webnovel

Jejak Masa Lalu

"Jika kau ingin memulai hidup yang baru, lupakan bayangan masa lalumu!" Ya, kata itu memang sangat mudah diucapkan oleh semua orang termasuk diriku sendiri ketika menyadari untuk memulai kehidupan baru di masa depan. Tapi nyatanya...

Michella91 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
287 Chs

Pulang terlambat

Sejak berakhirnya hubunganku dengan Choco, aku tidak menduga akan berdampak buruk pula pada hubungan keakrabanku dengan kak Janet selama ini.

Siapa yang tidak tahu akan hal itu, hubunganku dengan kak Janet selalu di kenal baik dan akrab serta dekat. Kami sudah layaknya sepasang kakak dan adik, bahkan jauh sebelum aku mengenal Choco, sepupunya.

Tapi kini, seperti ada sebuah jarak yang membuat kami saling menjauh. Setiap kali aku melihat kak Janet, secara otomatis wajah ini dipalingkan.

Usai pulang sekolah, aku berjalan kaki menuju gang rumah seperti biasanya. Lantas dari kejauhan aku melihat sosok yang tidak asing bagiku melaju dengan mengendarai motor ke arahku.

"Aduh, kasian bibi kecilku ini," sapanya menggodaku.

Dia cucu keponakan ibuku, Reno. Meski usianya terpaut jauh dariku, tapi dalam adat kami dia harus memanggilku dengan sebutan bibi.

"Tsk, bukannya menawarkan diri untuk mengantarku pulang, malah meledekku. Huh!" aku menjawab dengan memanyunkan bibirku.

"Hahaha, aku baru saja dari rumahmu, Bi. Mmh... Boleh saja, aku antar dan putar balik ke rumahmu lagi, tapi kau harus ikut aku dulu."

"Kemana?" tanyaku segera.

"Ada sesuatu yang harus aku beli untuk di kantor," jawabnya menerangkan.

Aku pikir jika aku mengikuti ajakan dan sarannya, ibu tidak akan marah saat aku pulang terlambat ke rumah.

"Baiklah," jawabku singkat seraya menaiki motornya di belakang.

Lantas kami melaju menelusuri jalanan begitu keluar dari sebuah gang tadi. Laju motor yang di kendarai oleh Reno begitu cepat, sehingga aku memegangi bagian pinggulnya dengan sangat erat.

Sesaat kemudian, laju motornya berhenti di sebuah pertokoan yang menjual segala macam makanan ringan dan berbagai macam kopi di dalamnya, lebih tepatnya ini sebuah minimarket terbesar di kampung ini.

Aku mengekor di belakang Reno yang sibuk memilih segala macam yang terjual di dalam toko ini. Aku tidak berani menoleh ke kanan dan ke kiri, aku memang selalu memiliki rasa minder saat di tempat keramaian seperti ini.

Begitu usai memilih banyak makanan, Reno pergi menuju sebuah meja kasir untuk melakukan transaksi pembayaran.

"Ini, minumlah!" kata Reno sembari menyodorkan sebotol minuman segar ke tanganku. Sangat pas dengan cuaca panas siang ini.

"Yeay, makasih..." ucapku sembari membuka botol minuman itu.

Setelah menegaknya setengah botol, Reno mengajakku segera kembali dan  mengantarku pulang sampai di rumah.

Kami kembali menelusuri jalan yang sama, namun di tengah perjalanan kami, seseorang tiba-tiba datang dan dengan sengaja mengarah ke depan laju motor Reno.

Reno berhenti di sisi jalan, begitupun laki-laki yang kini berhenti tepat di sisi Reno dengan sebuah motor klasik berwarna merah hitam.

"Hai, kau darimana? Woah, apakah kau mengajak kabur anak orang?" sapanya pada Reno dengan tawa cekikikan.

"Eeh, sembarangan bicara. Dia bibiku," jawab Reno sambil menunjukku.

Entah siapa dia, tapi senyumnya itu...

"Bibi? Hahaha... Bibi? Yang benar saja, aku bisa menebaknya dia masih usia berapa," tanggapannya pada Reno sambil melirik ke arahku.

"Akh, sudahlah. Kau tidak akan mengerti jika kujelaskan, aku baru saja membeli perlengkapan untuk dapur kantor. Melelahkan, setelah ini kita akan sering sekali lapar dan haus saat lembur kerja." Reno mengeluh menjelaskan apa yang baru saja dia lakukan, namun pandangan laki-laki di depannya itu terus mengarah padaku.

"Hei, aku berbi..." ucapan Reno terhenti lalu menoleh ke belakangku. "Ya Tuhan, apa kau berniat menggoda bibiku? Meski dalam istilah aku ini keponakannya, bagiku dia tetepa adikku. Jangan berani macam-macam," lanjut Reno menghardiknya.

Aku menundukkan kepala, sedang dia kembali tertawa mendengar ocehan Reno yang mengomeli nya.

"Ayolah, jangan terlalu galak! Kau tidak pantas memasang wajah galak begitu. Hahaha..."

"Choco, kau ini sungguh sialan!" Reno menyebut nama Choco disertai canda tawa.

Sontak saja membuatku menoleh seketika, bagaimana bisa nama Choco disebut oleh Reno pada laki-laki di depanku ini.

"Hahaha, baiklah. Aku akan pulang, kau cepatlah kembali ke kantor, dua jam lagi aku akan menyusul," ucap laki-laki itu seraya menyalakan mesin motornya dan melaju pergi begitu saja.

Begitupun Reno, dia menyalakan mesin motornya dan melaju pergi. Diam-diam aku menoleh ke belakang, aku bertanya-tanya dalam hati. Mungkin dia salah satu rekan kerja Reno, tapi bukan itu yang aku bingungkan. Melainkan nama, kenapa namanya harus Choco?

Setelah sampai di rumah, tepat di depan halaman rumahku. Aku segera turun dari motor Reno, ibu menyambutku keluar yang sudah tentu dengan wajah cemas karena hari ini aku pulang terlambat.

"Nek, aku langsung pamit. Aku harus ke kantor, maaf. Aku mengajak Rose pergi berbelanja barusan, jadi dia pulang terlambat," terang Reno sambil menyalakan laju mesin motornya dan beranjak pergi tanpa mendengar basa basi dari ibuku.

"Hah, syukurlah. Kau pergi bersama Reno, ibu sungguh khawatir dan cemas, Nak!" ucap ibu menghela napas panjang.

"Hehehe... Maaf, Bu. Tadi si Reno bilang dia akan mengantarku pulang asal menemaninya belanja dulu," jawabku dengan senyuman nyengir.

"Ya sudah, ayo masuk. Ganti seragammu lalu makan siang, kau pasti sudah lapar."

Aku tersenyum menanggapi ucapan ibu. Meski ibu memiliki sikap yang begitu tegas dan selalu disiplin padaku, aku tahu sifat seorang ibu akan tetap memiliki rasa takut saat anaknya pulang terlambat dari suatu tempat.