webnovel

Chapter 19

Xela kecil memang terbilang sangat tidak bisa lepas dari bully juga, bahkan Ketika di sisi Ayahnya yang sedang ada di kantor polisi, ia mengerjakan dokumen di mejanya tapi ada yang masuk ke kantornya dengan mengatakan.

"Marito, apakah gadis berantakan yang di depan itu putrimu?" sepertinya rekan nya memberitahu bahwa ada gadis di depan kantor polisi yang tengah berantakan.

Marito langsung terdiam bingung, ia lalu berdiri dan keluar dari kantornya, siapa yang menyangka ketika dia benar-benar keluar, Xela tampak berjalan masuk ke dalam kantor polisi itu dengan tubuh yang berantakan. Semuanya yang melihat itu menjadi terkejut.

"Apa yang terjadi padamu nak?" mereka yang sebagai polisi langsung berbondong bondong mendekat.

Tapi begitu Xela melihat Ayahnya keluar dari kantor nya sendiri menatap dengan tak percaya. "Astaga, Xela, apa yang terjadi padamu?" dia tampak terkejut melihat kondisi Xela. Bahkan Xela langsung menangis sangat keras membuat Marito langsung memeluknya. Itu adalah saat dimana dia di bully habis habisan untuk pertama kalinya.

"Marito, kenapa dengan nya?" rekan-rekan nya menatap.

"Sebenarnya, dia memang suka di bully, tapi kali ini, bahkan ini lebih buruk," balas Marito sambil kembali menatap Xela. "Mereka menarik rambutmu?" tanyanya

Xela yang masih menangis menjadi mengangguk.

"Apa itu lebih buruk? Wajahmu babak belur, astaga Xela…" Marito tampak kecewa membuatnya kembali memeluknya.

"Hanya beberapa anak-anak yang bisa menindas kawan, mereka yang memiliki orang tua berada pastinya dengan seenaknya melakukan nya, bahkan kita para polisi pun, juga bisa di beli oleh mereka," kata teman nya.

"Yeah, aku sudah tahu itu…" Marito membalas lalu dia menatap Kembali ke Xela. "Katakan padaku, siapa yang melakukan nya,"

Tapi Xela menggeleng. "Mereka akan membalas lagi jika aku mengadu, mereka telah mengancam ku huhu… hiks…" dia sudah sangat ketakutan.

"Tidak akan, aku hanya ingin tahu siapa mereka dan jangan khawatir, percayalah padaku, oke?" Marito mencoba meyakinkan Xela yang akhirnya mengangguk.

Sementara itu di sisi lain, ada beberapa lelaki yang tampak bercanda dan bermain, mereka tampak seperti lelaki yang berandalan dan sudah jelas sekali, bahwa mereka yang mungkin membuli Xela.

Ketika mereka bercanda di sekitar hutan yang mejadikan tempat kumpul mereka, di saat itu juga Marito datang dengan baju biasa, lebih hebatnya, dia tidak memakai seragam polisinya entah karena sengaja atau tidak.

Mereka menjadi menatap padanya. "Hei bung, kenapa?" tatap mereka dengan sombong, kecil-kecil sudah begitu, besarnya pastu sudah jelas mau jadi apa.

Marito mengepal tangan menatap kesal. "Siapa di antara kalian, yang membuli Xela?" tatapnya.

Tapi kemudian mereka tertawa. "Hahaha, apakah kau ayahnya, gadis yang sangat aneh, dia yang mulai duluan, dia membuat buku ku jatuh kemudian aku hanya membalas yang setimpal… hahaha" kata salah satu dari mereka di ikuti tertawa yang banyak.

"Itu bukan setimpal," Marito menatap penuh dendam.

Hal itu membuat lelaki itu diam, dan siapa sangka dia berjalan mendekat dan mendadak memukul pipi Marito membuat Marito berwajah tak percaya karena lelaki itu berani menampar orang dewasa.

Bukan nya merasa dia yang salah, dia justru tertawa. "Hahahaha, anak dan ayah sama sama bisa di pukul ternyata!" ejeknya membuat mereka kembali tertawa.

Itu sudah membuat Marito sangat kesal, bahkan tiba-tiba saja, dia menampar lelaki itu membuat lelaki itu terkejut, tak hanya satu kali, melainkan banyak sekali tamparan yang ia dapatkan membuatnya untuk berusaha menghindari hal itu.

Kemudian mengakhiri nya dengan menendang lelaki itu, tapi semua teman nya menyusul akan memukul, tentu saja Marito menghabisi mereka dengan sangat mudah. Dia juga memukul dan menendang mereka beberapa kali membuat mereka langsung terjatuh dan juga terguling kesakitan.

"Ini baru setimpal," kata Marito yang langsung berjalan pergi meninggalkan mereka, dia diam-diam membalaskan dendam putrinya.

Tapi bukan nya itu memberikan peringatan untuk mereka, mereka justru memberitahu orang tua mereka sehingga pada saat sekolah hari ini. Seorang wanita yang merupakan ibu dari salah satu lelaki tadi tampak berjalan ke sekolah, dia putranya yang mendekatinya.

"Ibu, aku baru saja melihatnya ke kamar mandi," adunya membuat wanita itu masuk ke kamar mandi wanita.

Di sana ada Xela yang tengah mencuci tangan sementara lelaki tadi ada di luar menunggu dengan wajah liciknya. "Rasakan itu Xela, ibuku akan membalasmu,"

Xela menyadari ada seseorang dewasa masuk membuatnya menoleh, tapi mendadak wanita itu menarik rambutnya membuatnya untuk menghadap.

"Ah…!!" itu membuat Xela kesakitan.

"Hei jalang kecil, berani sekali kau membuat putra ku kesakitan begitu huh?" dia mengancam Xela yang masih kesakitan karena masih di tarik rambutnya, dia bahkan menangis.

"Hei, kau seharusnya paham, orang sepertimu hanya perlu pasrah di tindas, sialan!!" wanita itu mendadak menarik Xela dan bahkan menendang nya membuat Xela terjatuh menangis.

Kemudian wanita itu berjalan pergi, tapi terdengar suara dari lelaki tadi. "Rasakan itu Xela jalang!!"

Xela yang mendapatkan perlakuan itu menjadi menangis, bahkan pihak sekolah tak ada yang mengetahui hal itu membuatnya terus menangis di kamar mandi.

Hingga ketika pulang sekolah, Marito menyambutnya dari rumah. "Selamat datang, bagaimana di sekolah?" tatapnya.

Tapi Xela terus meneteskan air mata membuat Marito terdiam melihat itu, siapa sangka, Xela langsung berteriak kesal. "Aku sudah bilang padamu untuk tidak memukul mereka!! Kenapa Ayah melakukan nya!!"

Mendengar itu membuat Marito sedikit tak bisa berkata kata hingga dia menjawab. "Aku hanya ingin mereka tahu—

"Tahu apa!! Aku tidak butuh bantuan Ayah!! Kau hanya akan membuat buruk keadaan!!" teriak kembali Xela yang hingga akhirnya dia berjalan ke kamar dan membanting pintu membuat Marito terdiam menyesal.

Dia yang berniat membela Xela, justru mendapatkan perlakuan tidak nyaman dari Xela sendiri membuatnya memutuskan takut membela putrinya karena dia juga takut jika putrinya semakin membencinya, alhasil itulah bagaimana dia hanya menyemangati putrinya dari jauh.

--

Hari selanjutnya di kampus, Xela berjalan ke kampus dan anehnya dia mengecat rambutnya berwarna putih semua, dia tampak terdiam dan tidak peduli dengan sekitar bahkan tak menghiraukan orang-orang yang melihatnya memiliki rambut berbeda sendiri.

"(Aku tak peduli mereka melihatku sebagai apa... Tapi yang penting, untuk terakhir kalinya... Aku bisa mencolok di depan semua orang...)" pikirnya.

Tapi belum lama berjalan, ada yang mencegahnya, tepatnya beberapa orang wanita yang menatapnya. "Hei... Bukankah kau si culun?" mereka menatap tajam.

Namun siapa sangka, mereka langsung memukul Xela membuat Xela langsung terjatuh tak percaya, bahkan mereka membuatnya berlutut. "Hei, lama tidak bertemu, culun, kau masih ingat apa yang kau lakukan pada kami... Setelah pertarungan di lumpur bersama wanita gila itu, aku benar-benar masih sangat kesal dengan nya," kata wanita itu yang masih saja menindas Xela.

Karena takut, Xela mulai menangis.

"Hei culun, sebaiknya kita memanggilnya kepala putih hahaha."

"Lihat, karena takut dia menjadi menangis hahhaa..."

Mereka menertawakan nya membuat Xela hanya bisa tertekan dan meneteskan air mata berkali kali.

"Wadu, apa yang harus kita lakukan yah, aku masih kesal dengan nya karena sok-sok sekali menghentikan wanita gila itu, benarkan.... Aku jadi kesal," wanita itu menatap dengan tatapan membunuh, siapa sangka, dia langsung berdiri dan menarik rambut Xela. "Ahh!" Xela menjadi kesakitan bahkan wanita itu menariknya hingga ke kamar mandi.

"Celupkan kepalanya di wastafel!" tatapnya, tapi ia menyadari rambut Xela rontok, dia kesal menatap tangan nya. "Sialan, seperti bulu hewan saja... Kau jelas perlu di bersihkan, dasar hewan hahaha..."

Mereka langsung memegang leher belakang Xela dan mendorong wajahnya untuk di masukan ke dalam air di wastafel, sangat lama hingga kepalanya di keluarkan, membuat Xela bernapas cepat.

Bahkan tak sampai sana, mereka mendorong nya di tembok dan salah satu dari mereka menamparnya berkali kali hingga wajahnya lebam membuat Xela memuntahkan darah sangat banyak, mereka terus saja menindasnya.

"Lihat itu, menjijikan, lebih baik kau mati..." mereka langsung meninggalkan Xela yang tak sadarkan diri.

Malamnya, di jalanan sepi, tepatnya Jalanan Sang Ratu, kepala seseorang yang baru saja jatuh dengan wajah lebam menjadi tertendang sangat keras dengan sebuah kaki yang memakai sepatu hitam berat, semuanya berwarna hitam, termasuk baju yang di pakai orang itu yang rupanya Chandrea.

Dia baru saja menghabisi orang dengan tatapan tajam, lalu ada yang memanggil. "Chandrea, sepertinya sudah cukup hari ini," kata dia yang merupakan bawahan nya. Sepertinya Chandrea mengatakan dirinya tak bisa datang ke kempus karena tengah menghabisi banyak orang dan kini dia melupakan perkataan nya sendiri soal datang menyelamatkaan Xela, hingga malam ini pun, dia tak menyadari apapun.

Chandrea hanya terdiam dengan aura diam, lalu berjalan pergi dari sana tapi ia menerima panggilan ponsel dari Marito membuatnya mengangkat nya sambil berjalan pulang, ia juga menyalakan rokoknya.

Ketika mengangkat ponsel itu, suara Marito langsung terdengar. "Chandrea, aku mohon datanglah, kemarilah secepatnya!!"

Seketika Chandrea menjatuhkan rokoknya yang baru saja sampai di bibirnya, dia bahkan langsung berlari sangat cepat, tanpa menggunakan kendaraan apapun.

Rupanya dia langsung pergi ke rumah sakit, ketika masuk ke ruangan, di sana ada kebetulan ada Marito yang berdiri putus asa melihat Xela yang terbaring di salah satu ranjang dengan tubuh yang sangat sakit semua, bahkan semuanya terluka.

"Apa yang terjadi?!" Chandrea panik mendekat tapi Xela langsung menangis. "Hiks... Hiks..."

"Chandrea, kau seharusnya tahu," Marito menatap. Seketika Chandrea mengepal tangan, tentu saja dia langsung mengetahuinya, dia sudah berniat, sangat niat sekali akan melakukan apa yang dia rencanakan dalam kekesalan nya saat ini.

"(Chandrea, jangan lakukan... Hiks... Jangan,)" Xela yang melihat Chandrea berpikir akan menghabisi mereka malah membela mereka.

Hal itu membuat Chandrea menyembunyikan sikap kerasnya dan bahkan langsung tersenyum. "Tidak akan... Ehehemmm... Jadi jangan khawatir.... Cepatlah sembuh..." tatapnya, tapi ia langsung berjalan pergi dari sana membuat Marito terdiam melihatnya pergi dengan tepak kaki yang terdengar sangat marah.

Kemudian dia melihat ke putrinya itu. "Katakan padaku, apa dia lebih buruk dari kuda liar?" dia bertanya sikap Chandrea pada Xela yang terdiam sebentar.

Hingga dia menjawab, "dia tidak pernah kehilangan kendali, kecuali, dia memukul orang dengan sebuah ingatan yang tak akan pernah bisa memuaskan rasa sama rata dalam sebuah bekas luka, dia hanya akan menambah buruk, tapi aku akan percaya, dia tidak akan sampai membunuh," balas Xela membuat Marito kembali terdiam berpikir.

"(Wanita itu, telah menjadi sosok yang sesungguhnya. Padahal dia dulu hanyalah gadis kecil yang tampak payah, sekarang, dia bisa membuktikan dirinya bahwa dia bisa menjadi tangguh dan kuat…)"