webnovel

Istri Rahasia Sang Mafia

"Kau masih perawan?" tanya Elleard yang telah menjadi suaminya beberapa jam yang lalu. Elena mengangguk pelan. Ia duduk di samping suaminya tanpa sehelai benang pun. Elleard membuang pandangannya. Ia tidak mengira istrinya benar-benar sama sekali belum pernah berhubungan dengan lelaki mana pun. Suaranya bergetar tetapi tetap terdengar tegas ketika ia berkata. "Kau boleh bercinta dengan kekasihmu, untuk melepaskan keperawanan. Tapi ingat. Hanya satu kali dan aku tidak boleh tahu siapa laki-laki itu!" Siapa yang tidak kaget mendengar perintah seorang suami agar istrinya bercinta dengan laki-laki lain. Elena hanya tertunduk muram. Selain ia tidak memiliki kekasih, ia juga bukan seorang jalang yang mau saja ditiduri sembarangan laki-laki. *** Elleard Salvator Osbart dan Xavier Salvator Osbart adalah kakak beradik keturunan mafia. Setelah kematian orang tuanya dalam pembantaian oleh musuh, Elleard menjadi lumpuh dan ia bertanggung jawab memimpin organisasi mereka, sementara Xavier menjadi tangan kanannya. Elleard menyukai Elena, gadis yang bekerja di toko bunga yang tidak jauh dari pemakaman kedua orang tuanya. Dengan memberi sedikit uang kepada keluarga Elena ia bisa menikahi gadis itu. Organisasi mafia mereka saat itu sedang kacau karena Xavier melanggar perjanjian dengan membantai sesama mafia yang terlibat dalam pembantaian orang tuanya. Keberadaan Ellena harus disembunyikan agar tidak diincar musuh. Xavier pun diperintahkan untuk melindungi Elena. Sejak bertemu Elena pertama kali, kecantikan dan kelembutan gadis itu terus mengusik hati Xavier. Saat interaksi keduanya semakin dekat, tanpa disadari Xavier mulai tertarik kepada istri kakaknya. Gelora cinta di dadanya berkobar semakin besar, ketika ia mengetahui jika kakaknya memerintahkan Elena untuk bercinta dengan laki-laki lain. Dapatkah Xavier menahan godaan cinta pada kakak iparnya dan siapakah yang akan dipilih Ellena dari kedua mafia bersaudara yang memperebutkan hatinya?

Missrealitybites · perkotaan
Peringkat tidak cukup
172 Chs

Ternyata Mereka Bersaudara!

Hari sudah mulai gelap Elena masih berjalan tidak tentu arah setelah tadi dirisaukan oleh lamaran tiba-tiba oleh lelaki yang baru dikenalnya. Setelah ia menenangkan diri, Elena memutuskan untuk pulang.

Kunci rumah yang diberikan Xavier memberinya harapan hari ini. Ia tidak perlu tidur di jalanan. Ada tempat tidur yang nyakan menunggunya di rumah di puncak bukit.

Ia hanya perlu ke sana. Elena berjalan sampai di halte bus dan menaiki bus menuju rumah Xavier. Di dalam bus ia melihat beberapa pasangan kekasih yang asyik bercanda, kadang pasangan itu berciuman dengan mesra sambil berbisik-bisik.

Elena membuang pandangannya ke luar jendela bus. Ia memilih melihat jalanan di malam hari daripada pasangan yang sibuk bermesraan seperti itu

Elena sudah berusia 19 tahun tetapi ia belum pernah memiliki kekasih, apalagi berciuman. Ia selalu sibuk bekerja mencari uang dan tidak memiliki waktu untuk lawan jenis.

Seketika pemikiran Elena melayang pada Elleard. Lelaki lumpuh itu terlihat tulus kepadanya. Namun, Elena masih tidak habis pikir bagaimana seorang lelaki seperti Elleard melamarnya untuk menjadi istri.

Elena semakin tenggelam dalam lamunannya. Apakah Elleard tidak kunjung mendapatkan istri sehingga ia akhirnya putus asa dan meminta Elena menjadi istrinya? Elena sendiri lalu bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ia bisa menerima Elleard. Wanita itu menepis semua pemikiran gilanya, mungkin saja Elleard salah dan akan menyesali lamarannya tadi.

Saat matahari terbenam, Elena tiba di rumah Xavier. Ia membuka pintu menggunakan kunci yang tadi pagi diberikan Xavier kepadanya.Saat ia masuk ke dalam, Elena masih saja terpukau oleh keindahan rumah itu.

Di mana laki-laki itu? Pikir Elena.

***

Malam itu Xavier benar-benar tidak pulang dan Elena bisa menikmati rumah besarnya sendirian. Elena tidak mau melanggar kepercayaan pria itu. Karenanya ia menjaga kebersihan rumah Xavier dan merapikan semua barang atau ruangan yang ia pakai.

Sungguh bahagia rasanya Elena bisa kembali merasakan nikmatnya tidur di ranjang yang empuk dan lembut.

Ia bangun keesokan harinya dan kembali pergi bekerja ke minimarket. Ia sambil mencari beberapa lowongan pekerjaan baru karena ia harus mendapatkan uang lebih untuk mencari tempat tinggal.

Elena sadar ia tidak mungkin terus-terusan menumpang di rumah pria itu. Ia harus siap kalau sewaktu-waktu ia harus pergi dan mencari tempatnya sendiri.

***

Setelah Elena meninggalkan apartemen karena diusir Bibi Ursula beberapa hari lalu, barulah sepupu dan bibi Elena merasakan betapa berharganya keberadaan gadis itu selama ini.

Ialah yang membersihkan rumah, mencuci piring dan pakaian, serta sekali-kali memasak untuk mereka. Maria dan Laura tidak mau bersih-bersih apalagi cuci piring.

Karena mereka tidak memiliki mesin pencuci piring, pekerjaan itu harus dilakukan secara manual dan kuku mereka patah kalau harus terus mencuci piring seperti itu.

"Kalian harus membereskan rumah! Jangan hanya mengotori saja!" cetus Bibi Ursula dengan kesal saat ia keluar dari kamarnya dan melihat tumpukan barang-barang di ruang tamu dan piring serta gelas kotor di wastafe.

"Ibu panggil saja Elena pulang biar dia yang bersih-bersih," kata Maria."Aku tidak mau kuku jari kita rusak karena mencuci piring terus."

Ursula juga sudah tidak tahan dengan semua pekerjaan rumah. Ditambah lagi kemarin ia mencoba membuka toko bunganya. Ia berusaha merangkai bunga sendiri hasilnya aneh dan tidak ada yang mau membeli bunganya.

Akhirnya, Bibi Ursula mengeluarkan ponselnya. "Ada di mana kau?"

Ting! Ia mengerutkan kening ketika mendengar bunyi ponsel Elena di ruang tamu. Ia baru menyadari bahwa ternyata Elena meninggalkan ponselnya di apartemen saat Ursula mengusirnya.

Ugh! Sekarang bagaimana bisa ia menghubungi Elena dan menyuruhnya pulang?

Maria dan Laura saling pandang. Mereka tidak mau terus-terusan disuruh mencuci piring dan membersihkan rumah.

"Dia kan hampir setiap hari ke makam orang tuanya," kata Laura. "Cari saja dia di sana. Pasti ketemu."

Bibi Ursula mendengus. "Kau benar juga."

***

Dugaan Laura benar. Setelah pulang bekerja dari minimarket, Elena menyempatkan diri ke makam orang tuanya. Ia hanya duduk di sana dan merenung. Kadang-kadang ia akan berkeluh kesah kepada ayah dan ibunya, seolah mereka masih hidup.

Bibi Ursula menemukannya sedang duduk termenung di pinggiran makam. Segera saja wanita paruh baya itu menepuk bahu Elena.

"Hey! Di sini kau rupanya," kata Bibi Ursula dengan ketus. "Di mana kau menginap selama beberapa hari ini? Apa kau menggunakan uangku untuk menyewa hotel?"

Elena terkejut melihat kehadiran bibinya yang tiba-tiba. Ia mendongak dan menatap Bibi Ursula keheranan. "Ti-tidak. Aku tidak punya uang untuk menyewa hotel."

"Lalu, kau tidur di mana?" tanya Bibi Ursula lagi.

"Aku…" Elena menelan ludah. "Ada teman yang menampungku."

Bibi Ursula mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi merendahkan. "Kau ini memang tahunya menyusahkan orang saja. Selalu bikin malu keluarga."

Elena terhenyak mendengar kata-kata sindiran bibinya. Bukankah Bibir Ursula sendiri yang mengusirnya?

"Aku memaafkanmu karena kau adalah keponakanku," kata Bibi Ursula ketus. "Kau boleh pulang ke rumah. Jangan bikin malu keluarga dengan menumpang di rumah orang lain."

"Oh…" Elena teringat tempat tidur empuk di rumah di puncak bukit yang sangat ia sukai. Ah, ia sangat menyukai kamarnya di rumah Xavier, tetapi ia segera sadar dan tahu diri bahwa ia memang hanya menumpang di sana. Sewaktu-waktu Xavier bisa mengusirnya.

Atau, kalaupun Xavier tidak berniat mengusirnya, bagaimana kalau nanti keluarganya datang? Atau jika Xavier memiliki kekasih dan wanita itu tidak senang melihat lelakinya menampung wanita lain di rumah?

Ah… Elena tahu ia tidak punya pilihan selain kembali ke apartemen keluarganya, dan tinggal bersama Bibi Ursula dan kedua sepupunya, sampai ia bisa memiliki cukup uang untuk menyewa tempatnya sendiri.

"B-baik, Bi…" kata Elena dengan setengah hati.

"Kau harus kembali bekerja di toko bunga dan mengganti rugi uangku yang kau curi," kata Bibi Ursula yang puas melihat Elena memang tidak punya pilihan selain kembali ke rumahnya.

Sebentar lagi apartemen mereka bisa kembali bersih. Ia dan anak-anaknya tak perlu lagi bekerja keras membersihkan rumah.

Elena terhenyak ketika mendengar Bibi Ursula masih saja menganggapnya sebagai pencuri.

"Aku tidak mencuri," katanya protes.

"Diam, kau," kata Bibi Ursula. "Dasar tidak sopan. Jangan melawan kalau orang tua bicara."

Bibi Ursula menarik tangan Elena dan memaksanya ikut ke toko bunga. "Sudah, jangan banyak protes. Banyak pesanan pelanggan toko yang harus diselesaikan."

Dengan berat hati, Elena berjalan mengikuti bibinya. Di sana Laura sedang duduk menunggu. Ia tersenyum sinis ketika melihat ibunya tiba bersama Elena. Ia tahu bahwa dugaannya benar. Elena pasti akan dapat ditemukan jika ibunya mencari ke pemakaman.

"Tadi pagi bunga-bunga segarnya sudah masuk. Kau harus mulai merangkai buket baru untuk dijual," kata Bibi Ursula. Ia lalu masuk ke dalam dan duduk beristirahat.

Elena hanya bisa mengangguk. Ia mulai membersihkan sisa-sisa pekerjaan Bibi Ursulakemarin yang membuat toko bunga ini menjadi kacau. Kemudian Elena melanjutkan menyapu, memajang bunga yang masih bagus sisa dipotong Bibi Ursula kemarin.

Setelah itu Elena lalu membersihkan kaca. Dalam waktu tidak terlalu lama, toko bunga itu kembali terlihat bersih dan rapi. Saat ia sedang membersihkan jendela etalase, Elena melihat dari pantulan kaca Elleard baru saja datang bersama orang-orangnya. Elena mengabaikan kehadirannya terus membersihkan kaca.

"Rangkaikan aku bunga!"

Elena terperanjat mendengar suara dalam juga berat itu Menegurnya tiba-tiba.

Suara pria pemilik rumah di puncak bukit. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Xavier berdiri di depan pintu.

"Kau mengagetkanku," tegur Elena.

Xavier melihat sepasang mata Elena yang mengerling ke arah rombongan kakaknya. "Kau kaget karena sedang mencuri lihat kakakku?"

"Kakak? Tuan Elleard kakakmu?" tanya Elena. Ia ingat melihat Xavier pertama kali di pemakaman saat Elleard memborong bunganya. Saat itu, ia mengira keduanya berteman atau Xavier bekerja untuk Elleard.

Ternyata mereka bersaudara!