Detak jantung Naura selalu berpacu cepat ketika berada diposisi yang sangat dekat pada Aldi. Meski terhitung sudah beberapa tahun bersama tetap saja jantungnya belum bisa normal jika berada diposisi itu.

"Cantik sekali istri tersayangku," ucap Aldi memeluk tubuh Naura dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Naura.

Menghirup aroma tubuh yang begitu nikmat dari sana, sebanyak-banyaknya Aldi berada didekat Naura tidak akan pernah membuat Aldi merasa puas.

Candu yang begitu kuat adalah Naura, wanita baik dengan segala keunikan yang Naura miliki membuat Aldi jatuh begitu dalam. Itu yang dirasakan Aldi.

Naura membalas pelukan hangat Aldi membawa tubuh Aldi untuk semakin tenggelam pada lekukan tubuhnya. Menyembuyikan tubuh Aldi pada tubuh mungilnya jika dibanding dengan Aldi. Meski tidak bisa Naura harap orang lain tahu jika Aldi adalah miliknya.

Hanya miliknya seorang tidak akan Naura biarkan orang lain mengakui suaminya ini. Tiba-tiba saja sosok wanita cantik dan modis itu kembali mengusik Naura.

Naura memejamkan kedua matanya berusaha untuk menghilangkan sosok itu dalam pikirannya. Dia kesini bertujuan berkunjung dan juga bisa memiliki waktu banyak bersama Aldi.

Tidak akan Naura biarkan pikiran buruk menghasutnya dan menggagalkan rencana indahnya.

"Aku sangat percaya dengan istri cantikku."

"Terima kasih Aldi."

Naura begitu senang sekarang tetapi rasa senangnya tidak selebar biasanya. Ada hal yang ditutupi dari Aldi.

'Maaf Aldi'

'Aku akan menunggumu bercerita dengan sendirinya karena kamu adalah wanitaku'