webnovel

INEFFABLE

VARYA ARMENTA EZVEN Varya putus asa. Setelah berhasil melarikan diri dari penjara pribadi Lord Alstan, dia menyadari bahwa satu-satunya harapan untuk menyelamatkan adiknya hanyalah tawaran dari Lady Ludmilla Wenceslas, yaitu menikahi putra tunggalnya dan melahirkan anak kembar demi menangkal kutukan keluarga Wenceslas yang tidak masuk akal. Varya merasa dirinya akan gila. Dia dikejar waktu untuk dapat merebut Vanessa kembali dari cengkraman Lord Alstan sebelum terlambat. Dan ... apa? Dia diharapkan apa? Menangkal sebuah kutukan? Varya pikir dirinya akan meledak. ***** KYNE SACHEVERELL WENCESLAS Menjadi pewaris sebuah perusahaan raksasa sudah membuatnya menderita. Apalagi mewarisi kutukannya juga. Terlepas dari semua kekhawatiran itu, Kyne pun sungguh mencintai ibunya. Dan tak ada satupun di dunia ini yang mampu memutarbalikkan perasaan itu. Tapi dia harus mengakui bahwa ibunya mungkin gila. Dengan gagasan di pagi buta dan mengatakan bahwa Kyne harus menikah dan menghasilkan sepasang anak kembar agar dia tidak segera mati seperti ayahnya--yang juga mati seperti ayah"nya"--tak ada yang meragukan pemikiran Kyne terhadap ibunya tersebut. Dia mencintai ibunya, sungguh. Dan akan melakukan apapun agar ibunya tak lagi terluka seperti saat ayahnya meninggal. Tapi solusi yang diberikan ibunya sungguh tidak masuk akal. Dan Kyne pikir dirinya akan benar-benar meninggal. Karena menggila.

ladyyuanithe · Realistis
Peringkat tidak cukup
2 Chs

PROLOG

Empat Tahun Sebelum Cerita Benar-Benar Dimulai~

Kamar itu terhalang oleh cahaya, meski tidak lagi sepenuhnya termakan kepekatan gelap karena sinar mentari mencoba masuk melewati lapisan korden tebal berwarna cokelat tua. Dua botol minuman beralkohol tergeletak di atas meja di ruang lain, dengan dua buah gelas yang masih sedikit terisi oleh cairan bening tersebut.

Lantai kamar tidur ruang hotel elit di Ether Gold ini dipenuhi oleh potongan demi potongan pakaian. Di semua tempat hingga ke sisi tempat tidur, bersama dengan sepasang sepatu wanita berhak tinggi yang tergeletak berantakan.

Dua sosok yang tertidur begitu pulas bergerak, memunggungi satu sama lain meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak lama kemudian, suara deringan ponsel membangunkan sang pria.

Dengan mata berat yang terbuka sebelah, Kyne Sacheverell Wenceslas mengulurkan tangan ke atas nakas dan meraih ponselnya. Tanpa sempat melihat siapa yang menghubungi, dia menekan tombol hijau dan mendekatkan benda itu ke telinga seraya bergumam, "Halo.".

"Tuan Muda. Ada kabar duka."

Itu suara Edco yang merupakan sahabat sekaligus sekretaris ayahnya. Dan mendengar itu, mata Kyne langsung terbuka lebar. Tidak memedulikan rasa perih yang berdenyut-denyut di sekitar matanya akibat buka paksa tersebut. Dan juga, mengabaikan kunang-kunang yang terlihat ketika dirinya tiba-tiba menegakkan tubuh.

"Apa yang terjadi?" tanyanya, jantungnya berdegup dengan keras.

"Lord Edgar dan Lady Bianca mengalami kecelakaan mobil pagi tadi. Dokter berkata bahwa mereka berdua menghembuskan napas terakhir pukul 06.20."

Kyne mengencangkan pegangannya pada ponsel, lalu mengambil jam tangannya di atas nakas dan melihat waktu di sana. Sudah lebih dari tiga jam sejak kematian paman dan bibinya tersebut. Mungkin sejak tadi, Edco sudah menghubunginya. Atau mungkin sejak semalam. Tapi yang dia lakukan adalah pergi ke klub dan membawa pulang seorang wanita (lagi dan yang lain, bukan yang kemarin ataupun yang pernah dibawanya) dan bersenang-senang.

Tiba-tiba, Kyne merasa pusing.

"Aku akan pulang."

Setelah berkata seperti itu, Kyne langsung berdiri, memungut pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi. Ketika dirinya ke luar dengan pakaian lengkap seperti semalam, wanita kenalannya dari klub yang dia bawa semalam sudah bangun dan menatapnya bingung.

Kyne melemparkan pandangan sekilas, lalu pergi.

*****

Shamus Abelard menuangkan air panas ke dalam cangkir yang berisi serbuk kopi, mengaduknya. Dia kemudian mengambil dua lembar roti bakar dari pemanggang dan memindahkannya ke atas piring.

Sham kemudian meletakkan dua benda di tangannya itu ke atas meja di ruang duduk, lantas membuka jendela apartemennya, membiarkan udara pagi dan sinar matahari masuk. Walaupun udara di Ether Gold sedang tidak terlalu segar, setidaknya lebih baik daripada udara pengap yang terjebak di ruangannya sejak semalam.

Pria dengan tinggi hampir 185cm itu kemudian duduk sambil menyalakan televisi, lalu menyesap kopinya dengan perlahan. Dia mengembalikan cangkir itu ke atas meja, menggantinya dengan roti dan menggigit besar-besar, selagi tangan kirinya sibuk mengganti saluran. Baru tiga gigitan besar, Sham terhenti dengan sebuah berita tentang kecelakaan maut Presiden Direktur Hiraeth Enterprise yang berakhir tragis. Sang Presiden beserta istrinya, juga dua orang lain yang bersama mereka tewas setelah ban mobil tiba-tiba meledak dan mobil masuk ke bawah tronton. Sang sopir, sekretaris Presdir, dan Presdir dikabarkan meninggal di tempat. Sedangkan istri Presdir menghembuskan napas terakhirnya begitu ambulans meninggalkan lokasi kejadian.

Itu mengejutkan.

Baru seminggu yang lalu dirinya bertemu dengan pemimpin perusahaan terbesar di Joia yang menguasai pasar Asia tersebut, berdampingan bersama seniornya yang merupakan dokter keluarga Wenceslas. Dikarenakan Dokter Patrick sudah hampir mendekati masa pensiunnya, Sham yang saat ini sedang menjalani studi spesialisnya mulai diperkenalkan dengan keluarga tersebut. Walaupun fakta bahwa dirinya dan salah satu anggota Wenceslas merupakan teman sekolah dulu telah mengenal beberapa anggota keluarga yang tersohor tersebut.

Sham meletakkan rotinya dan mengambil ponsel dari dalam kamar. Untuk sesaat dirinya termenung saat melihat wallpaper seorang gadis yang setengah menunduk. Gadis yang dicintainya bertahun-tahun yang lalu, tapi tak akan pernah bisa ditemuinya lagi. Kemudian, wallpaper itu digantikan dengan tanda sebuah panggilan masuk.

Dari sahabat baiknya.

"Halo?"

"Sham, kau di mana?"

Sham sudah mendekati lemari pakaian, memilih pakaian yang akan digunakanya untuk melayat. "Aku masih di rumah. Baru saja melihat berita. Kau baik-baik saja?"

"Aku rasa aku tidak bisa menyetir, Sham. Aku hampir menabrak seseorang."

Punggung Sham berubah kaku. "Kau habis minum semalam?"

"Mmm."

"Kau di mana sekarang?"

"Di pinggir jalan, depan hotel yang biasa."

Sham mengeluarkan kemeja hitam dan celana hitam dari dalam lemari, melemparkannya ke atas tempat tidur. "Tunggu di sana."

Kemudian sambungan telepon dimatikan. Dengan segera Sham berganti pakaian. Jarak dari apartemennya ke hotel tempat Kyne berada sekitar 20 menit berjalan kaki. Namun karena tidak ada waktu selama itu untuk berjalan, Sham memanggil taksi, yang melaju dengan cepat.

~0000~

Seorang gadis yang mengenakan seragam kotak-kotak biru muda berjalan mondar-mandir sambil meremas kedua tangannya bergantian. Mulutnya bergerak-gerak dengan mata yang terpejam, menghapal sesuatu. Tiba-tiba gadis tersebut berhenti, membuka mata, dan mencoba mengingat-ingat. Dia melompat-lompat dengan kepala yang dihadapkan ke atap, dan berakhir dengan berjongkok sambil menutupi kepala dengan kedua tangan.

"Aduh aduh aduh... Kalau nanti lupa bagaimana? Aduhhh…."

Varya Armenta Ezven berdiri dengan sigap lalu berjalan menuju meja rias, tempat di mana berkas tergeletak dan mengeceknya kembali, kemudian kembali menghapal.

Ini adalah final dari Kompetisi Pidato Berbahasa Asing Nasional. Tidak tanggung-tanggung, Mandarin, Jepang, dan Perancis harus dikuasainya. Karena Varya termasuk anak yang cerdas—bahkan dia lompat kelas setelah mengikuti ujian ekstensi—juga banyak belajar bahasa asing karena ibunya pernah menjadi seorang penerjemah, Varya berhasil mengalahkan puluhan peserta lain dan maju untuk menghadapi dua orang lainnya.

Awalnya, dia mengikuti kompetisi ini untuk mengasah kemampuannya, melatih kefasihannya, jadi dia setuju ketika Miss Victoria menawarkannya untuk mendaftarkan diri. Tapi setelah babak penyisihan di mana hampir seluruh peserta dari sekolah menengah bergengsi telah tersingkir dan menyisakan dirinya, Varya mulai terbebani.

Apalagi, Kepala Sekolah menaruh kepercayaan besar padanya.

Hadiahnya sangat lumayan. Bisa membantu mendapatkan menyelamatkan keluarganya dari hutang kepada tuan tanah yang tak pernah bisa dibayarkan semenjak ayahnya lumpuh total. Selain itu Varya juga akan terbebas dari biaya sekolah sampai lulus dan bahkan memiliki kesempatan besar untuk mendapatkan beasiswa di dalam maupun luar negeri.

Seakan semua itu belum cukup untuk membuatnya bertekad sekaligus menambah ketertekanannya, Lady of  Westerland telah dikonfirmasi akan datang ke acara ini. Yang kemudian menjawab kegelisahan Varya; di mana ibunya?

Ibunya selalu memberikan ketenangan setiap kali Varya akan berkompetisi. Sampai babak terakhir, ibunya datang dan memberikan semangat. Hanya saja, karena pagi ini Varya diharapkan datang ke sekolah terlebih dahulu dan berangkat bersama Kepala Sekolah, ibunya berkata akan datang langsung ke lokasi acara setengah jam sebelum acara di mulai.

Tapi bahkan, sepuluh menit sebelum acara di mulai, Seruni belum juga datang. membuatnya gelisah.

Miss Victoria yang merupakan wali kelas sekaligus guru bahasa Mandarinnya memasuki ruang tunggu dan menghampiri Varya. Melihat bahwa muridnya tersebut gugup.

"Duduklah," kata Miss Victoria sambil menuntun Varya untuk duduk. "Atur pernapasanmu."

Varya menggeleng. "Aku butuh ibu. Aku benar-benar membutuhkan ibuku."

"Memangnya ibumu belum datang?"

Varya menggeleng lagi, lalu menunduk.

Miss Victoria mengambil berkas pidato dari tangan Varya dan meletakkan kertas itu ke atas meja. "Aku yakin kau bisa, meskipun kau tidak berbicara dengan ibumu terlebih dahulu sebelum bertarung di atas panggung."

"Aku tahu aku bisa, Miss. Tapi aku tetap membutuhkan ibuku," jawab Varya dengan merengut. "Ketenanganku hanya bisa didapatkan dari ibuku."

Miss Victoria tersenyum geli, lalu mengeluarkan ponselnya. "Hubungi ibumu. Katakan bahwa kompetisi akan di mulai lima menit lagi. Kalau ibumu ternyata tidak bisa datang, pastikan kau mendapatkan ketenanganmu meski hanya lewat telepon. Oke?"

Varya tersenyum lebar, lalu menerima ponsel Miss Victoria sambil mengangguk. "Oke. Terima kasih, Miss."

"Aku tinggal. Sampai ketemu di aula. Semangatlah!"

"Hmm!"

Lalu, ketika akhirnya Varya menempelkan ponsel ke telinga, yang didengarnya bukan hal yang bisa membuatnya mendapatkan ketenangan.

Tapi hal yang membuatnya lari dari lokasi kompetisi, kemudian lenyap hingga empat tahun kemudian.

~0000~

Kyne menunduk di atas kedua tangannya yang terlipat di meja. Pemakaman hari ini berjalan tanpa adanya gangguan alam. Keluarga Wenceslas mengantarkan kepergian dua orang terkasih dengan rasa duka yang mendalam, meskipun pada suatu waktu dalam kehidupan, mereka semua bersaing untuk memperebutkan posisi dan harta.

Tak terkecuali beberapa jam setelah pemakaman di mana seluruh keluarga besar Wenceslas berkumpul di La Mansion Familia, mendengarkan wasiat dari paman dan bibi Kyne serta memastikan pewaris selanjutnya.

Karena rasanya Kyne muak dengan semua itu, dirinya menghilang diam-diam dan pergi bersama Sham ke apartemen sahabatnya tersebut. Merasa sakit kepala dengan semuanya.

Suara deringan ponsel yang bukan miliknya kemudian terdengar, dan diganti dengan suara Sham yang menjawab panggilan tersebut.

"Iya, Di. Kakakmu di sini. Ehmm aku tidak tahu. Tapi kurasa dia akan menginap di tempatku. Begitukah? Iya, iya. Tidak usah khawatir. Aku? Tidak apa-apa. Aku harap kau juga bisa memulihkan dukamu dengan cepat. Tentu saja."

Kyne menegakkan tubuh dan menoleh pada Sham yang memberikan segelas alè padanya. "Diana?" tanyanya setelah menyesap air dengan kepulan asap tersebut.

Sham mengangguk, ikut duduk dan menyesap jahenya. "Dia mengkhawatirkanmu. Dia bilang papamu yang akan menjadi Kepala Keluarga Wenceslas dan Presiden Direktur Hiraeth Enterprise yang berikutnya."

"Yang artinya aku menempati urutan teratas sebagai pewaris."

Sham tersenyum tipis saat mendeteksi nada jengkel dari suara Kyne. "Apa aku yang salah dengar atau kau benar-benar kesal?"

"Kekayaan, popularitas, kekuasaan, tentu aku menyukai semua itu, aku tidak munafik," aku Kyne jujur. "Tapi sayangnya bukan hanya itu."

Sham mengernyit.

"Kalau saja kutukannya juga tidak ikut diwariskan."

Sham tersedak, sementara Kyne menatap sahabatnya tersebut sambil mengernyit.

"Kau tidak mungkin percaya sama hal konyol semacam itu kan?" tanya Sham tak percaya, tapi yang didapat dokter muda itu hanya Kyne yang mengalihkan wajah tanpa bersuara. "Ayolah, Man! Zaman sekarang? Kutukan?"

Kyne mendesah pelan, menyesap lagi alènya. Di luar hujan deras, tepat ketika dirinya melangkahkan kaki ke luar rumah dan menuju apartemen Sham, dan belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Malah, kilat dan petir ikut meramaikan.

"Mau dikatakan tidak percaya, paman dan bibi sudah meninggal. Mau dikatakan percaya, nyatanya aku sendiri menolak untuk percaya," kata Kyne seraya tersenyum miris. "Kau mau tahu ramalan apa yang ada di keluargaku?"

Sham hanya menelengkan kepala sebagai responnya.

"Hiraeth Enterprise akan terus berkembang dan berkembang dan menjadi perusahaan dengan kuasa besar kalau yang memimpin adalah laki-laki keturunan asli Wenceslas. Tapi bayarannya, setiap pemimpin Hiraeth Enterprise tidak akan berusia panjang."

"Itu sama sekali tidak masuk akal."

"Memang." Kyne mengakui. "Tapi pernah ketika kakek dilengserkan dari jabatannya dan perusahaan di ambil alih oleh salah satu pemegang saham, perusahaan mengalami penurunan drastis. Ketika kakek kembali lagi, dalam waktu dua tahun, beliau berhasil melebarkan sayap dengan membuat Ethernal Entertainment beserta sekolah pelatihannya dan sukses besar sampai sekarang. Karena itu, orang dalam perusahaan tidak ada lagi yang berani coba-coba dengan kursi kepemimpinan. Paman Edgar sebagai putera pertama dari kakek diberikan kursi Hiraeth Enterprise dan telah membangun perusahaan eletronik, B-Nic. Sejauh ini, B-Nic berhasil menduduki peringkat kedua dalam hal kualitas barang kategori televisi dan perangkat komputer di Joia, meski teknologinya masih harus diperbaharui. Itu bukti bahwa Hiraeth Enterprise semakin berkembang. Tapi, lima tahun menjabat, Paman Edgar meninggal. Itu waktu terlama yang sama seperti kakek buyutku. Bahkan kakek meninggal di tahun keempatnya menjadi Presdir."

"Tapi bukan berarti itu kutukan, Kyne."

"Kutukan atau bukan, itu fakta. Ironis. Ketika kita berada dalam jabatan itu dan mengetahui hidup kita paling lama hanya lima tahun lagi. Seperti teror. Padahal aku selalu berharap, kalaupun kematian menjemput, aku tidak mau tahu kapan. Dan ini, terlalu menyiksa."

Sham mengangguk, walaupun sebenarnya tidak yakin apakah dia mengerti. "Eh, tapi bukannya papamu anak ketiga?"

Kyne tersenyum letih. "Paman Leon langsung pergi ketika pemakaman selesai. Tadi kami sempat bertemu. Paman Leon bilang dia tidak ingin meneruskan perusahaan. Alasannya sih dia ingin meneruskan kegiatannya keliling dunia dan jadi freelance-stylist. Aku curiga Paman Leon tidak ingin mati muda."

Sham kemudian terkekeh aneh. Antara tertawa mendengar kekonyolan keluarga Wenceslas dan simpati mendengar kesedihan Kyne.

Kyne mengulurkan tangan ke kaca jendela yang berembun karena hujan, menggambar sebuah lingkaran di paling atas dengan huruf C di dalamnya. Kemudian tiga lingkaran lain di bawah lingkaran tunggal tersebut. Masing-masing bertuliskan L, K, dan D. selagi tangannya menggambar, Kyne berkata, "Yang jelas, kami semua sekarang merasakan takut. Papa menjadi Presdir, aku pewarisnya. Mama pasti ketakutan dan sedih setengah mati. Belum lagi Diana yang harus fokus sama Ujian Nasionalnya. Dan di atas semua itu, aku mau papa hidup untuk waktu yang sangat lama. Bahkan harus lebih lama dari aku. Kau tahu sendiri bagaimana orangtuaku saling menyayangi. Tadi saja aku sudah bisa melihat ketakutan di mata mama saat pengacara datang ke rumah dan saat tahu Paman Leon sudah pergi."

"Kalau begitu, kau harus jadi satu-satunya orang yang paling kuat, Kyne."

"Pasti," kata Kyne, dengan keyakinan yang tidak kuat. "Lagipula, sendu dan mellow tidak cocok untukku, kan?"

Sham tersenyum tipis, lalu menepuk pundak sahabatnya itu serata berkata, "Iya. Sungguh sangat tidak cocok. Tetaplah jadi Kyne yang selalu aku kenal, playboy paling berengsek yang memesona."