Paladin Ray Starling
Anak-anak itu sudah terbangun saat kami sampai di ruang bawah tanah, kemungkinan besar karena Lich itu sudah dikalahkan.
Awalnya, mereka mengira bahwa kami adalah bandit. Mereka mulai menangis karena ketakutan, tapi berkat Cyco dan Nemesis yang menenangkan mereka, mereka segera percaya bahwa kami tidak akan menyakiti mereka.
Dan ternyata, Roddie — anak yang harus kami selamatkan — adalah anak yang sama dengan yang menggorok leherku pada saat berada di lab. Dia tidak ingat pernah melakukan hal itu, jadi kurasa aku tidak perlu mengatakannya.
Ketika kami hendak membawa anak-anak ini kembali ke permukaan, Aku melihat Hugo — yang sedang memeriksa lab — dengan penuh rasa ingin tau memeriksa dokumen yang dia temukan di atas meja yang ada disana.
"Penelitian tentang dendam, Crystal of Resentment… dan bukan hanya itu," katanya. "Sepertinya dia telah meneliti cara membuat Flesh Golem yang menggunakan dendam sebagai sumber tenaganya. Heh, hal itu mengingatkanku dengan salah satu prototype yang kami miliki. Kurasa orang yang berpikiran sama memang ada di segala tempat di dunia ini. Meskipun aku tidak pernah menyangka ada orang yang menciptakan sesuatu seperti ini sendirian… Itu terlihat mengagumkan dan menakutkan disaat bersamaan."
Dia meletakkan dokumen yang baru saja dia teliti ke dalam inventory-nya.
"Apa itu, Hugo?" tanyaku.
"Oh, hanya dokumen penelitian yang ditinggalkan oleh Lich yang menjadikan benteng ini sebagai tempat persembunyian — Maise atau siapapun namanya. Konsepnya mirip dengan salah satu robot yang sedang klan kami teliti beberapa waktu yang lalu, jadi aku memutuskan untuk mengambilnya. Kau tau — sebagai sebuah souvenir."
"Robot?" tanyaku. "Apa hubungannya dendam dengan hal itu?"
"Ayo pergi. Aku akan menjelaskannya sambil berjalan."
Kami mulai berjalan keluar dari ruang bawah tanah, dan aku segera menemui sebuah masalah tertentu. Karena mereka telah tertidur cukup lama, beberapa anak ini menjadi sangat lemah, membuat mereka tidak bisa berjalan dengan baik. Karena hal itu, kami harus menaikan mereka ke atas Silver atau menggendong mereka, tapi…
"Guk guk! Guk guk!" salah seorang anak berteriak.
Yap, aku masih memiliki kedua telinga anjing-ku, pikirku. Dan anak-anak ini tidak bisa berhenti bermain dengan mereka.
"Aku selanjutnya! Aku selanjutnya!"
"Tidak, aku!"
Aku tidak yakin bagaimana harus menanggapi kepopuleran ini.
Anak-anak yang cukup bersemangat mengajakku bermain kuda-kudaan agar mereka dapat menggapai telinga anjing-ku.
"Sepertinya telinga itu sukses besar," kata Hugo sambil tersenyum.
"… Baguslah karena mereka berguna untuk suatu hal, jawabku.
Tapi njir, telinga ini benar-benar tahan lama, pikirku. Flamingo telah mengatakan kepadaku bahwa telinga ini akan hilang saat mata hari terbenam, tapi sekarang sudah sore dan mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghilang.
"Sungguh misterius," kata Nemesis. "Karena kau tidak memiliki skill Horse Riding, kau langsung jatuh di percobaan pertama, tapi anak-anak ini bisa menunggangi kuda ini tanpa kesulitan."
Mengeluarkan anak-anak dari dalam ruang bawah tanah adalah tugas yang membutuhkan lebih banyak orang, jadi Nemesis berada dalam bentuk manusia-nya. Dia memegang tali kekang milik Silver saat dia terus berjalan seperti kuda pony.
Karena mereka tidak mungkin memiliki skill Horse Riding, aku juga penasaran dengan hal itu. Aku hanya bisa menduga bahwa membuat Silver berlari sambil menunggangi-nya dan hanya membuatnya berjalan sambil memegang tali kekang-nya adalah hal yang benar-benar berbeda.
"Ok," kataku. "Jadi beritahu aku tentang hubungan antara dendam dan robot itu."
"Baiklah," angguk Hugo. "Klan tempatku bergabung lebih berfokus pada crafting, dan produk utama kami saat ini adalah Magingear. Faktanya, Marshall II — mesin produksi massal resmi milik Dryfe — awalnya adalah sebuah original item yang kami buat."
Robot itu benar-benar dibangun dari nol? Pikirku.
"Sejak selesainya Marshall II, kami telah mengembangkan model baru, model lain, dan model dengan persenjataan yang lebih baik, tapi baru-baru ini, kami berencana untuk menggabungkannya dengan tipe crafting yang lain," lanjutnya. "Salah satu dari rencana itu berfokus pada pembuatan mesin yang menggunakan dendam milik orang yang sudah mati sebagai sumber tenaga."
"Yah, itu benar-benar terdengar buruk," komentarku. "Kenapa rencana seperti itu bisa muncul?"
"Karena semua mesin milik Dryfe — bukan hanya Magingear — memiliki konsumsi MP yang besar," jawabnya. "Mengganti MP itu dengan dendam akan membuat kami bisa lebih lama mengoperasikannya dan memungkinkan penggunaan persenjataan yang lebih kuat, Itulah asal dari rencana sumber daya dendam."
"Lagipula, bagaimana bisa dendam di ubah menjadi energi?" Tanyaku.
"Heh," Hugo tersenyum. "Kau sudah melihat jawabannya beberapa saat yang lalu, bukan?"
Aku melihatnya? Apa maksudnya?
"Sihir terakhir yang digunakan oleh Lich itu — Deadly Mixer."
"Oh, itu," kataku.
Serangan itu memang benar-benar kuat. Jika aku tidak menahannya menggunakan Counter Absorption, aku mungkin akan menghilang bersama dengan benteng ini. Faktanya, skill itu bahkan lebih kuat dari serangan rantai milik Figaro. Hanya karena Counter Absorption sudah menjadi lebih kuat, karena Nemesis sudah mencapai bentuk kedua, makanya aku bisa menahan serangan itu kali ini, meskipun itu hampir saja menembusnya.
"Itu adalah sebuah skill keji yang mengubah dendam menjadi kekuatan penghancur dan melepaskannya ke arah target," lanjut Hugo. "Para pengrajin kami berpikir bahwa — membuatnya lepas dengan skala yang lebih kecil dan menanganinya dengan lebih hati-hati — kekuatan itu dapat digunakan untuk menggerakkan mesin kami. Bagaimanapun, dunia ini sudah memiliki Living Armor, yang bergerak karena jiwa orang mati yang menghantuinya."
Living Armor, huh? Pikirku. Sebuah tipe monster yang tidak terlalu langka di sebuah fantasy RPG.
"Salah satu anggota kami berkata, 'Jika ini berjalan lancar, kita mungkin bisa menciptakan senjata yang dapat menyerap dendam yang memenuhi medan perang dan akan tetap aktif secara semi-permanen,'" kutip Hugo. "Klan kami tertarik dengan ide itu, jadi kami meminta bantuan dari seorang Master terkenal dari kelompok Necromancer dan memulai penelitian tentang pemanfaatan kekuatan dendam, tapi…"
Hugo tiba-tiba berhenti berbicara, dan membuatku langsung memahami bagaimana hasil dari penelitian itu.
"Itu gagal, ya?" kataku.
"Begitulah," angguk Hugo. "Prototype itu adalah sebuah kegagalan yang sulit dikendalikan dan juga memiliki kecenderungan untuk mengamuk. Aku membantu pembongkaran dan pembuangan benda itu. Itu terjadi pada saat aku masih menaikan level job Mechanic-ku."
"Jadi, kau mengatakan bahwa Lich itu… Maise memiliki hal yang sama dalam kertas penelitiannya?" tanyaku.
"Tidak sama sekali," katanya. "Meskipun sedikit berbeda, hal yang ingin kami, anggota Triangle of Wisdom coba buat tidak lain adalah sebuah senjata mesin, sementara penelitian yang dia lakukan lebih ke arah pembuatan Flesh Golem."
Sama seperti namanya Flesh Golem adalah golem yang dibuat dengan menggabungkan daging manusia atau hewan. Mereka sering muncul di RPG yang lebih gore.
Sekarang kalau dipikir-pikir, meskipun aku sudah bertemu dengan banyak Zombie dan Skeleton disini, aku sama sekali belum bertemu Flesh Golem… Pikirku.
"Tapi jika Lich itu melakukan penelitian seperti itu, kenapa dia tidak menggunakannya?" tanyaku. "Sepertinya itu terdengar cukup kuat."
"Tentu saja, itu karena dia tidak dapat mengendalikannya," kata Hugo. "Masalah utama dari rencana sumber daya dendam adalah karena hal itu berhubungan dengan menyerap dendam dari area sekitar. Itulah rintangan terbesar dari setiap keberhasilan rencana itu."
Hugo berhenti berbicara sejenak dan membuat anak yang ada di punggungnya duduk di atas bahunya. Kemudian, dengan tangannya yang sudah bebas, dia mengangkat kedua jari telunjuknya.
"Ketika seorang Necromancer menggunakan dendam untuk menggerakkan sebuah Living Armor atau Flesh Golem, biasanya dia hanya menggunakan dendam atau jiwa milik satu orang untuk satu unit."
Dia kemudian mengangkat semua jari tangan kanannya, yang mengindikasikan 'lima' atau 'terlalu banyak'.
"Namun, tenaga dendam menyerap semua dendam yang ada di area sekitar," kata Hugo. "Dan itu tidak peduli dengan seberapa banyak dan seberapa bervariasi makhluk yang menjadi sumbernya."
Itu sudah cukup bagiku untuk memahami masalahnya.
"Jadi dendam-dendam itu mulai bertarung untuk memperebutkan kendali, dan membuatnya tidak mungkin bisa dikendalikan, kan?" tanyaku.
"Tepat," angguk Hugo. "Setidaknya, itulah yang terjadi pada mesin eksperimental yang diciptakan oleh klan kami. Para anggota kami kemudian mencoba menggunakan teknik sihir dan programming untuk memastikan kendalinya, tapi kelihatannya, usaha mereka sia-sia."
Makhluk yang ditenagai oleh dendam sepertinya sama dengan sebuah karakter game action yang sedang dikendalikan oleh 10 orang yang saling berebut controller. Tidak mungkin mereka bisa bergerak dengan benar.
"Pada akhirnya, mereka mengamuk dan mulai bertindak berdasarkan kesepakatan dari dendam-dendam tersebut," lanjutnya.
"Kesepakatan?" aku mengangkat alisku.
"Mereka selalu ingin memperluas pengaruh dendamnya, Akibatnya mereka mulai menyerang undead maupun mesin bertenaga dendam lainnya dengan tujuan untuk menyatu dengan mereka. Kemudian mereka bereaksi terhadap dendam — dan emosi negatif secara umum — milik makhluk hidup, dan mulai menyerangnya. Mereka akan terus mengamuk seperti itu sampai mereka hancur."
… Wew, itu kedengarannya buruk, pikirku.
"Dan dengan begitu, project itu dianggap gagal," lanjut Hugo. "Itu menjelaskan bahwa, meskipun dendam dari banyak sumber dapat dikumpulkan dan digunakan untuk skill serangan seperti Deadly Mixer, menyatukan dan mengendalikannya adalah usaha yang bodoh."
"Begitu," Anggukku.
Saat kami mengobrol, kami akhirnya selesai menaiki tangga dan sampai ke permukaan.
"… Huh?" kataku.
Sesaat kemudian, Aku, Nemesis, Cyco, Hugo, dam bahkan anak-anak… semuanya terkejut karena rasa takut.
Aku bisa merasakan getaran lemah di bawah kakiku dan mendengar suara yang berasal dari luar — meskipun aku tidak yakin apakah "suara" adalah istilah yang tepat untuk hal itu. Itu lebih terdengar seperti paduan suara yang mengerikan. Tangisan, sesenggukan, teriakan, dan hampir semua suara lain yang menggambarkan emosi negatif. Itu sudah lebih dari cukup bagiku untuk memahami bahwa sesuatu yang gawat sedang terjadi di luar.
"… Hei, Hugo." Didesak oleh firasat buruk yang kumiliki — atau, lebih tepatnya, keringat dingin yang mengalir di punggungku — aku berbicara kepada Hugo.
"Ya?" jawabnya.
"Jika dendam tidak bisa dikendalikan… apa yang akan terjadi jika kau tetap menggunakannya?"
"Heh, itu sudah jelas," katanya.
Di luar gerbang yang mengarah keluar, di bawah sinar matahari yang tenggelam di cakrawala, aku melihat bayangan sesuatu yang sangat besar.
"Hal bertenaga dendam yang tidak terkendali akan mulai menyerap dendam yang ada di sekitarnya, mengubahnya menjadi kekuatan, bereaksi terhadap emosi negatif, membunuh sumber emosi itu jika dia masih hidup, dan sekali lagi menyerap sisa-sisa dendam yang ada," kata Hugo.
Aku mendengar sebuah raungan keras dan merasa tanah yang ada di bawah kakiku bergetar saat sosok besar itu bergerak.
"Hal itu akan terus berulang… dan dengan begitu kau akan memiliki sebuah monster mengamuk yang dilengkapi dengan mesin semi-permanen."
Monster yang ada diluar benteng masuk ke dalam pandanganku. Monster itu terlihat seperti keluar langsung dari neraka.
Makhluk dengan kalimat "Revenant Ox-Horse, Gouz-Maise" di atas kepalanya adalah seekor undead raksasa yang terasa semakin abnormal semakin lama aku melihatnya. Monster itu memiliki kepala sapi, sosok seorang horse-man, dan wajah-wajah orang mati yang familiar yang saling bercampur dengan bagian yang membentuk tubuhnya. Dan monster itu memiliki pola penamaan yang hanya dimiliki oleh Unique Boss Monster.
Kumpulan orang mati itu kadang menyuarakan perkataan atau hanya suara yang dipenuhi emosi negatif.
Mereka adalah Gouz-Maise Gang yang telah Hugo bunuh. Aku bahkan dapat melihat wajah para bandit yang kami temui di Gideon.
… Semua itu sudah cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa monster itu terbentuk dari mayat para anggota Gouz-Maise Gang.
"Begitu," kata Hugo dengan pelan. "Itu terlihat sama dengan hasil yang sudah diprediksi."
Hugo mengeluarkan dokumen dari dalam inventory-nya dan mulai memeriksanya. Memang benar, disana terdapat sebuah gambar horse-man berkepala sapi dengan banyak wajah di tubuhnya.
"Jadi dia sudah bersiap akan kematiannya sendiri dengan membuat sebuah rencana untuk menciptakan hal itu dengan mengorbankan setiap orang yang menjadi anggota Gouz-Maise Gang," kataku.
"Atau mungkin dia hanya berencana untuk menggunakan mayat yang ada di sekitarnya, dan kebetulan saja mayat-mayat yang ada di sekitarnya adalah para bandit itu," tambah Hugo. "Namun, kepala sapi itu, adalah bahan yang wajib ada."
Yah, dia memang menjalankan rencana itu, pikirku.
"FfGgSssFffSsDddWwSsSDdsSDdeEWwDAssSaAAaaAaA — — — !!"
Gouz-Maise itu sedang menghancurkan sesuatu dengan bersemangat, sambil mengeluarkan raungan yang tidak dapat dipahami oleh pikiran waras.
Dihadapkan pada suara, dan pemandang seperti itu, anak-anak mulai berteriak ketakutan. Cyco memeluk mereka untuk membuat mereka merasa aman dan dengan lembut mencoba menenangkan mereka.
"Bukankah itu…?" kataku.
Aku menyadari bahwa hal yang sedang dihancurkan oleh Gouz-Maise adalah Magingear yang digunakan oleh Hugo. Meskipun itu sudah tidak berbentuk lagi, monster itu tetap tidak berhenti menyerangnya. Karena dia bergerak semata-mata hanya karena kekuatan dendam yang tak terhitung jumlahnya, dia saat ini sedang mengamuk. Karena hal itu, aku menduga bahwa dia melakukan hal itu tanpa tujuan dan alasan yang jelas, tapi tampaknya dia hanya berfokus pada Magingear itu.
Apakah sebagian besar dari mayat yang menjadi 'bahan' monster itu sebenarnya bertindak kooperatif karena kumpulan dendam mereka terhadap Hugo dan robot itu? Pikirku.
"Bagaimanapun, aku adalah orang yang membunuh sebagian besar dari mereka," kata Hugo. "Sudah wajar jika Marshall II menjadi targetnya."
Jadi, bahkan dalam kondisi seperti itu, mereka tidak melupakan kebencian yang mereka miliki saat masih hidup… Tunggu, tidak. Itu lebih seperti kebencian itulah yang membentuk mereka semua.
"Heh," Hugo tersenyum. "Aku merasa seperti sedang melihat Pintu Neraka Rodin."
"Ironis mendengarmu mengatakan hal itu, Hugo," kata Cyco.
Pintu Neraka, huh? Pikirku. Ya, melihat kumpulan mayat para pendosa ini memang terlihat seperti patung itu. Dan yang lebih penting dari patung Rodin itu, sudah saatnya aku berhenti menjadi seorang pemikir dan melakukan sesuatu tentang makhluk itu.
"Baiklah, Master?" kata Nemesis. "Apakah kita akan mengalahkannya?"
"Jika bisa, aku akan melakukannya dengan senang hati, tapi…" aku bisa merasakannya melalui tulangku. Makhluk itu bahkan lebih kuat dari Gardranda. Njay, aku yakin 10 dari 10 pertarungan antara Gouz-Maise melawan Gardranda akan berakhir dengan kekalahan Gardranda.
"Ugh, menciptakan seekor UBM adalah hal yang curang," gumamku.
"Biasanya, itu adalah hal yang benar-benar mustahil," kata Hugo. "Aku mengenal seseorang yang bisa melakukan hal serupa — dengan kualitas yang lebih baik juga — dan bahkan sampai saat ini dia belum pernah menciptakan satupun UBM. Jika UBM bisa diproduksi massal, seseorang terus membuatnya. Bagaimanapun, mengalahkan mereka membuatmu mendapatkan special reward."
Jadi mereka bisa terus-menerus membuat item seperti Miasmaflame Bracer milikku, huh? Pikirku.
"Revenant Ox-Horse, Gouz-Maise, itu," lanjut Hugo. "Adalah hasil dari beberapa kebetulan yang tidak diinginkan."
"Kebetulan?" aku mengangkat alisku.
"Pertama, tempat ini buruk," katanya. "Ini adalah sebuah benteng kosong yang berasal dari pertempuran masa lalu. Ada banyak mayat yang dipenuhi dendam berada di bawah kaki kita."
Dia menunjuk ke arah tanah, dan kemudian ke arah dirinya sendiri.
"Kedua, aku membunuh sebagian besar bandit itu. Karena hal itu, daerah sekitar sini menjadi penuh dengan dendam dan mayat milik para bajingan itu. Terlebih lagi, itu adalah mayat dari satu kelompok. Bahkan ada juga Strong Gladiator Gouz — orang yang sangat tangguh di antaranya."
Kemudian, dia menunjuk ke arahku.
"Ketiga, kau memojokkan Maise dan memaksanya untuk menggunakan Crystal of Resentment — sebuah kumpulan dendam — sebagai medium untuk melepaskan Deadly Mixer. Meskipun kau bisa menahannya, dendam padat yang tersisa dari skill itu dilepaskan ke udara. Dan jangan lupakan dendam milik Lich itu setelah kau membunuhnya."
Terakhir, dia menunjuk ke arah Gouz-Maise.
"Terakhir, seseorang mengaktifkan sihir pembuatan undead bertenaga dendam seperti yang disebutkan di dalam dokumen ini — Undead Grudge Construction. Sihir itu menggunakan dendam dan mayat yang ada di sekitarnya untuk membentuk sebuah Flesh Golem bertenaga dendam. Namun, karena kondisinya terlalu bagus, hasil akhirnya benar-benar melewati spesifikasi awal-nya dan — karena betapa abnormal dan kuatnya monster itu — mencapai ranah UBM. Dengan sedikit mengubah cara pandang, bisa dibilang itu adalah anak yang terlahir dariku, kau, dan Lich itu."
"Yah, itu benar-benar memuakkan," kataku. "Jadi, sekarang bagaimana?"
"Kita sudah jelas kekurangan kekuatan untuk menghadapinya," jawab Hugo. "Itu adalah musuh yang terlalu kuat untuk dihadapi oleh dua high-rank Master dan low-rak Embryo mereka. Bukan hanya itu, tapi — sebenarnya — monster itu memiliki kecocokan yang rendah dengan kemampuan Cyco, dan… yah, lihat saja keadaan senjataku."
Setelah mengalihkan pandangannya ke arah Magingear — yang sekarang tinggal tumpukan besi-besi kecil — Hugo menghela nafas panjang.
Aku masih dapat menggunakan Vengeance is Mine dengan cara yang sama seperti saat melawan Gardranda, tapi saat ini kelihatannya itu akan jauh lebih rumit. Sejak pertarungan melawan iblis itu, aku telah naik beberapa level, mendapatkan Miasmaflame Bracer, mempelajari Purifying Silverlight, dan menjadi lebih kuat secara keseluruhan.
Namun, perbedaan kekuatan antara Gardranda dan hal itu benar-benar terlalu besar. Ukurannya saja empat kali lebih besar dari Gardranda. Tingginya hampir sama dengan bangunan tingkat delapan. Dan tentu saja, stats-nya juga jauh lebih tinggi. Aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan sampai aku bisa mengumpulkan damage counter untuk membunuhnya. Stok Counter Absorption yang dapat kugunakan juga tinggal satu.
Tidak diragukan lagi bahwa aku akan mati jika melawannya, pikirku.
"Benar," kata Nemesis. "… Hm?"
Ada apa? Tanyaku.
"Aku hanya merasakan sesuatu yang aneh… tapi perasaan itu segera menghilang. Apakah itu cuma imajinasiku?"
"Ray," Hugo memanggilku. "Untuk sekarang, prioritas kita adalah membawa anak-anak — termasuk yang ada di dalam kereta — dan pergi dari tempat ini secepat mungkin."
Dia menunjuk ke arah dua buah kereta dengan anak yang baru saja di culik di dalamnya. Tidak seperti kereta yang ada di depan — yang Hugo hancurkan menggunakan serangan kejutan — kedua kereta itu masih baik-baik saja.
Untung saja Gouz-Maise masih sibuk menghancurkan Magingear itu sehingga tidak melakukan hal yang membahayakan anak-anak. Aku hanya bisa menduga bahwa itu karena mereka sedang tertidur, sehingga mereka tidak mengeluarkan emosi negatif yang dapat menarik perhatian monster itu. Apapun itu, baguslah karena mereka baik-baik saja.
"Ya, kereta itu kelihatannya siap berangkat kapan saja," kataku. Kedua kereta itu juga sudah dihubungkan dengan kuda.
Lagipula, kenapa monster itu tidak menyerang kuda-kuda itu? pikirku. Apakah dia hanya bereaksi pada manusia?
"Untung saja, aku dan Cyco memiliki skill Piloting," kata Hugo. "Skill itu juga bekerja pada kereta sampai batas tertentu, jadi masing-masing dari kami dapat menangani satu kereta."
"Apa yang akan kita lakukan setelah melarikan diri?" tanyaku. "Meninggalkan monster itu disini sepertinya bukanlah ide yang bagus."
"Kita akan pergi ke Adventurer Guild dan menceritakan semua ini kepada mereka," jawab Hugo. "Bagaimanapun, dia adalah seekor UBM. Akan ada banyak Master yang mengejarnya untuk mendapatkan special reward. Meskipun, karena aku berasal dari Dryfe, kaulah yang akan menceritakan hal itu kepada mereka."
"Baiklah," anggukku. "Sekarang, ayo kita cari waktu yang tepat untuk mendekati kereta itu dan… Ah!"
Saat kami baru saja mau bertindak sesuai dengan rencana yang sudah dibuat, situasi-nya tiba-tiba berubah.
Kami hanya kurang memperhatikan situasinya…
… dan telah gagal mempertimbangkan sebuah skenario tertentu.
"Mamaaa! Papaaa!"
Itu adalah skenario dimana anak-anak yang ada di dalam kereta itu terbangun dan berjalan keluar dari kereta.
"GgHhuUsSsDdSssDcCaAaaSssWwgGbbBaASAaAA!!"
Mengeluarkan teriakan yang pastinya tidak bermakna, Gouz-Maise membalikkan badannya. Tatapannya menjadi tertuju kepada anak-anak yang sedang menangis itu, yang semuanya mengeluarkan emosi negatif yang dikenal sebagai "rasa takut".
"gGoOllLffFfAaSssAaaAaAaaA!!"
Sulit untuk mengatakan apakah tindakan itu disebabkan oleh kesepakatan semua dendam yang membentuknya, atau kebiasaan makan yang dimiliki salah satu dari mereka saat masih hidup. Namun, niat Gouz-Maise sudah jelas pada saat dia mulai berlari ke arah anak-anak itu. Tangan kanannya terjulur ke arah mereka, dan air liur mengalir dari mulutnya.
"Sialan!" Sebelum aku dapat memikirkannya dengan benar. Aku melompat keluar melalui gerbang, dan mengarahkan bracer kiri-ku ke arah makhluk itu. "Purgatorial Flames — kekuatan penuh!"
Miasmaflame Bracer mulai menguras MP-ku dengan gila dan mengubahnya menjadi api. Meskipun itu tidak sekuat dengan api mematikan yang pernah digunakan oleh Great Miasmic Demon, Gardranda, kobaran api yang kutembakkan dapat dengan mudah mengubah seratus undead biasa menjadi debu, dan api itu mengarah langsung ke arah lengan yang dijulurkan Gouz-Maise ke arah anak-anak itu.
"YeEgaaAaxXAxSsAaaAfFfaaAaaAa?!"
Caranya berteriak dan mengayunkan lengannya ke segala arah sudah cukup untuk membuktikan bahwa — meskipun telah menjadi campuran mayat — Gouz-Maise masih merasakan sakit.
"Makan ini! Gahh!!" Memanfaatkan kesempatan itu, aku mendekatinya dan mengayunkan Nemesis — yang diselimuti dengan Silverlight — ke arah kaki depan sebelah kirinya.
Cahaya pembunuh undead itu membelah wajah milik mayat para bandit dan memberikan luka parah pada tulang dan dagingnya.
Meskipun kaki itu terlalu besar untuk dapat kupotong menggunakan seranganku, itu sudah cukup untuk membuat makhluk itu kehilangan keseimbangannya.
"Memotong hal itu benar-benar menjijikkan!" teriak Nemesis dengan jijik.
Gouz-Maise jatuh ke tanah dan membuatnya bergetar seperti ada bangunan yang baru saja runtuh. Seperti yang kurencanakan, tubuh monster itu mendarat di arah yang berlawan dengan kereta itu.
"Hugo!" teriakku. "Aku akan mengalihkan perhatiannya! Serahkan ini kepada kami dan pergi dari sini!"
"Ray, tapi kau…!"
Aku tau apa yang ingin dia katakan. Jika kereta itu pergi, aku tidak akan bisa melarikan diri dari Gouz-Maise. Meskipun aku mempunyai Silver, aku tidak bisa menungganginya, dan kaki-ku tidak cukup cepat untuk dapat melarikan diri dari makhluk ini. Death penalty-ku sudah dapat dipastikan, dan pada akhirnya aku akan mengingkari janji yang buat dengan Marie.
Namun…
"Tidak ada pilihan lain!" teriakku lagi. "Cepat dan bawa pergi anak-anak itu dari sini!"
Aku mengacungkan Nemesis, membuatnya tetap terselimuti dengan Silverlight, mendekat ke arah kepala Gouz-Maise — yang berada di dekat tanah karena tubuhnya yang roboh — dan mengayunkan Nemesis ke arah matanya. Meskipun tujuan utamaku adalah untuk mengulur waktu untuk Hugo dan anak-anak itu, aku masih ingin mencoba melakukan yang terbaik untuk bisa bertahan hidup… dan mungkin memenangkan pertarungan ini.
"GEeeHAaaAuAassSaAgGAa!!"
Saat cairan busuk mengalir keluar dari matanya, Gouz-Maise mulai menggeliat kesakitan. Karena ukurannya yang besar, getaran yang disebabkan oleh hal itu terasa seperti sebuah gempa kecil.
"Tak kusangka tubuh makhluk ini benar-benar rapuh," komentarku.
"Bagaimanapun, dia adalah kumpulan mayat. Sudah wajar jika tubuhnya tidak terlalu keras," kata Nemesis. "Namun…"
"… Ya. Aku sudah menduga dia memiliki trik seperti itu."
Setelah api yang ada di tangannya padam, daging busuk yang baru mulai muncul dari bawah kulitnya yang gosong. Kakinya juga, memulihkan dirinya sendiri sambil mengeluarkan cairan yang menjijikkan. Bola mata yang barusan kutebas, jatuh ke atas tanah dan telah digantikan dengan yang baru.
"Dia memiliki skill Automatic Restoration," kata Nemesis.
Tapi undead yang diserang menggunakan Silverlight seharusnya akan menerima luka yang akan bisa disembuhkan, pikirku. Bagaimana dia bisa memulihkan diri dari hal itu?
"Aku yakin kekuatan dendam itu telah digunakan untuk mempertahankan dan memperbaiki kumpulan mayat itu," kata Nemesis.
Dan hal itu membuatnya bisa pulih dari damage sebesar itu hanya dalam beberapa detik? Apakah makhluk ini tidak bisa dibunuh atau sejenisnya?
"Yah, bagaimanapun dia sudah mati," kata Nemesis.
"Sekarang bukan saatnya untuk bercanda seperti itu!"
Masih terbaring di atas tanah, UBM itu mengayunkan tangan kirinya ke arahku, yang kuhindari dengan melompat ke belakang.
Ayunan itu terkesan agak kaku — mungkin karena pandangannya masih belum kembali — tapi itu masih mengarah kepadaku.
Insert5
Menjauh dari kereta, aku berfokus untuk menghindari serangannya.
"Sekarang bagaimana?" tanya Nemesis. "Kita telah memancing rasa permusuhan dari makhluk itu, tapi kita tidak benar-benar memiliki apapun yang efektif terhadapnya."
"Pemulihannya terlalu cepat sehingga sebagian besar serangan kita tidak akan ada artinya," kataku. "Jika ada hal yang bisa kita lakukan, maka itu adalah…"
… hal yang sama dengan yang kita lakukan pada Gardranda — sebuah serangan Vengeance dengan damage counter cukup besar yang mengarah tepat ke titik lemahnya.
"Meskipun proses pengumpulan damage counter-nya akan benar-benar sulit saat ini," gumamku. Pertahanan milik makhluk ini jauh lebih rendah dari yang kubayangkan, tapi caranya mengamuk sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan seberapa kuat dirinya. Satu atau dua serangan langsung sudah pasti akan membunuhku.
"Akan bagus jika kita memiliki Counter Absorption dengan stok penuh, tapi… oh, aku merasakan perasaan aneh itu lagi," kata Nemesis.
'Apa?" tanyaku.
"Ini adalah perasaan yang sama seperti sebelumnya," katanya. "Perasaan ini ada hubungannya dengan jumlah damage counter dan… Oh, itu hilang lagi. Bagaimana aku harus mengartikan hal ini?"
"Gouz-Maise mungkin akan melakukan sesuatu." Kataku. "Persiapkan dirimu."
"Kau tidak perlu memberitahuku."
Saat aku sedang berbicara dengan Nemesis, aku melirik ke arah kereta. Hugo dan Cyco sedang duduk di kereta yang berbeda dan baru saja hendak berangkat.
Aku baru saja hendak memastikan agar Gouz-Maise tidak menyerang mereka dengan kembali menebas kakinya tapi… makhluk itu sama sekali tidak bergerak. Malahan, dia hanya menggunakan matanya yang baru saja pulih untuk menatap langsung ke arahku.
"GgiiINnnNNnAsSaaAsSssaaSaAaAaSAdDWwDwWdDaAQqAq!!"
Mengenali wujudku membuatnya merasakan atau mengingat sesuatu yang membuatnya mengeluarkan teriakan kemarahan.
"… Oh, begitu," kataku. Beberapa menit yang lalu, dendam milik mereka yang menjadi material Gouz-Maise telah menyebabkannya mengamuk dan terus menerus menyerang Magingear milik Hugo. Namun, monster ini telah dibuat oleh Lich itu sendiri, yang dendamnya juga berada di dalamnya. Oleh karenanya, target utama makhluk ini adalah…
"… aku, tentu saja!" teriakku.
Gouz-Maise mengangkat kaki depannya dan meringkik seperti kuda. Kemudian, dengan kecepatan yang luar biasa, dia menghujamkan kaki yang mirip dengan tiang itu ke arahku dan tanah di bawahnya.
Aku segera menghindarinya, tapi serangan itu cukup kuat untuk menghancurkan tanah dan membuat kaki itu sedikit terbenam di dalamnya. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, aku mendekat untuk kembali menyerang kakinya, tapi tidak seperti sebelumnya, makhluk itu dengan lincah menendangku.
"GUH!" aku menangkisnya menggunakan sisi samping greatsword-ku, tapi aku masih terlempar sejauh enam meter ke belakang.
"… Baiklah, sepertinya ada seseorang yang mulai bersemangat," kataku.
Tidak seperti sebelumnya, saat makhluk ini hanya mengamuk tanpa tujuan, saat ini Gouz-Maise digerakkan dengan niat untuk membunuhku. Kelihatannya, melihatku telah membuatnya menjadi serius.
"Sungguh merepotkan," gumamku.
"Tapi, sekarang aku bisa melihat secercah harapan untuk kita," kata Nemesis.
"Apa? Bagaimana?"
Aku melirik ke arah kereta dari sudut pandanganku. Mereka sudah menjauh dari tempat ini.
Baiklah, itu berhasil, pikirku.
"Kau ingat tentang jumlah damage counter yang tadi kukatakan kepadamu?" tanya Nemesis.
"Ya," anggukku.
"Damage yang kita terima barusan telah membuatku memahami apa penyebabnya. Itu terjadi karena dia telah memberi kita damage dalam jumlah besar… tidak, jumlah terbesar dari yang pernah kita kumpulkan dari satu makhluk."
"Apa?" tanyaku.
Jumlah terbesar? Tapi kami baru saja mulai bertarung dengannya.
"Ingat Deadly Mixer yang sebelumnya?" katanya. "Skill yang Lich itu gunakan sebelum kau membunuhnya? Kita menyerap damage-nya dengan Counter Absorption, tapi pada akhirnya kita tidak menggunakan Vengeance. Jumlah damage itu masih ada."
"Tunggu, itu tidak masuk akal," kataku. "Lich itu dan Gouz-Maise ini adalah makhluk yang berbeda… Oh."
Aku tiba-tiba memahaminya. Lich Maise dan Revenant Ox-Horse, Gouz-Maise memang berbeda… tapi tidak benar-benar terpisah.
"Bagaimanapun, dendam milik Lich itu masih ada disana," lanjut Nemesis. "Oleh karenanya, jumlah damage counter sebelumnya masih valid. Namun, kelihatannya itu muncul dan menghilang secara acak. Vengeance mungkin hanya akan efektif ketika dendam milik Lich itu sedang dominan."
Satu tubuh Gouz-Maise. Puluhan dendam yang mengendalikannya. Kesempatanku mengalahkannya hanya akan ada ketika makhluk itu sedang dikuasai oleh dendam milik Lich itu.
"Sekarang aku paham," anggukku. Apa yang harus kulakukan sekarang adalah menemukan intinya dan menyerangnya menggunakan Vengeance is Mine saat Maise yang sedang menguasai makhluk itu. Meskipun itu tetap sulit, tapi mengalahkan makhluk itu bukan lagi sesuatu yang mustahil.
Jadi…
"Kita bisa menang melawan undead ini," kata Nemesis.
"Itu sudah cukup bagiku." Aku mempersiapkan diriku.
… Hanya ada satu hal yang harus kulakukan.
Itu mirip dengan apa yang kulakukan saat bertarung melawan Demi-Dragon Worm dan Great Miasmic Demon, Gardranda. Aku hanya harus melakukan yang terbaik untuk menggapai kemungkinan itu.
"GEerRrrRuuUUAaASzDdSsAaaAAa!!"
Saat iblis itu menyuarakan dendam yang dia miliki, seluruh wajah yang ada di tubuhnya mulai mengeluarkan bisikan, sambil mengalirkan nanah dan darah saat melakukan hal itu.
"Kau tidak akan lolos!"
"Kau akan mati!"
"Bergabunglah dengan kami!"
"Bunuh mereka semua!"
"Hancurkan!"
"Makan!"
"Rusak semuanya!"
Hal-hal seperti itulah yang mereka katakan.
Bahkan setelah mereka menjadi monster kebencian, orang-orang itu memikirkan hal yang sama seperti saat mereka masih hidup. Oleh karena itu…
"Revenant Ox-Horse, Gouz-Maise!" teriak Nemesis. "Kau monster yang telah menyebabkan penderitaan besar kepada begitu banyak anak kecil, mengambil banyak nyawa dan masih saja membahayakan orang yang masih hidup…"
Aku mengarahkan greatsword-ku ke arahnya. "Kami tidak bisa membiarkanmu membunuh orang lain lagi!"
Aku menatap langsung ke arah matanya, dan menjadi satu dengan Nemesis saat kami berdua menyatakan.
"Kau akan jatuh di tangan kami!"
Sekarang, sekitar sepuluh menit sejak ini dimulai, pertarungan kami melawan Revenant Ox-Horse, Gouz-Maise mencapai intensitas puncak. Aku sedang mencari intinya, sementara makhluk itu berusaha menghancurkanku menggunakan kakinya. Pertarungan ini akan berakhir ketika salah satu dari kami ada yang berhasil melakukannya.
Kami berdua memiliki serangan potensial yang melebihi HP musuh. Kemampuan serangan milik Gouz-Maise benar-benar luar biasa. Tidak seperti Maise, dia tidak menggunakan undead atau mengeluarkan sihir debuff, tapi kekuatan fisiknya tidak dapat dibandingkan dengan Lich itu.
Satu pukulan atau tendangan saja sudah cukup untuk membuatku berada di ujung kematian. Aku hanya bisa sekali menggunakan serangan pamungkas-ku. Kondisi ini jelas-jelas tidak menguntungkan bagiku.
"Hhah!"
Untuk mengalihkan perhatian dan membuat makhluk itu kehilangan keseimbangan, aku mengayunkan Nemesis — yang terbungkus Silverlight — ke arah kakinya.
"GDdESsaaAaAASsAaAa!!"
Saat dia berteriak kesakitan, aku melompat ke belakang.
Sesaat setelah menjauhkan diri darinya, Gouz-Maise menyapukan kakinya ke tempatku berada sebelumnya. Pada saat itu, luka yang kuberikan sudah sembuh.
Aku sudah mengulangi serangan yang sama untuk beberapa saat. Aku mungkin terlihat bodoh, tapi melalui perulangan seperti itu, orang dapat menyadari hal yang tidak dia sadar sebelumnya.
"Aku penasaran kenapa makhluk undead ini bisa sembuh dari luka yang diberikan sebabkan oleh Silverlight… dan akhirnya aku mengetahuinya," kataku.
Aku bisa melihat potongan-potongan kecil daging menempel di sekitar lukanya. Sekilas, mereka terlihat seperti potongan yang disebabkan oleh seranganku. Namun, mereka sebenarnya adalah daging yang terpotong dengan sendirinya.
"Dia membuang daging di sekitar lukanya dan kemudian memulihkannya dengan cara memperbanyak sel-nya."
Bagi undead seperti Gouz-Maise, luka dari senjata yang diselimuti Silverlight tidak akan bisa disembuhkan. Oleh karenanya, makhluk ini membunuh sel di sekitar lukanya, memisahkan luka itu dari tubuhnya, dan secara efektif mengubah luka dari Silverlight menjadi damage biasa. Karena mayat yang digunakan untuk menciptakan makhluk itu masih baru, sel-selnya masih aktif, jadi membuat mereka membelah diri untuk tujuan penyembuhan bukanlah tugas yang sulit. Itulah penjelasan di balik trik-nya.
Pemulihan itu mungkin dilakukan dengan menggunakan energi dari dendam yang sama untuk menggerakkannya. Juga, Gouz-Maise melindungi sel-sel itu agar tidak mati. Trik ini adalah hal yang tidak mungkin bagi Skeleton — karena mereka hanya tulang — dan Zombie — karena sebagian besar sel mereka telah mati.
Tapi njir, energi dendam benar-benar serbaguna, pikirku. Aku paham kenapa Kekaisaran ingin memanfaatkannya.
"Jadi sel-sel miliknya masih hidup…" kata Nemesis. "Meskipun itu diiringi dengan kekurangan adanya sensitivitas rasa sakit, yang tidak biasa bagi undead."
"Sepertinya begitu," anggukku.
Aku mendapatkan pengalaman bertarung melawan undead selama penjelajahanku di Tomb Labyrinth. Tidak ada satupun Skeleton atau Zombie yang kulawan peduli dengan damage yang mereka terima. Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa sensitivitas rasa sakit adalah kemampuan unik milik Gouz-Maise."
"Atau mungkin Lich itu sengaja menambahkan sensitivitas rasa sakit untuk membuat setiap damage yang diterima meningkatkan dendam yang dia miliki," renung Nemesis.
"Begitu," kataku. "Jadi bisa jadi itu bukanlah kerugian dan lebih seperti bagian dari penghi — "
Sebelum aku dapat menyelesaikan perkataanku, aku melompat kesamping. Sesaat kemudian, kaki milik monster itu mendarat tepat di tempat aku berdiri sebelumnya.
Sambil menghindari serangan itu, aku mengayunkan greatsword-ku dan menebas kaki itu. Luka yang kuberikan memang lebih lemah dari sebelumnya, tapi jika Gouz-Maise ingin membuang luka itu dan memulihkan dirinya, dia sudah pasti akan kehilangan keseimbangan.
"Purgatorial Flames!" aku melengkapi luka itu dengan hembusan api dari bracer di tangan kiriku.
"HhooOSsSDdAASsaaAAaAhh!!"
Monster itu terhuyung dan terjatuh, membuat tanah di sekitarnya bergetar.
"GAH!!" Teriakku, menggunakan kesempatan itu untuk pergi ke sampingnya. Aku mengubah Nemesis menjadi bentuk Flag Halberd dan menusukkannya ke area tempat jantungnya seharusnya berada. Silverlight membakar dan melelehkan wajah yang ada di permukaannya dan daging busuk yang ada di bawahnya sebelum mencapai jantung yang ada dibelakang tulang rusuknya.
"GEEEEAAAAAAEEeeEEeeAAaaAAaaEeeEeAAAAA!!"
Meskipun teriakan yang dikeluarkan monster itu saat dia menggeliat kesakitan memiliki nada yang lebih tinggi dari sebelumnya, monster ini tidak menunjukkan tanda-tanda melemah.
Daging dan kulitnya pulih dengan sendirinya tepat setelah aku menarik keluar Nemesis. Hal itu juga terjadi pada jantungnya.
"Kelihatannya intinya bukan terletak di jantung!" teriakku.
"Kalau begitu pasti ada di kepalanya!" kata Nemesis.
Kami menduga bahwa intinya diletakkan kalau tidak di area jantungnya, maka di area kepala, atau perutnya, sama seperti yang terjadi pada Gardranda. Karena bagian tubuh lainnya digunakan dalam pertarungan, tidak ada orang waras yang akan meletakkan titik lemah seperti itu di lengan atau kakinya.
Bagaimanapun, itu sama saja seperti memukul orang lain menggunakan organ dalam-mu, pikirku.
"Atau menyerang mereka menggunakan testis-mu!" tambah Nemesis.
Aku sama sekali tidak suka dengan contoh seperti itu.
"Sekarang, tidak masalah jika itu berada di kepalanya," kataku. "Tapi itu akan menjadi sedikit merepotkan jika titik lemah itu terletak di perutnya."
Jika kau memasukkan bagian kuda-nya, perut milik monster ini benar-benar besar. Jika intinya ada disana, mencari dan menghancurkannya akan menjadi hal yang sangat sulit. Jika bisa, aku ingin menggunakan Vengeance is Mine sambil menyentuh intinya secara langsung.
"Kenapa?" tanya Nemesis. "Dengan jumlah damage counter saat ini, kita bisa menghancurkan bagian tubuhnya dengan area yang cukup luas."
Yah, memang benar bahwa serangan yang kulancarkan ke kepala Gardranda juga menghancurkan dadanya, tapi…
"Kali ini berbeda," kataku. "Dengan kemampuan amputasi diri sendiri yang Gouz-Maise lakukan, ada kemungkinan bahwa itu bisa meniadakan damage dari Vengeance."
Aku tidak tau apa yang terjadi jika aku mendaratkan Vengeance di sekitar area intinya dan monster itu melepaskan bagian yang kuserang. Namun, aku merasa bahwa penyebaran damage itu tidak akan melebihi bagian yang dia lepaskan.
Pendapat itu didasarkan pada pengalamanku sebagai orang yang telah menggunakan Vengeance is Mine beberapa kali sebelumnya. Tidak peduli seberapa besar damage yang kuberikan kepada musuhku, skill itu tidak pernah menunjukkan pengaruh yang berarti di area sekitarnya. Vengeance hanya menggandakan damage yang kuterima dari musuh dan mengembalikannya kepada mereka — skill itu sama sekali tidak memberikan damage fisik sendiri. Jadi, jika monster ini dapat melepaskan bagian tubuhnya yang terkena serangan, tidak mungkin damage itu — tidak peduli berapapun besarnya — dapat mencapai intinya. Aku tidak bisa mengambil resiko dimana satu-satunya kesempatanku terbuang begitu saja.
"Langkah terbaik saat ini adalah menyerang inti yang tidak dapat dilepaskan dan kemudian menggunakan skill itu," kataku. "Sekarang, ayo kita coba serang kepalanya!"
"Baik!" kata Nemesis. "Pertama, kita harus membuatnya roboh ke tanah lagi."
Gouz-Maise sudah kembali berdiri tegak, dan luka yang baru saja kuberikan telah hilang tanpa bekas.
Kami akan membuatnya roboh ke tanah, menyerang kepalanya, dan melihat bagaimana reaksinya… Huh?
"Ghuooh…"
Karena suatu alasan monster itu benar-benar berhenti bergerak. Makhluk itu telah mengalihkan pandangannya dariku dan sedang menatap ke suatu tempat yang jauh.
"Master," kata Nemesis.
"Ada apa, Nemesis?" tanyaku.
"Jumlah damage counter-nya menghilang."
"Tunggu, jangan bilang…"
Saat aku memahami apa yang Nemesis maksud, Gouz-Maise telah mulai bergerak.
"GIiiooUuJjjaaaAaA!!"
Tidak seperti sebelumnya, sekarang monster itu benar-benar mengabaikanku dan mulai berlari ke arah dimana Hugo dan Cyco membawa kereta yang berisi anak-anak itu. Perkataan Nemesis dan tindakan monster itu membuatku mencapai sebuah kesimpulan yang masuk akal.
"Sialan!"
Dendam yang mendominasi monster itu telah berganti! Pikirku, mulai panik. Aku tidak tau apakah itu terjadi karena pemulihan yang berulang kali membuat tingkat dendam yang dia miliki berkurang atau karena aku pernah menghancurkan jantungnya. Namun, sudah jelas bahwa tubuh itu sekarang dikendalikan oleh dendam yang bukan milik Lich itu.
Dari fakta bahwa dia mengejar Hugo, bisa diasumsikan bahwa itu adalah dendam milik seseorang yang dia bunuh. Atau mungkin dia hanya mengejar anak-anak itu sehingga dia dapat membunuh mereka dan menambah stok kebenciannya.
"Sekarang bagaimana?" teriak Nemesis.
"Kita akan melakukan apa yang harus dilakukan!" teriakku kembali.
Untuk mengalahkan Gouz-Maise, aku harus menemukan cara untuk membuat dendam milik Lich itu kembali dominan. Dan kebetulan aku memiliki rencana untuk hal itu.
"Dimana itu…?" Aku bertanya sambil melihat ke arah tanah. "Ketemu."
Aku mengambil item tertentu dan meletakkannya ke dalam saku-ku bukannya di dalam inventory-ku. Dengan itu, aku sudah siap. Yang jadi masalah sekarang adalah mengejar monster itu. Aku membutuhkan sesuatu yang bisa membuatku bergerak cukup cepat untuk mengejar tubuh setengah kuda itu.
Aku tidak punya waktu untuk ragu akan hal itu, pikirku.
"Silver!"
Mount-ku segera menjawab panggilanku dan berlari kesampingku.
"… Kau akan melakukan hal itu lagi?" tanya Nemesis.
"Aku tidak punya pilihan lain," jawabku. "Meskipun seharusnya ini lebih baik dari sebelumnya."
Aku mengambil salah satu bagian armor Magingear yang terlepas dan tergeletak di atas tanah dan meletakkannya di bawah kakiku. Kemudian aku memegang tali kekang Silver…
"Jalan!"
… dan menyuruhnya untuk bergerak.
Dia segera mulai berpacu melalui jalan. Sambil memegang tali kekangnya, aku mengikuti tepat di sampingnya sambil menggunakan potongan armor tadi untuk meluncur di atas tanah.
Untungnya, jalan yang kami lewati adalah sebuah jalan tanah biasa tanpa adanya tumbuh-tumbuhan yang menghalangi. Itu cukup bagus untuk dapat dilewati potongan armor ini dengan cukup lancar. Meskipun itu hanya sedikit lebih baik dari pada mendapati kakiku terseret di tanah, aku tidak terlalu memikirkannya. Bagaimanapun, aku yakin bahwa aku dapat mengejar Gouz-Maise dengan cara ini.
"Jangan lupa mengaktifkan sihir penyembuhan saat diperlukan," kata Nemesis.
"Aku tau." Aku mengaktifkan First Heal pada diriku sendiri.
Sky air: edisi darat memang sedikit terlalu berat untuk kakiku. Jika aku tidak mengaktifkan sihir penyembuhan, saat aku berhasil mengejarnya, damage yang diterima kakiku akan cukup parah untuk membuatku tidak dapat berjalan.
Setelah beberapa menit meluncur seperti itu…
"Aku melihatnya!" teriak Nemesis.
"Aku juga!"
… kami menemukan makhluk raksasa itu. Bentuk dasarnya adalah horse-man, tapi karena Maise — satu-satunya yang mengetahui cara menggerakkan tubuh seperti itu — bukan yang sedang mengendalikan tubuh itu, dia tidak bisa berlari dengan kecepatan penuh. Kecepatan Silver sudah lebih dari cukup bagi kami untuk mengejarnya.
"Tapi, ini buruk," kataku. "Aku bisa melihat kelompok Hugo berjarak kurang dari seratus meter dari monster itu."
"Kalau seperti ini, dia akan…" Nemesis menghentikan perkataannya di tengah jalan. "Bisakah kau menggunakan penyembur api milik Miasmaflame Bracer?!"
"Tidak."
Aku tidak dapat menembakkan Purgatorial Flames karena kecepatan Silver lebih besar dari pada kecepatan api yang ditembakkan. Bukan hanya tidak akan mencapai Gouz-Maise, api itu juga akan berakhir membakar kami.
Namun, makhluk itu akan mencapai kereta itu sebelum kami bisa mengejarnya.
"Hei, tunggu," kataku. "Aku masih memiliki beberapa item itu, kan?"
Saat aku memegang tali kekang dengan tangan kananku, aku menggunakan tangan kiriku untuk merogoh inventory-ku dan mengeluarkan sesuatu.
"Itu…!" Nemesis kelihatan terkejut.
"Kurasa menyisakan item ini telah memberikan keuntungan bagi kita!" teriakku.
Dan dengan begitu, aku melemparkan item itu — sisa White Lance Gem yang kugunakan untuk melawan Spirit saat sedang melakukan leveling di Tomb Labyrinth — ke arah monster itu. Di tengah udara, Gem itu berubah menjadi tombak cahaya dan meluncur ke arah kaki kanan Gouz-Maise.
Gem itu pada dasarnya adalah item pengganti untuk sihir serangan yang dijual dipasaran. Meskipun sihir yang ada di dalamnya adalah sebuah sihir dari low-rank job, tapi sihir itu termasuk pembunuh undead. Efek dari sihir itu terbukti saat Tombak Putih itu mengenai kaki Gouz-Maise saat dia sedang berlari. Lubang sebesar kepalan tangan terbuka di kakinya, menyebabkan monster itu benar-benar kehilangan keseimbangan dan roboh ke atas tanah.
"Maju!" teriakku.
Silver memperkecil jarak antara kami dan monster itu. Aku mengacungkan Nemesis di tangan kiriku, membungkusnya dengan Silverlight, dan membuat Silver bergerak sejajar dengan makhluk itu.
Menyesuaikan seranganku dengan lari kuda-ku, Aku menusukkan bilah pedang-ku ke arah tubuh Gouz-Maise. Pedang-ku yang diselimuti Silverlight menyayat bagian belakang tubuh monster itu, sambil membelah beberapa wajah yang ada di atas kulitnya.
Pertama, aku menyayat punggung kuda, kemudian bagian yang menghubungkan tubuh kuda dan manusia, dan terakhir bagian punggung tubuh manusia-nya. Aku membelah tulang belakangnya menjadi dua.
"GaEiIruUrRuuOuuUeeEAaaEKeeaAA!!"
Mengeluarkan teriakan dari seluruh mulut yang dia miliki, monster itu menggeliat dan mencoba untuk menindihku, tapi Silver dengan cepat memperlebar jarak di antara kami dan keluar dari jangkauannya.
"Ini masih belum berakhir!" teriakku.
Pedangku terus menyayat melewati punggung, tulang leher, tengkorak, dan akhirnya mencapai otaknya.
"GhH!! DaSqQ! AaSz! wQaA?!"
Dia mengeluarkan teriakan yang benar-benar berbeda dengan yang sebelumnya dan segera bangkit dengan sebuah lompatan besar. Gerakan itu membuatku melepaskan tali kekang, terlempar beberapa meter, dan menjatuhkan diri ke atas tanah sambil berguling. Dampaknya membuatku mematikan skill Silverlight. Namun, itu adalah hal yang benar-benar berarti.
"Reaksi itu…!" kata Nemesis.
"Ketemu!" teriakku.
Monster itu bereaksi terhadap damage itu dengan cara yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. Tidak diragukan lagi bahwa inti-nya ada di kepalanya.
"Inilah saatnya kita mengakhiri pertarungan ini," kataku.
Aku mengeluarkan benda yang ada di dalam saku-ku dan melemparkannya ke udara. Itu adalah potongan dari kristal yang sudah hancur. Lebih tepatnya — potongan dari Crystal of Resentment yang sangat berharga bagi Lich itu.
"HEEIYAAASAASAGAAAAAAA!"
Setelah melihat pecahan itu, Gouz-Maise mengeluarkan teriakan yang terdengar agak berbeda dengan lainnya. Aku merasa teriakan itu dipenuhi dengan kesedihan, frustrasi, dan penyesalan.
"Jumlah counter damage-nya sudah kembali!" teriak Nemesis. "Dialah yang sedang mengendalikan tubuh itu!"
Sesuai dengan rencana.
"Ayo kita robohkan dia ke atas tanah!" teriakku.
"Baiklah!"
Aku kembali mengaktifkan Silverlight dan menggunakan seluruh STR-ku, yang telah ditingkatkan oleh Miasmaflame Bracer, untuk melompat. Tekanan yang disebabkan oleh persiapan lompatanku membuat tanah yang ada di bawah kaki kananku retak, tapi aku mengabaikannya. Lompatan itu menutup jarak 10 meter dalam sekejap dan membuatku berada tepat di sebelah kaki Gouz-Maise.
"Ghh…!"
Gerakan sekuat tenaga itu membebani otot-ototku dan membuatnya berada di ambang batas, sementara kaki kananku terasa sedikit mati rasa.
Tapi, aku akan mengakhirinya saat ini juga! Pikirku.
Menggunakan kaki kiriku — kaki yang kugunakan untuk mendarat — sebagai tumpuan, aku mengalirkan dampak dan kecepatan dari lompatanku ke dalam greatsword-ku dan mengayunkannya ke arah kaki depan sebelah kanan milik monster ini.
"TERPOTONGLAH!"
Dengan suara tebasan dan cahaya terbakar dari Silverlight, bilah pedangku dengan lancar membelah kulit, daging, dan tulangnya. Tulang kaki milik Gouz-Maise benar-benar terpotong. Kulit dan daging yang ada disisi sebelah tebasan tidak cukup untuk melanjutkan fungsi kakinya dan makhluk itupun kehilangan keseimbangan. Tentu saja, dia segera mencoba untuk melepaskan luka itu dan memperbaikinya, tapi…
"Tidak akan kubiarkan! Haaaahh!!!" Aku melanjutkan seranganku dengan tebasan lain yang ku arahkan ke lukanya, menyebabkan kaki itu benar-benar terpotong. Tanpa penyangganya, Gouz-Maise kehilangan seluruh keseimbangannya dan roboh ke sebelah kanan.
Aku menggunakan kaki kiriku untuk melompat dari sana dan kemudian berlari lurus ke arah tempat dimana kepalanya akan mendarat.
Rencananya sederhana — serang itu menggunakan Vengeance is Mine.
"Dengan ini…" teriakku.
… selesai sudah! Tambahku dalam diam. Kemenangan menjadi milik kami! Kami menang!
Aku tiba-tiba memiliki firasat bahwa kami bukanlah satu-satunya yang berpikir demikian. Saat jarak antara diriku dan kepala Gouz-Maise semakin dekat, keringat dingin mengalir di punggungku, dan itu bukan pertama kalinya. Itu mirip dengan yang kurasakan ketika aku hendak meluncurkan serangan terakhir-ku kepada Gardranda.
Mataku bertemu dengan kedua mata yang ada di wajahnya… dan mata ketiga yang ada di dahinya.
Tidak. Tidak ada hal seperti itu disana. Itu bukan mata.
Hal yang muncul dari dahinya yang robek adalah sebuah batu mirip permata yang sama sekali tidak memantulkan cahaya.
Apa itu? Pikirku.
Tapi aku tau persis apa itu. Itu adalah inti milik monster ini.
Kenapa dia menunjukkannya kepada kami — orang yang mencoba menghancurkannya?
"…!"
Jawaban dari pertanyaan itu datang bersama dengan kumpulan energi dalam jumlah besar yang mulai berputar di sekitar dahinya. Itu mengingatkanku pada sesuatu yang telah kualami hari ini — perubahan dendam menjadi kekuatan penghancur yang luar biasa.
Deadly Mixer.
Kekuatan sihir penghancur yang digunakan Lich itu pada saat terakhir.
Aku sudah terlalu ceroboh. Fakta bahwa Gouz-Maise tidak mengendalikan undead atau menggunakan sihir debuff telah membuatku yakin bahwa dia juga tidak bisa menggunakan hal ini. Namun, Hugo telah mengatakan bahwa Gouz-Maise bergerak dengan cara mengubah dendam menjadi energi. Oleh karenanya, sangat masuk akal jika dia dapat menggunakan Deadly Mixer, yang bekerja dengan prinsip yang sama.
Masih roboh di atas tanah, monster itu mengarahkan kristal itu ke arah kami saat kami semakin dekat dengan kepalanya. Sama seperti diriku, makhluk itu juga sedang menunggu kesempatan yang bagus untuk menyelesaikanku. Dendam itu membantu…
Tidak — dendam itulah alasan utama kenapa dia mampu mengumpulkan potongan-potongan kepintaran yang telah hancur dan menyusun rencana untuk mengakhiri hidup seseorang yang sangat ingin dia bunuh.
"DdEeAaADddLlLyyYyy MmMiiIxxXeeeEEerRrrRRr!"
Karena Gouz-Maise adalah kumpulan dendam, sihir yang dia lepaskan, yang mengubah dendam menjadi kekuatan penghancur, selesai hampir dalam sekejap.
"Counter Absorption!" teriakku.
Aku dengan buru-buru mengacungkan Nemesis dan menggunakan stok Counter Absorption terakhir yang kumiliki. Itu cukup untuk menahan Deadly Mixer yang dia lepaskan. Namun, itu tidak membuatku lepas dari posisi skakmat.
Bagaimanapun, jarak antara diriku dengan monster itu sudah menjadi dekat…
Cukup dekat sampai tangannya bisa mencapaiku.
Mempertahankan diri dari Deadly Mixer telah membuatku tidak bisa bergerak. Gouz-Maise menggunakan kesempatan itu untuk mengayunkan tinjunya yang sebesar batu besar ke arahku. Sesaat kemudian, tubuhku terlempar ke udara… dan kesadaranku memudar.
-
Maiden of Vengeance, Nemesis.
Tepat setelah kami menggunakan Counter Absorption untuk memblokir Deadly Mixer milik Gouz-Maise, tinju-nya yang besar menghantam tubuh Ray. Sambil masih memegangku dalam bentuk greatsword-ku, Master-ku terlempar kesamping. Melewati sela-sela pepohonan yang ada di hutan, dia terbang di udara seperti daun yang diterbangkan angin.
Pemandangan itu mengingatkanku dengan kecelakaan truk yang ada pada ingatan Ray… dan saat Superior Killer memberikan death penalty pertama kepadanya.
"Ray!" aku memanggilnya, tapi dia tidak memberikan jawaban.
Dia sudah kehilangan kesadaran. Dan tubuh pingsannya sedang terbang tepat ke arah sebuah pohon.
"Ah!" aku segera berubah ke dalam bentuk manusia, merangkulnya dari belakang, dan menutup mataku dengan erat. Sesaat kemudian, aku merasakan dampak yang kuat dan rasa sakit menyebar di punggungku. Saat pohon yang kami tabrak berguncang, kami berdua jatuh ke tanah yang ada di bawahnya.
"Khh… Ah…" Aku masih merasakan rasa sakit itu setelah kami menghantam permukaan tanah. Dampak yang kurasakan saat terjepit di antara pohon dan Ray—yang memiliki tubuh lebih besar dari pada diriku—sepertinya membuat beberapa tulang rusukku retak. Namun, aku yakin bahwa itu telah membuat Ray terhindar dari semua rasa sakit ini. Itu sudah lebih dari cukup bagiku.
"Ray!" Aku memanggilnya, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan terbangun.
Melihat ke arah status-nya, Aku melihat bahwa HP-nya sudah berada di bawah 10% dan dia memiliki beberapa status effect seperti Fainting dan beberapa Bone Fracture. Merogoh kedalam inventory-nya, aku mengeluarkan HP recovery Potion dan menuangkannya kedalam mulutnya. Hal itu memulihkan sedikit HP-nya, tapi itu tidak menghilangkan satupun status effect-nya. Lukanya terlalu parah. Juga, consumable item jenis Potion akan lebih efektif jika ditelan, dan karena sedang pingsan, Ray tidak dapat meminum sedikitpun Potion yang coba kuberikan kepadanya.
"Maafkan aku!" Aku menuangkan isi Potion itu kedalam mulutku dan menempelkan bibirku dengan miliknya. Aku kemudian melakukan hal itu sebanyak dua kali lagi. Dengan itu, aku berhasil membuat Ray meminum Potion sejumlah satu botol.
FrontMatter3
Hal itu menjadi efektif hampir dalam sekejap, menyembuhkan sekitar sepertiga HP-nya dan menyembuhkan Bone Fracture ringan. HP-nya juga telah berhenti berkurang.
Meskipun Ray masih belum sadar, dapat dipastikan bahwa dia sudah tidak berada di ambang kematian. Namun, aku tidak yakin apakah masih bisa memandang matanya setelah ini.
"Sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal itu!" teriakku dengan putus asa.
Kami masih berada dalam situasi yang mengerikan. Aku bisa mendengar getaran yang mendekat ke arah kami, memperingatkanku bahwa Gouz-Maise sudah semakin mendekat. Jika monster itu melihat Ray dalam keadaan seperti ini, dia akan langsung membunuhnya.
Dia akan mati untuk kedua kalinya.
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi."
Aku tidak bisa menerima gagasan bahwa Ray akan dibunuh oleh makhluk itu.
"Ray," kataku.
Masih pingsan, Master-ku terbaring di dekat pohon yang kami tabrak.
Aku membelai pipinya dengan lembut dan berpaling darinya. "Aku akan memberimu sedikit waktu."
Aku percaya padamu. Sore hari setelah kita kalah dari Superior Killer, kita telah membuat sebuah janji. Saat itu, kita berdua masih lemah dan tidak dapat melakukan apapun terhadap orang itu. Oleh karenanya, kita setuju untuk menjadi lebih kuat dan menggapai kemenangan. Sekarang, kita berdua bertarung bersama, Aku tau kau akan segera bangun. Jadi aku akan mengulur waktu sampai saat itu tiba… karena itulah yang akan menuntun kita menuju kemenangan.
"Majulah!" aku mengubah tangan kananku menjadi pedang hitam. Meskipun cukup kecil, itu hampir sama kuatnya dengan bentuk pedangku.
Aku menempatkan diriku di depan Gouz-Maise sebelum dia dapat menemukan Ray. "Kau harus melewatiku dulu, Gouz-Maise!"
"DHISSSSIIIIUAAAAAAA!!"
Setiap wajah yang ada di tubuhnya berteriak. Seluruh mata yang ada di wajah-wajah itu berputar dan tertuju kepadaku.
Counter yang ada pada diriku tidak bereaksi, yang artinya dia tidak sedang dikendalikan oleh dendam milik Lich itu. Dia menyadariku hanya karena aku adalah makhluk hidup.
Aku harus menghadapinya dan menahannya cukup lama sampai Ray bangun.
"Augh!" aku menggunakan tangan kananku yang berubah menjadi pedang untuk menyerang Gouz-Maise.
Strategiku sama dengan Ray. Aku menyerangnya, kemudian di serangan balik, dan menghindarinya.
Meskipun Gouz-Maise tangguh dan kuat, dia sama sekali tidak cepat. Bahkan aku sama sekali tidak kesulitan menghindari serangannya.
Namun, tidak seperti ketika Ray mengayunkanku, sepertinya aku sama sekali tidak bisa melukainya. Tanpa Silverlight, apa yang bisa kuberikan kepadanya adalah sebuah sayatan dangkal.
Stats-ku berada jauh dibawah Ray. Bukan hanya itu, tapi aku juga tidak bisa lagi menggunakan skill yang dapat kugunakan sendiri—Counter Absorption.
Gouz-Maise, disisi lain, hanya menyerangku menggunakan pukulan yang dapat langsung membunuhku. Tidak seperti saat aku berada dalam bentuk pedang, satu serangan langsung saja dapat membuat tubuhku hancur.
Meskipun satu kesalahan saja dapat menjadi hal yang fatal, aku terus maju. Jika aku menyerah, kemungkinan Ray akan bangun dan membawa kami menuju kemenangan akan menjadi nol.
Tidak satupun diantara aku dan Ray dapat menerima hal itu. Oleh karenanya, aku bertarung untuk menjaga kemungkinan itu tetap hidup.
Perasaan ini sudah ada pada diriku sejak aku terlahir. Aku yakin kalau Ray juga memiliki perasaan yang sama.
Itu adalah satu hal sejati yang tetap membuat kami tertambat dan terhubung.
***
Paladin Ray Starling, di dalam sebuah mimpi
Aku langsung memahami bahwa aku sedang bermimpi.
Aku masih berada dalam penampilan avatar-ku di Infinite Dendrogram, tapi semuanya terasa agak kabur, membuatku merasa seperti sedang berada dalam lucid dream.
Namun, meski begitu, aku sama sekali tidak kesulitan memahami situasi dan keadaan di sekitarku. Contohnya, aku dapat dengan jelas melihat seorang anak kecil—tepatnya, diriku saat masih kecil—berlari ke suatu tempat.
"Oh… aku ingat hal ini," kataku.
Aku dapat dengan mudah mengatakan bahwa mimpi ini menggambarkan masa laluku. Aku bahkan tau kapan hal itu terjadi. Itu adalah musim panas pada tahun 2035—hampir sepuluh tahun yang lalu.
Tentu saja, Infinite Dendrogram belum rilis saat itu, jadi aku dan kakakku memainkan game yang berbeda.
Saat itu—saat dia berumur 16 tahun—Shu sedang ketagihan memainkan game retro dan belajar seni bela diri. Dia secara bertahap terus meningkatkan kemampuan bertarungnya dengan mengunjungi sebuah dojo milik teman kakak perempuan kami, dan pada akhirnya dia menjadi kontestan yang cukup terkenal lewat U-17—sebuah turnamen untuk remaja.
Hari-hariku pada saat itu diisi dengan bermain game retro bersamanya sambil tidak sabar untuk melihat pertarungannya di turnamen itu. Pada hari hal itu terjadi, aku berniat pergi ke tempat dimana turnamen itu dilaksanakan dengan bersemangat.
Sama seperti yang ada pada ingatan ini.
"Wew, apa-apaan ini?" gumamku.
Sudah wajar aku menanyakan hal itu. Bagaimanapun, Aku—sebagai avatar-ku, Ray—sedang mengikuti diriku saat masih kecil. Bukan hanya itu, tapi ada sesuatu tak dikenal berdiri disampingku. Jika aku harus mendeskripsikannya dengan satu kata, maka itu adalah "siluet."
Ya—sebuah siluet berbentuk humanoid sedang melayang di tengah hari musim panas yang terlihat normal ini. Warnanya adalah campuran dari merah dan hitam, membuatnya terlihat agak menyeramkan. Dalam bentuk Ray milikku dan masih mengenakan semua armor-ku, aku berjalan melewati hari biasa di Jepang ini bersama siluet yang ada disampingku. Keanehan pada situasi ini adalah alasan lain kenapa aku menyimpulkan bahwa aku sedang bermimpi. Sesuatu se-aneh ini hanya bisa terjadi di dalam mimpi.
Siluet itu sama sekali tidak bersuara.
"Bagaimana jika kau mengatakan sesuatu?" kataku kepadanya.
"R e p l a y," kata siluet itu.
R-Replay?
"Jadi ini adalah perbuatanmu?" tanyaku.
Karena suara siluet itu terdengar feminim, aku sesaat menduga bahwa dia adalah Nemesis, tapi aku segera merasa bahwa itu tidak benar.
"A k u i n g i n b e r t a n y a."
Hei, aku juga memiliki beberapa pertanyaan, pikirku.
"G a n t i a n."
Gantian…? Jadi kita akan bergantian mengajukan pertanyaan? Pikirku.
"Ok," anggukku.
Dan dengan begitu, diriku dan siluet berwarna merah hitam yang sepertinya bisa membaca pikiranku itu melakukan sedikit percakapan.
"K e m a n a a n a k i t u a k a n p e r g i?" tanya siluet itu.
"Tempat dimana kakakku akan melakukan pertandingan di sebuah turnamen," jawabku. "Ini ketika, uh…"
Tentu saja, aku tau persis kemana diriku akan pergi pada saat itu, apa yang seharusnya berlangsung disana… dan apa yang sebenarnya terjadi.
"Ini terjadi ketika dia berpartisipasi dalam turnamen Un-kra U-17."
"U n – k r a?" siluet merah hitam itu bertanya sambil memiringkan kepalanya, tapi sekarang adalah giliranku untuk mengajukan pertanyaan.
"Beritahu aku," kataku. "Jika ini adalah sebuah mimpi, lalu apa yang terjadi kepadaku? Aku sangat yakin sedang berada di tengah pertarungan melawan Gouz-Maise. Apakah aku mendapatkan death penalty?"
Kelihatannya bukan begitu, karena sepertinya aku masih berada di dalam game.
"H i d u p… P i n g s a n."
Jadi aku pingsan, huh? Pikirku… Tunggu, bukankah itu artinya aku bisa terkena serangan akhir kapan saja?
"A p a i t u U n – k r a?"
"Sebuah turnamen seni bela diri berjenis death match tanpa batasan berat, tanpa batasan gaya, tanpa peraturan selain penggunaan senjata dan ancaman, dan tidak akan berakhir tanpa KO atau menyerah—Unlimited Pankration. Juga dikenal sebagai 'Un-kra'."
Itu adalah sebuah turnamen populer yang mulai dilaksanakan—jika ingatanku benar—sejak tahun 2027. Dengan mengizinkan penggunaan karate, judo, boxing, kickboxing, sumo, wrestling, Muay Thai, capoeira, koryu, dan gaya seni bela diri lainnya, itu terlihat seperti sebuah event di dalam manga Shonen. Tingkat kekerasannya menuai banyak kritik, tapi turnamen itu tetap menjadi populer.
"…" Siluet itu terlihat agak bersemangat.
Apakah dia menyukai seni bela diri? Aku bertanya pada diriku sendiri. Atau death match?
"Giliranku untuk bertanya," kataku. "Kenapa kau tidak mengetahui apa itu Un-kra sementara—seperti yang kau katakan sendiri—kaulah orang yang me-replay adegan ini?"
Nemesis memiliki sebagian ingatanku sejak saat dia lahir, jadi aku merasa aneh karena siluet ini tidak memilikinya.
"H a n y a … m e – r e p l a y … i n g a t a n… y a n g d i b u t u h k a n."
Jadi dia hanya me-replay ingatan yang dianggap perlu, huh? Pikirku. Tapi, jika dia bisa men-scan ingatanku, meskipun bukan merupakan sebuah Embryo… makhluk apa dia sebenarnya? Kurasa aku harus menanyakannya secara langsung…
"A p a y a n g a k a n t e r j a d i s e k a r a n g …?"
Aku menduga bahwa seseorang yang me-replay adegan ini sudah mengetahui hal itu, pikirku.
"Terus tonton dan kau akan melihatnya dalam beberapa menit," kataku. "Sekarang, pertanyaanku: apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Y a," jawab siluet itu. "D i s i n i , k i t a s e l a l u b e r s a m a …"
"Apa…?" kataku kebingungan.
"Disini," maksudnya, di dalam Infinite Dendrogram? Tapi satu-satunya orang yang selalu bersamaku di dunia ini adalah Nemesis.
"A n a k k e c i l s e n d i r i a n , t i d a k b a h a y a …?" siluet itu bertanya sambil menunjuk diriku saat masih kecil.
"Sistem keamanan yang mengamati jalan publik sudah ada di sana sepuluh tahun yang lalu, jadi, aku tidak sedang dalam bahaya akan diculik atau sejenisnya," kataku.
Aku kesulitan mengingat kapan mesin penjaga keamanan tersebar luas. Aku merasa bahwa mereka sudah ada sejak aku lahir.
"T a p i , a n a k k e c i l s e o r a n g d i r i …?"
"Itu mungkin memang liburan musim panas-ku, tapi itu masih merupakan hari-hari biasa bagi orang dewasa, jadi ya… Tunggu, bukankah itu adalah pertanyaan kedua?"
"Tanya d u a kali j u g a , Ray." Meskipun kalimatnya masih monoton, dia semakin pandai dalam berbicara.
"Bagaimana aku bisa kembali tersadar?" tanyaku.
"Bang u n s e t e l a h s e lesai m e nonton."
"Selesai menonton apa?" tanyaku.
"Ke l a h i r a n m u."
Ke-Kelahiranku…?
"Menonton kenapa k a u men j a d i Ray y a n g s e karang."
"… Begitu," kataku.
Alasan kenapa aku menjadi diriku yang saat ini, huh? Melihat kejadian yang akan terjadi sudah lebih dari cukup untuk mengetahui hal itu.
"Tidak akan lama lagi." Sambil mengatakan hal itu, aku menunjuk ke arah diri kecilku, yang sedang berjalan di depan kami.
Dia sudah berada di dekat tempat turnamen dan hanya perlu berjalan melewati penyeberangan jalan untuk sampai ke pintu masuk. Saat diriku yang berumur delapan tahun menunggu rambu lalu lintas berubah, ada gadis yang jauh lebih kecil berada di samping diri kecilku. Dia memakai aksesoris lucu di rambutnya, tapi karena dia memasangnya dengan salah, benda itu terbang pada saat ada hembusan angin menerpa, dan aksesoris itu jatuh di tengah jalan.
Rambunya masih berwarna hijau untuk kendaraan, dan ketika gadis itu mencoba untuk pergi dan mengambil aksesoris itu, dia tidak menyadari bahwa ada truk yang melaju ke arahnya. Beberapa saat sebelum truk itu menabraknya, diri kecilku berlari, memegang tangannya, dan mencoba untuk menariknya keluar dari jalan. Namun, diriku pada saat itu terlalu lambar dan lemah.
Pada umur delapan tahun, dia terlalu lemah untuk menyelamatkan gadis itu sebelum truk itu menabrak mereka berdua. Hasilnya, apa yang diriku lakukan pada saat itu hanya akan meningkatkan jumlah korban yang ada. Dan dengan begitu, truk itu hendak menabrak kedua anak kecil itu.
Namun, sesaat kemudian, seseorang yang datang dari seberang jalan mengambil mereka berdua dan melompat keluar dari jalan.
Normalnya, orang itu tidak akan sempat. Faktanya, normalnya orang itu tidak akan sempat bahkan jika dia datang ketika gadis itu baru saja pergi ke tengah jalan. Namun, hal itu adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan oleh orang itu. karena kekuatan kakinya yang luar biasa, dia memperpendek jarak di antara kami dalam sekejap dan dengan cepat mengambil gadis itu menggunakan tangannya.
Namun, di sana juga ada aku—yang pada saat itu hanya menjadi beban. Karena diriku melompat ke tengah jalan, orang itu harus mengambil kami berdua. Dan meskipun dia bisa melompat sambil membawa dua anak kecil, itu—sudah sewajarnya—memperlambat gerakannya.
Aku mengingatnya dengan jelas. Setelah perasaan mengambang selama beberapa saat, aku merasakan sebuah dampak lainnya. Kemudian—sambil masih tetap di pegang oleh orang itu—aku berguling di atas tanah.
Meski begitu, aku sama sekali tidak merasakan rasa sakit. Orang yang memegang kami melakukan kerja yang bagus dalam melindungi kami. Aku bisa mendengar beberapa orang yang ada di dekat situ mulai berteriak. Aku, di sisi lain, tidak dapat mengatakan apapun.
Itu sudah wajar. Bagaimanapun—orang yang menyelamatkan kami adalah kakakku.
Mengetahui bahwa aku datang, dia berjalan untuk menemuiku. Dan pada saat itu dia melihat bahwa kami berdua sedang dalam bahaya dan menyelamatkan kami. Meskipun dia harus membayar hal itu—kaki kanannya tertabrak oleh truk itu. Dari betapa biru-kehitaman dan bengkak yang ada di kakinya, kau tidak memerlukan ahli untuk mengetahui bahwa kakinya patah.
Shu hendak mengikuti pertandingan final di turnamen ini. Namun, tepat sebelum itu terjadi, kakinya malah patah…
… Dan itu semua terjadi karena aku mencoba menyelamatkan gadis itu, padahal aku sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.