Kamboja, wangimu begitu nyata. Semerbak menghiasi panca indra.... Rupamu indah, bagaikan bulu-bulu angsa yang tengah terbang di cakrawala.... Biasmu sempurna saat sang embun membelaimu dengan begitu mesra.... Namun sayang, kenapa kau harus menjadi lambang lara.... Duka yang tak kunjung usai untuk hati yang terlunta-lunta.... Atau bahkan, sebagai penyambut rasa atas raga yang telah tiada.... Kamboja... itu kamu....
Ketiga pemuda itu saling toleh, seolah mereka bingung dengan apa yang kutanyakan. Untuk kemudian, pemuda yang memakai kaus garis-garis, yang sangat sopan itu tampak tersenyum dengan begitu ramah, sembari menggaruk tengkuknya yang ndhak gatal.