webnovel

Jejak Masa Lalu

"Jika kau ingin memulai hidup yang baru, lupakan bayangan masa lalumu!" Ya, kata itu memang sangat mudah diucapkan oleh semua orang termasuk diriku sendiri ketika menyadari untuk memulai kehidupan baru di masa depan. Tapi nyatanya...

Michella91 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
287 Chs

Ikatan janji

"Rose, kemari! Aku akan mengeringkan rambutmu!" Choco keluar kembali dari dalam kamar membawa handuk kecil.

"Biar aku saja, Co." kuraih handuk kecil di tangannya, lalu mengusap rambut di kepalaku.

"Biar aku saja!" Choco meraih paksa handuk itu lalu dengan lembut mengusapnya di kepalaku.

Rambutku jadi sedikit berantakan karena Choco mengusap rambutku sepertinya dengan sengaja membuatnya jadi seperti sarang burung.

"Hahaha, rambutmu seperti sarang burung!" ujar Choco dengan tawa mengejekku.

Aku menatapnya tajam dengan bibir sedikit manyun.

"Apa kau suka aku terlihat jelek?" tanyaku kemudian.

"Ah, ehm... Aku hanya bercanda, kemari. Aku akan merapikannya," sahutnya yang kemudian merapikan rambutku dengan lembut dan menyibaknya dengan pelan ke belakang.

Cup!

Choco mengecup keningku kemudian. Aku tersentak dan menatapnya dengan tercengang.

"Katakan, kenapa kau menangis tadi? Apakah ayah dan ibumu memarahimu karenaku?"

Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku. Aku terpaksa berbohong, dengan begitu Choco tidak akan kecewa lagi.

"Lalu?"

"Aku masih ingin kau disini bersamaku."

"Hem... Kau yakin, hanya itu alasanmu?"

Aku mengangguk pelan sambil menatapnya tanda berkedip. Aku ingin terus menatap wajahnya tanpa rasa bosan.

Dia tersenyum manis padaku, "Apa kau begitu mencintaiku saat ini, Rose?"

"Co, aku tidak tahu apa arti cinta yang sebenarnya. Tapi entah kenapa aku begitu takut dan berat melepasmu kembali ke kota lalu kita kembali berjauhan, aku begitu takut membayangkan bagaimana setelah ini aku mengobati rinduku, bagaimana jika aku sedang ingin memelukmu, bagaimana jika setelah ini aku..."

Belum sempat meneruskan ucapanku lagi, Choco mencium bibirku. Aku terdiam, membiarkannya bermain dengan bibirku, memberikanku kehangatan kali ini.

Perlahan, kami mulai berciuman kembali. Di ruang tamu, rumah kak Janet. Lagi dan lagi, kami seolah hilang kontrol dan selalu ingin menikmati sentuhan bibir ini.

Aku mendesah pelan merasakan kehangat ciuman bibir Choco yang kurasa jauh lebih berbeda kali ini. Aku hampir kehilangan kesadaranku menikmati ciumannya yang membuatku merasa bergidik.

Choco menarik pinggangku untuk lebih menempel ke tubuhnya saat ini. Satu tangannya mengeratkan pelukannya padaku, satu tangannya lagi memegangi leherku seakan dia takut aku melarikan diri dari ciumannya.

Aku berusaha segera menyadarkan diri dimana aku saat ini. Aku tidak mau mempermalukan diriku kembali di depan kak Janet. Meski kami sudah seperti keluarga, tapi dia tetap sepupu Choco, orang lain bagiku.

Namun, Choco mencengkram kuat pinggangku. Lantas menurukan satu tangannya hingga mendarat dibagian dadaku. Aku tersentak membelalakkan kedua mataku di tengah ciuman bibirnya.

"Choco, maafkan aku! Aku... Aku belum bisa," jawabku dengan canggung setelah berusaha melepaskan diri dari cengkraman Choco.

"Umm, eh... Ah, ti-dak. Tidak apa-apa, aku lah yang harus meminta maaf padamu, Rose. Aku, aku lepas kendali. Ciuman bibirmu kali ini membuatku lupa segalanya."

Aku sedikit canggung juga takut dan seakan detak napasku berhenti begitu saja. Rasanya tidak nyaman, hampir saja Choco akan menyentuh aset berhargaku ini. Meski aku dan dia sudah berciuman, rasanya tidak adil dan aku belum siap jika Choco inginkan lebih dari ini.

"Aku... Aku mengerti," jawabku sekenanya.

"Rose, berjanjilah padaku! Kamu akan setia dan jangan pernah mengkhianatiku, kamu akan terus setia menungguku sampai aku kembali menemuimu disini. Kau mengerti?" ujar Choco kemudian dengan nada serius.

Aku tertegun menatap wajahnya, hal itu lah yang ingin aku sampaikan padanya kali ini, dan dia mendahuluiku.

"Aku harap kau juga begitu, Co!"

"Tentu, tentu saja aku akan berjanji dan selalu setia padamu."

"Hem, baiklah. Aku akan selalu menunggu kabarmu," jawabku lagi.

"Iya, Sayang. Bawel amat sih," tukas Choco mencubit gemas ujung daguku.

Kemudian, Choco melirik jam di pergelangan tangannya. Cuaca pun sudah terang benderang tanpa awan mendung dan hujan seperti sebelumnya tadi.

"Umh, sepertinya aku harus segera kembali ke kota. Cuaca sudah mulai bersahabat, aku harus sampai di rumah sebelum malam tiba nantinya."

Aku menganguk dengan helaan napas panjang. Yah, aku percaya janji yang kita ucapkan akan benar-benar terjaga. Choco benar-benar menyukaiku, dia juga pasti mencintaiku.

Tadinya, aku sangat gugup dan takut. Kami menjalin hubungan dan berpacaran tanpa bertatap muka sebelumnya. Dan itu membuatku ragu kalau saja mungkin, Choco akan kecewa setelah bertemu denganku.

Choco beranjak berdiri, aku pun sama. Kami saling berhadapan lalu kembali berpelukan. Kenapa rasanya begitu sesak, waktu dua hari bersama dengannya rasanya tidak cukup.

"Aku sayang kamu, Rose. Waktu kita begitu singkat, tapi sangat berarti bagiku. Meski, banyak hal yang terjadi dan mengundang tawa untukku. Aku tidak percaya kau belum pernah berciuman, hahaha..."

"Ih, Choco! Kau menyebalkan!" aku memukulinya dan mencubitinya karena menahan rasa malu atas ejekannya barusan.

"Kalian sudah selesai melepas perpisahan?" kak Janet kembali menghampiri kami dengan disusul suaminya.

"Co, ayo. Kakak akan mengantarmu sampai di halte," ajak kak Ikram kemudian.

"Hem, baiklah. Aku akan mengambil tasku dulu, Kak!"

"Hei, sudah kakak ambilkan!" sahut kak Janet.

"Hemm... Kakak memang terbaik!" sahut Choco memujinya.

Lalu, kembali aku harus menyaksikan kepergian Choco yang akan kembali ke kota nya. Aku berusaha menahan air mata melihatnya melambaikan tangan berkali-kali menoleh padaku. Hingga perlahan dia benar-benar hilang dari pandanganku.

"Rose," panggil kak Janet mengejutkanku.

Aku menolehnya segera dengan tarikan napas dalam.

"Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan. Percayalah, Choco benar-benar menyukaimu."

"Hem, iya, Kak. Aku percaya itu!"

"Tapi bagaimana dengan hatimu untuknya, Rose?" tanya kak Janet kembali. Dia terlihat meragukanku yang benar-benar telah jatuh hati pada adik sepupunya itu.

"Aku pun sama, Kak. Apa kakak meragukanku?"

"Aku tidak meragukanmu, aku kenal betul bagaimana dirimu. Tapi, orang tuamu..."

Oh Tuhan, tentu Choco akan menceritakan perlakuan ayah dan ibuku.

"Kak, seiring waktu berjalan aku yakin mereka akan menyukai Choco. Saat ini, mereka hanya butuh waktu dan pembuktian karena mereka juga baru mengenal dan bertemu dengan Choco."

"Hem, yah... Baiklah, aku hanya tidak ingin seseorang mematahkan hati adikku itu. Meski dia hanya sepupuku, tapi aku sangat menyayanginya."

"Aku berjanji, akan selalu membuat Choco bahagia, Kak."

"Waaah... Sepertinya kau memang sangat menyayanginya, Rose."

Aku tersipu malu mendengar ujaran kak Janet.