webnovel

Jika Itu Kamu

Gelombang biru yang besar telah menarik Mila ke dalam dunia novel yang dibuat oleh ibunya sendiri! Awalnya, Mila menyukai dirinya berada di dunia novel, tapi itu tidak bertahan lama. Adengan demi adegan sudah dilalui Mila. Ternyata Ibunya suka membuat tokoh utama menangis. Tujuan Mila sekarang adalah untuk keluar dari dunia novel! Dia tidak mau menjadi tokoh utama. Sampai akhirnya, ada seseorang yang menyadari bahwa dirinya tidak berada di dunia nyata. Orang itu membantu Mila agar sama-sama bisa keluar dari dunia yang fiksi ini. Apakah Mila bisa keluar dari dunia novel? atau takdir berkata lain?

Syafira_Putt · Fantasi
Peringkat tidak cukup
12 Chs

*Benci*

"Dengar, kau tidak bisa berkata seperti itu sebelum mengetahui sebenarnya," protes Mila.

"Sebenarnya? Bukankah aku sudah bilang kalau ibumu itu orang jahat sekaligus serakah." Arka yang tadinya berjongkok segera berdiri. Ia tak suka berada di dekat anak dari wanita yang sudah membuatnya terlempar di dunia ini. "Jangan muncul di hadapanku lagi." sungut Arka. Setelah itu, dia beranjak menuju keluar rumah besar tersebut.

"Hey! Tunggu. Aku belum selesai berbicara denganmu!" Mila berusaha bangkit walaupun raganya masih terasa lemas.

Arka semakin mempercepat langkah.

"Kau..." rasa nyeri mendera di perut datarnya. Mila tak sanggup untuk berteriak lagi. Yang dia butuhkan sekarang adalah makanan. Mila beralih ke dapur. Bagaikan orang yang belum makan selama bertahun-tahun, Mila mengambil makanan dalam jumlah cukup banyak. Namun anehnya, sebanyak apapun ia makan, tubuhnya tetap ramping.

"Aku akan mengejarmu setelah aku kenyang nanti!" ujar Mila penuh tekad seraya menatap punggung Arka yang kian menjauh.

Baru beberapa sendok Mila makan, tubuhnya ditarik oleh sesuatu. Suara decitan yang begitu keras membuat Mila menjatuhkan sendok agar bisa menutupi kedua telinganya.

Perlahan Mila membuka mata. Suasana di sekitarnya berubah menjadi bising.

"Kekasih kakak butuh dukungan. Kakak harus meneriaki namanya!" seru Lysti semangat.

Ingin sekali Mila pergi dari tempat itu. Namun, raganya sangat sulit digerakkan sesuai keinginannya sendiri. "Drama apalagi ini," batin Mila merasa jenuh.

"RYON! SEMANGAT!"

'Astaga! kenapa mulut ini berteriak?' gerutu Mila dalam batin.

"Woah," Lysti begitu takjub.

"Tutup mulutmu. Ada banyak lalat yang berkeliaran di sini," ujar Lala.

Lysti segera mengatupkan mulut.

"Tadi itu apa? Kenapa dia meneriaki nama Ryon?" bisik Jovita pada temannya yang duduk di bangku depan. Hanya terpaut jarak 1 baris dari Lala dan Lysti.

"Kita harus berteriak sekeras dia agar perhatian Ryon teralih pada kita." ucap Kayla.

"Benar kata Kayla. Kita berteriak seheboh mungkin agar Ryon melempar senyum ke kita," imbuh Ina.

Mereka bertiga mulai beraksi.

"KAK RYON BEGITU MEMPESONA."

"KERINGATNYA,"

"WAJAHNYA BEGITU TAMPAN!"

"BISAKAH AKU MEREBUTNYA DARI LALA?!"

"JANTUNGKU!"

Suara Mereka bertiga yang cempreng membuat Lysti dan Lala merasa risih. Terlebih lagi Mereka meneriaki Laki-laki yang sudah jelas memiliki kekasih. Se-antero sudah tahu bahwa Ryon dan Lala berkencan, tapi apa yang dilakukan Mereka bertiga saat ini?

"Kalian harus diberi pel- aww!" rintih Lysti kesakitan sebab kepalanya barusan terkena bola basket cukup kencang. Tubuhnya refleks terjatuh.

"Lysti!" Lala buncah. Ia bertekuk lutut untuk menopang kepala Adiknya.

Pandangan Lala menjadi berputar-putar. Bahkan wajah Kakaknya kini menjadi tiga. Hingga akhirnya semua menjadi gelap.

Jovita, Ina serta Kayla terkekeh kesenangan. Ryon spontan berlari setelah melihat keadaan Lysti dari jauh.

"Lysti. Sadar," raut muka Ryon sangat panik. Ia menggendong Lysti dengan kedua tangannya untuk membawa Gadis itu ke UKS.

"Pasti dia pura-pura."

"Dasar wanita murahan!"

"Kenapa Lala diam saja?"

Jovita dan teman-temannya mulai mengoceh. Lala mulai merasa muak. Ia mengalihkan pandangan, kemudian menatap tajam tanpa kedip sedetik pun.

"Sudah. Jangan pedulikan Mereka." pinta Ryon. Lala menurut. Dia langsung mengikuti Kekasihnya dari belakang.

"Sayang, bangunlah." lirih Ryon pada Lysti yang sedang tak sadarkan diri.

Keadaan sekolah yang riuh membuat Lala tak mendengar perkataan yang diucapkan oleh Ryon barusan.

"Aku tak sengaja melempar bola itu ke arahmu,"

***

"Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kau pergi. Nanti Lala menjadi curiga," ujar Lysti. Namun, Ryon tetap saja duduk di sebelahnya.

"Tenang saja, sayang. Kantin sedang ramai. Dia pasti sekarang sedang mengantri," ucap Ryon kedua tangannya tetap menggenggam erat telapak lengan Lysti.

"Oh ya, tadi aku sekilas melihat kau akan bertengkar dengan teman sekelasku. Ada masalah apa? Apakah mereka mengganggumu?"

"Mereka tidak mengganggumu. Tapi, Mereka mengatakan akan merebutmu dari Lala," jawab Lysti.

"Bukankah itu baik?"

"Jelas tidak. Kau ini bodoh atau apa? Aku harus berpura-pura membela dia agar Lala tidak curiga bahwa kita memiliki hubungan," jelas Lysti.

"Aku mengerti, sayang."

"Jika kau sudah mengerti, mengapa kau bertanya?" dongkol Lysti.

"Karena aku sedang melihatmu marah. Wajahmu saat marah terlihat menggemaskan," Ryon mencubit pipi tirus Lysti.

Semburat merah muncul di pipi Gadis itu. Bulshing.

"Interaksi kalian begitu manis," tiba-tiba Lala sudah ada di antara Mereka. Dia berdiri tepat di depan pintu.

Kedua mata Lysti membulat. Sedangkan Ryon spontan melepaskan cubitannya.

"Ka-kakak sejak kapan ada di situ?"

Lala berjalan mendekat. Ryon takut Lala sudah mendengar pembicaraan Mereka sedari tadi. Ia tak bisa membayangkan jika Lala akan memutuskan hubungan, maka rencana yang dia susun bersama Lysti akan hancur begitu saja.

"Tidak lama. Kalian sudah lapar? Cepatlah makan ini sebelum bel berbunyi," Lala meletakkan satu bungkus plastik yang berisi makanan serta minuman.

"Terimakasih, sayang." bibir Ryon melengkung indah. "Apakah kantin sedang sepi? Mengapa kau cepat sekali kembali?"

"Tidak. Kantin sangat ramai, tapi Varo membantuku."

"Dia membantumu pasti ada maunya," tukas Ryon.

"Kau cemburu?" Lala tersenyum tipis. Dia senang karena Ryon nampak tak suka mendengar nama Varo disebut. Varo dan Ryon sudah bersahabat sejak kecil, namun Mereka menjadi renggang semenjak Varo menyatakan perasaannya pada Lala walaupun Varo sudah tahu kalau Lala mempunyai Kekasih.

"Ya. Aku cemburu," jawab Ryon.

"Aku tahu kau cemburu, tapi dia mengatakan kalau dia sudah berhenti menyukaiku." ucap Lala.

Ryon mendecih. "Mulutnya itu buaya."

"Jika kau tidak mempercayai Varo berarti kau tidak mempercayaiku juga," Lala mulai tersulut emosi.

"Kau lebih membela Varo daripada aku?"

"Tidak. Bukan begitu aku hanya ingin kalian berdua berteman lagi seperti dulu," jawab Lala dengan nada tenang.

"Bohong."

"Eh, sudah. Kalian jangan seperti itu. Bel lima menit lagi akan berbunyi. Apa kalian tidak akan makan?" Lysti mencoba melerai. Ada jeda hening di antara Mereka bertiga sampai akhirnya Lala angkat suara.

"Benar katamu," respons Lala.

Batin Mila berteriak kesenangan. Akhirnya dia bisa memakan sesuatu walaupun tengah melakukan adegan. Melihat bakso yang menggiurkan kembali membuat perutnya berbunyi.

Satu sendok akan masuk ke mulut mungil Lala yang jiwanya merupakan jiwa seorang gadis malang, Mila.

Akan tetapi, suara decitan terdengar keras. Mila menggerutu. Tubuhnya kembali ditarik. Dia mencoba menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa yang menariknya. Namun, rasanya sangat sulit.

Sekarang dirinya kembali ke sofa di mana makanan yang dikeluarkan dari kulkas terpampang di hadapannya. Tidak. Mila kali ini tidak bergairah untuk makan. Dia harus mencari Arka untuk menjelaskan kalau ibunya tak bersalah dan juga dia ingin mengetahui penyebab kematian ibunya Arka.

Mila berlari keluar bangunan besar itu. Di hatinya dia tak berhenti berdoa kepada Tuhan.