webnovel

Jejak Masa Lalu

"Jika kau ingin memulai hidup yang baru, lupakan bayangan masa lalumu!" Ya, kata itu memang sangat mudah diucapkan oleh semua orang termasuk diriku sendiri ketika menyadari untuk memulai kehidupan baru di masa depan. Tapi nyatanya...

Michella91 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
287 Chs

Berakhir luka

Detik jam terasa begitu cepat berlalu. Jam pulang sekolah telah tiba, segera kubergegas pulang tanpa berbicara dengan teman-teman atau bercanda seperti biasanya.

Menaiki sebuah angkutan umum, melintasi jalanan yang cukup ramai karena sekolahku berada tepat di sisi jalanan pedesaan yang sudah cukup trend saat ini.

Langkahku berhenti sejenak ketika sudah hendak memasuki sebuah gang menuju jalan pulang ke rumahku. Mengingat jalan itu harus melewati rumah kak Janet, bagaimana aku menyapanya sepeti biasa kali ini?

Hatiku masih dalam suasana penuh dengan amarah, aku sungguh tidak percaya Choco begitu menyebalkan dan sangat kasar. Apakah semua laki-laki yang tinggal di kota itu semua liar begitu? Akh, sulit kupercaya.

Dengan berat, aku kembali melangkah mengikuti jalan setapak yang hendak menuju rumahku. Aku berpura-pura tegar dan ramah seperti biasanya, menyapa para tetangga yang kini bergantian menyapa.

Dan benar saja, kulihat kak Janet sedang duduk di teras rumahnya dengan sebuah ponsel di genggamannya. Hatiku semakin runyam, mungkinkah itu adalah Choco yang bertukar pesan dengannya?

"Rose, tunggu!"

Degh!

Seketika kedua langkah kakiku mengerem mendadak setelah kak Janet menyapa dan menghentikanku ketika langkahku hampir melewati rumahnya.

"I-iya, kak Janet? Ada apa?" tanyaku kikuk.

Tatapannya berubah seperti sedang kesal, berubah dalam sekejap melihatku setelah melangkah lebih dekat di depanku.

"Kak Janet sudah menganggapmu selama ini seperti adik sendiri, tapi kakak tidak percaya kau bisa sekasar itu pada Choco. Apa kau lupa janjimu pada kakak untuk Choco?"

Aku terkesiap mendengar ucapan kak Janet demikian padaku, apakah secepat itu Choco mengadukan segalanya pada kak Janet? Ini baru saja terjadi pagi tadi, oh Tuhan!

"Kak, apa yang Choco katakan pada kak Janet?"

"Mengapa kau bertanya kembali padaku? Sungguh, Rose! Kau benar-benar wanita yang diam-diam mematikan!"

"Kak Janet, jaga bicara kakak! Apakah kakak tau apa yang dikatakan Choco padaku?" tandasku dengan napas terengah-engah, aku tak peduli bahwa mungkin saja banyak telinga tetangga yang menyaksikan perdebatan kami ini.

"Wow, apakah kini kau sudah mengeluarkan sosok aslimu?" tanya nya dengan raut wajah seolah meledekku.

"Sebaiknya kakak tanyakan kebenarannya pada adik kakak itu, apa yang telah dia ucapkan padaku, sehingga aku terpaksa memilih untuk mengakhiri hubungan ini. Jangan hanya menyalahkan orang lain atas tindakan dan ucapan kotor adik kakak itu," ujarku kembali seraya melangkah hendak melewatinya begitu saja.

"Rose! Kau pikir aku akan lebih mudah percaya padamu? Aku lebih mengenal Choco dibandingkan kamu!"

Aku menoleh sejenak ke arah belakang, menatapnya dengan senyuman menyeringai. Tanpa bicara lagi untuk menanggapinya, aku melanjutkan langkahku.

Hingga sampai di rumah, aku disambut oleh ibu. Kusalami tangannya dengan santun seperti biasanya.

"Ada apa dengan wajah putri ibu ini?"

"Tidak apa-apa, Bu. Aku hanya lelah saja, aku langsung ke kamar ya!" jawabku dengan malas dan langsung melangkah meninggalkan ibu begitu saja.

"Ganti seragam sekolahmu, mandi lalu makan siang. Hari ini ibu masak kesukaanmux," ujar ibu setelah aku berjalan menuju kamar. Aku hanya diam tanpa menolehnya ke belakang.

Sampai di kamar, aku menghempasakan begitu saja napasku yang seolah sejak tadi tertahan.

Sambil membuka setiap kancing seragam sekolahku, tatapanku kosong menatap ke satu arah. Ucapan Choco seakan mengusik di dalam sana, sementara ujaran kak Janet tadi kurasa begitu terngiang di telingaku.

Baru saja hendak menuju kamar mandi, ponselku bergetar. Sebuah panggilan dari Choco kembali menghiasi beranda ponselku.

Ada apa lagi? Apa yang akan dia katakan lagi padaku kali ini?

"Ha-halo..."

"Rose! Apa yang kau katakan pada kak Janet? Apa begitu caramu membalasku? Kau sungguh wanita yang tidak tau sopan santun!"

Lagi dan lagi aku terkesiap mendengar ucapan Choco yang tiba-tiba saja mencerca demikian.

"Tunggu! Siapa yang tidak sopan disini dalam berbicara? Apakah belum puas kau merendahkanku pagi tadi, Cho? Kita sudah putus, kau tidak berhak mengataiku demikian," balasku tak mau kalah.

"Oh ya? Lalu apa yang kau katakan pada kak Janet barusan? Kau telah menghinanya, kau telah merendahkannya. Jika kau membenciku, kau benci saja aku. Kau tau siapa kak Janet bagiku, Rose? Bahkan kau tidak ada apa-apanya dibandingkan dengannya."

Jleb!

Hatiku terasa di porak porandakan olehnya, aku? Dia bandingkan dengan kak Janet, apakah yang ibu katakan saat itu benar adanya? Bahwa mereka telah menjalin hubungan diam-diam di belakangku.

Dengan sekuat tenaga kutarik napasku sedalam mungkin, "Kau keterlalun, Cho. Aku menyesal mengenalmu dan mencintaimu, aku sungguh menyesal."

"Aku tidak peduli dengan penyesalanmu itu, Rose. Tapi aku tidak akan pernah terima sikapmu pada kak Janet, dia segalanya bagiku."

Klik!

Panggilan berakhir begitu saja. Tubuhku terasa gemetaran, menahan amarah yang tidak bisa kuluapkan kali ini. Bagaimana, apa, dan kenapa harus aku?

Secara bersamaan, ketukan pintu yang begitu keras dari luar kamar mengejutkanku.

"Rose, buka pintunya!" suara ibu membuatku gusar dan segera menghapus air mataku.

"Ada apa, Bu?" tanyaku setelah membuka pintu kamar.

Ibu tak kunjung memberikan jawaban, dia masih diam menatap wajahku sedikit tajam.

"Apakah ibu boleh masuk?" tanya ibu setelah terdiam sesaat.

"Hem..." aku mengangguk seraya menuju sisi ranjang, lantas mengganti pakaianku.

"Maafkan ibu, tapi barusan ibu tidak sengaja mendengar kau begitu marah berbicara dengan laki-laki itu. Dan kau..."

"Bu, aku dan Choco..." ucapanku terhenti saat air mata yang mengalir lebih dulu mewakilkan perasaanku hari ini.

"Hei, kau menangis?" tanya ibu sambil meraihku ke dalam pelukannya.

"Bu, aku dan Choco sudah putus. Hubungan kami sudah berakhir, hubungan yang baru saja kami jalani."

"Apakah ibu karena ibu?" tanya ibu sembari mengusap lembut bahuku, membuatku tersentak seketika menatap wajah ibu.

"Bu, tidak! Itu adalah keinginanku sendiri, aku tidak percaya kalau Choco akan merendahkanku, dia bahkan membandingkanku dengan kak Janet. Kurasa ucapan ibu saat itu benar, mereka ada main di belakangku tanpa aku ketahui."

"Oh ya ampun. Sungguh betapa lugunya putriku ini, kemari..." kembali ibu menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Membuat tangisanku semakin tersedu-sedu.

Entah aku harus berterima kasih dan lega, tapi jujur hatiku sakit. Ini pertama kalinya aku menyukai seorang laki-laki dari hatiku yang terdalam, tapi kenapa? Kenapa harus berakhir dengan luka?