Sinar matahari pagi membangunkan Alivia dari mimpi indahnya. Ah bukan. Itu bukan mimpi indah. Tapi mimpi buruk ketika dia berada di jalan dan ada orang asing yang membawanya. Via sapaan akrab gadis itu. Ia mengucek matanya beberapa kali. Kini ia berada di tempat yang sangat asing. Yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
"Astaghfirullah.. aku kesiangan.. Alivia terperanjat. Dia segera turun dari ranjang yang tidak terlalu empuk itu. Via berniat membuka pintu karena tidak ada kamar mandi di dalam kamar itu.
Ceklek ceklek. Berulang kali Via menarik handel pintu ternyata dikunci.
"Ya Allah bagaimana ini? dikunci. Aku tidak bisa keluar kalau begini caranya."
"Tolong... Bukakan pintunya.. saya mau salat!!" teriak Via dari dalam kamar. Lama dia berteriak tapi tak juga ada yang membuka. Alivia terduduk lesu di lantai. Tasnya juga tidak ada. Padahal uang saku dan pakaiannya ada di sana semua. 'Ya Allah tolong hamba.' Alivia akhirnya bertayamum. Beruntung karena dia memakai gamis. Jadi dia bisa shalat. Kondisinya saat ini darurat. Dia tidak akan pernah meninggalkan salatnya meski ia tak sengaja terlambat.
"Ya Allah tolong bantu hamba keluar dari sini. Tolong lindungilah hamba dari orang-orang yang ingin berbuat jahat pada hamba ya Allah."
Selesai salat dan berdoa, Alivia mendengar suara berisik di luar kamarnya. Suara gadis yang teriak-teriak minta tolong. Alivia berdiri lalu mendekatkan telinganya di pintu. Berusaha mendengar pembicaraan dari orang-orang yang berada di luar. Sekilas ia mendengar kalau orang yang ada di luar itu sedang membawa gadis keluar dari kamar untuk dibawa entah kemana.
"Aku ga mau.. Aku ga mau.." teriak seorang gadis yang berada di luar. Alivia ketakutan. Dia takut diperlakukan sama seperti gadis-gadis itu.
Ceklek ceklek. Alivia mendengar bunyi orang membuka kunci pintu. Gadis itu mundur. Dia ketakutan. Saat ada dua orang lelaki masuk ke dalam kamarnya. Salah satunya memakai topi. Dan yang lain berwajah seram ada keloid di pelipisnya. Alivia bergidik ngeri.
"Ayo ikut kami bertemu bos."
"Mau apa? saya dimana?"
"Tidak usah banyak omong. Ayo cepat ikut kami." tanpa menunggu jawaban Alivia, kedua lelaki itu menyeret gadis itu keluar dari kamar. Alivia berteriak minta tolong. Berkali-kali dia berteriak. Tapi percuma tidak ada yang mendengar.
Via dibawa ke sebuah ruangan yang amat besar. Mata Alivia melotot saat melihat begitu banyak gadis yang berada di dalam sana. Lalu ada seorang lelaki tinggi besar yang duduk di tengah-tengah. Alivia tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup Topi dan kacamata hitam. Tubuhnya dibalut jaket kulit berwarna coklat. Sambil menghisap rokoknya, ia memilih satu persatu gadis yang maju. Alivia mengedarkan pandangannya. Tak ada satupun gadis yang berhijab di sana. Hanya dirinya saja.
"Ini mau diapain sih?" gerutu Alivia pada dua orang lelaki yang menyeretnya.
"Duduk di sini! Dan kamu harus segera maju, kalau bos kami memanggilmu."
"Memangnya dia tahu namaku?"
"Sudah tidak usah berisik. Cewek bawel."
Alivia masih mengedarkan pandangannya. Gadis-gadis itu maju satu persatu ke hadapan lelaki bertopi itu. Entah siapa namanya. Alivia tidak mau tahu. Gadis itu di tatap dari ujung rambut hingga ujung kaki. Jika si pria bertopi itu mengangguk, maka ada lelaki yang mungkin asistennya, siap membawa gadis itu keluar dan pecahlah tangisan si gadis itu. Tapi kalau pria itu menggeleng. si gadis itu hanya diam dan seperti menghela nafas lega. Entah apa maksudnya. Alivia tidak mengerti.
Pria itu tiba-tiba menunjuk dirinya. Alivia ketakutan. Akankah dia akan bernasib sama dengan gadis yang keluar dengan menangis atau gadis yang bernafas lega? Berat kaki ini untuk melangkah. Tapi ada dua orang berkulit hitam di samping kanan dan kirinya yang memaksa Alivia maju ke depan pria bertopi itu.
Gadis bermata almond itu duduk di depan pria bertopi. Pria itu menelisik wajah Alivia singkat. Lalu menggebrak mejanya.
Brakk!! Semua yang ada di ruangan itu kaget bukan main dengan apa yang dilakukan oleh pria bertopi.
"Siapa yang bawa gadis ini ke sini?"tanya pria bertopi dengan suara yang menggelegar memenuhi seluruh ruangan.
"Saya Tuan." Pria berbadan kurus yang kemarin berpura-pura menolongnya.
"Hei kamu laki-laki kurang ajar. Dimana tasku?" Alivia tiba-tiba berdiri mendekati pria kurus itu dan memukulinya.
"Eh siapa yang nyuruh kamu berdiri?" ucap pria bertopi itu pada Alivia. Gadis itu ketakutan walau hanya mendengar suaranya saja. Via pun akhirnya duduk kembali di tempat duduknya yang berhadapan dengan pria bertopi itu.
"Saya yang membawa gadis ini, Tuan Astha."
"Kamu bisa nyari barang bagus apa tidak? perempuan serba tertutup begini apanya yang menarik?"
"Iya makanya kalau tidak menarik, dilepasin saja." gerutu Alivia yang masih bisa didengar oleh Pria yang dipanggil dengan nama Astha itu.
"Diaammm!!" teriakan Astha membuat Via ketakutan. Bibirnya bergetar. Entah antara ketakutan dan rasa lapar.
"Tuan, selama ini kita sering mendapat gadis-gadis dengan pakaian terbuka. Kenapa tidak kita coba yang pakaiannya tertutup? barangkali di balik pakaiannya yang tertutup itu tersimpan mutiara. Dan bisa menghasilkan uang banyak untuk Tuan," ucap laki-laki kurus itu mencoba merayu Astha.
"Bener juga kamu. Buka jilbabnya!" Titah Astga dengan senyum liciknya.
"Hei Tunggu!! Tidak boleh. Kamu berani menyentuh saya sedikit saja, akan saya tendang kamu."
"Reza, buka jilbab gadis ini. Saya ingin tahu seperti apa dia tanpa jilbab."
"Ayo berani mendekat saya tendang kamu!!" ucap Alivia sambil memasang kuda-kuda. Tangan Alivia tiba-tiba di cengkram oleh anak buah Astha. Via meronta dengan menggelengkan kepalanya berulang kali agar anak buah Astha tidak bisa membuka jilbabnya. Alivia yang pernah belajar karate. Spontan mempraktekkan ilmu beladirinya. Dia menendang selangkangan kedua anak buah Astga dengan tendangan yang tidak terduga. Kedua anak buah Astha menunduk lalu mengaduh kesakitan. Cengkraman tangan mereka di lengan Via akhirnya terlepas.
Astha sontak berdiri saat melihat kedua anak buahnya kesakitan akibat tendangan Alivia yang sangat keras.
Astha mendekat hingga dia dan Via kini saling berhadapan.
"Berani kamu menendang anak buahku? sok jagoan kamu?"
"Aku akan berubah jadi jagoan saat itu berhubungan dengan harga diriku. Aku tidak akan membuka auratku pada siapapun yang bukan mahramku. Aku akan menjaganya walau aku harus bertaruh nyawa. Aku lebih baik mati dari pada kehilangan harga diriku. Kamu paham?" Alivia tak segan menatap tajam Astha. Laki-laki itu mencengkram kuat lengan Alivia.
"Lagi pula tidak akan ada yang tertarik dengan tubuhmu. Kurus kerempeng. Dada rata. Jangan sok kamu. Bawa dia ke kamar pembantu. Jadikan dia pembantu. Jangan biarkan dia pergi dari sini." Titah Astha kemudian pada anak buahnya.
"Lebih baik aku jadi pembantu dari pada harus kehilangan harga diriku. Camkan itu!!"
"Dasar cewek bego. Dijual juga ga bakalan laku." Astha tersenyum sinis. Baginya Alivia sama sekali tidak menarik.
"Lepasin aku. Aku bisa jalan sendiri." Teriak Via. Namun tak digubris oleh anak buah Astha.