"Maaf, Bun. Bukannya aku ingin membuat Bunda cemas. Hanya saja, aku butuh waktu. Waktu untuk menjadi diriku sendiri, tanpa ada nama orangtua atau mertua, dan waktu untuk memahami bagaimana caranya membangun biduk rumah tangga, dan mengenal apa itu arti dari cinta."
Aku mengulum senyum tatkala Bima mengatakan hal itu. Dari pada dia menjadi seorang pengusaha, kurasa dia lebih pantas menjadi seorang penyair. Ucapannya itu lho, benar-benar puitis sekali. Bak pujangga yang tengah mencari cinta lewat bait-bait kata mutiara.
"Oh ya, Nak Arjuna, Nak Manis. Kalian menginap, kan?" tanyanya Bunda Bima pada akhirnya. kalau sudah urusan orangtua, mana mungkin aku bisa menolaknya.
"Iya, Bulik. Semalam tidak apa-apa," kujawab.
Bima lantas menyenggolku kemudian dia tersenyum lebar, menarikku untuk masuk ke dalam rumahnya yang sangat megah dan besar.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com