webnovel

Indigo Love Story

Ana adalah gadis yang bisa melihat hal gaib dan dia patut bersyukur berkat kemampuannya itu, dia menemukan seseorang yang sangat di cintainya. Pernah diterbitkan di Wattpad

Ayi_Lee · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
8 Chs

Indigo Love Story Part 7

Author Pov

Ana melihat sekilas jabatan pegawai itu 'Maneger keuangan' . Ana membungkuk lalu bergeser untuk berbagi lift dengan pria yang baru masuk. "Kau masih magang ya?" tanya pemuda itu, Ana menganggukkan kepalanya. "Hum saya masih magang disini" ucap Ana yang di buat ramah. 'Oh ayolah, aku tidak mau berlama-lama dengan laki-laki ini. Aku punya firasat buruk tentangnya' pikir Ana saat menyadari bahwa laki-laki yang sedang bersamanya dari tadi melihat dari kepala hingga keujung kaki. "Kau mau pulang kerja bersamaku?" tawarnya, dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya. "Maaf pak, saya tidak pulang dengan seseorang yang belum saya kenal. Lagi pula, saya sudah di jemput oleh tunangan saya" ucap Ana, Ana segera menekan tombol untuk keluar dari lift. Laki-laki itu memberikan smirknya "kau mau jual mahal rupanya. Hey, pegawai magang" ucapnya sambil memegang lengan Ana.

"Kau mau kemana hah, kita belum selesai berbicara" wajah Ana benar-benar panik. "Lepaskan tanganku tuan. Atau kau akan menyesal" pinta Ana dengan nada yang sangat ketakutan. Tapi, laki-laki itu tetap menahan pergelangan tangan Ana dan kini semakin kuat. Hantu penunggu lift melihat kepada Ana yang ketakutan "tolong aku!" ucap Ana sambil melihat ke belakang laki-laki yang berusa tiga puluh tahunan itu. Laki-laki itu menoleh kearah belakangnya dan dia bisa melihat sesosok wanita berbaju hitam dengan wajah yang sangat rusak sedang tersenyum kepada pemuda itu.

"Lepaskan temanku!" teriaknya. Bukannya hanya di lepaskan, kini laki-laki itu pingsan ditempat. Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka "terimakasih" ucap Ana, hantu itu menganggukkan kepalanya. "Keluarlah" ucapnya "aku akan membuatnya ketakutan setengah mati" ucap hantu itu, Ana menganggukkan kepalanya lalu keluar dari lift. Dia memilih untuk berjalan lewat tangga, sebelum melanjutkan langkahnya. Dia berhenti di anak tangga lalu menangis, dia segera menghubungi Kevin.

Ana : Hallo~

Kevin : Hallo, kenapa... kau sudah merindukanku hm?

Ana : hiks (menangis)

Kevin : kau kenapa sayang, dimana kau sekarang hum?

Ana : aku ada di lantai lima, ditangga darurat, Vin.

Kevin : aku akan kesana sekarang!

Sambungan telepon pun terputus. Ana terus menangis sendirian disana. Sedangkan Kevin, dia segera berlari ke lift. Tasya menghentikan langkah Kevin "pak rapat akan diadakan tiga puluh menit lagi" ucap Tasya. Kevin menghela nafasnya "batalkan saja, ada keadaan darurat sekarang" ucap Kevin lalu pergi meninggalkan Tasya yang berdiri mematung. "Keadaan darurat apa sih maksudnya?" ucap Tasya yang kini kebingungan dengan Kevin.

Setelah berada di lantai lima dia segera berlari ke tangga darurat. Semua pegawai yang berada di lantai lima menatap aneh kearah bosnya itu.

"Kenapa Pak Kevin jalan lewat tangga, padahal dia bisa kan pakai lift?" ucap seorang pegawai wanita, teman mereka hanya menggelengkan kepalanya.

Kevin bertemu Ana yang sedang menangis. Dia berjongkok di depannya "kau kenapa sayang?" tanyanya, Ana langsung memeluk Kevin. Menumpahkan semua tangisnya pada sang kekasih. Kevin menepuk pundak Ana beberapa kali "barusan aku akan di lecehkan oleh salah satu pegawaimu, Vin" ucap Ana diselingi isakannya. Mata Kevin terbelalak "Apa? Siapa yang berani seperti itu padamu hah?" tanya Kevin yang terdengar marah. "Bagaimana kau bisa lolos?" tanya Kevin lagi. Ana mencoba menenangkan dirinya "dia maneger keuanganmu"

Ana menatap Kevin "aku lolos berkat hantu penunggu lift" ucap Ana. Kevin memeluk Ana "aku akan memecatmu. Jadi, kau bisa beristirahat di rumah hum.. aku juga ingin istriku hanya fokus mengurusku dan anak-anakku nanti" ucap Kevin. "Dan aku juga akan memecat orang yang telah berani melecehkanmu" ucap Kevin sambil mengusap punggung Ana. "Aku tidak ingin dipecat, aku ingin bekerja, Vin. Setidaknya, sebelum aku punya anak dan menikah denganmu" ujar Ana. Kevin menatap Ana "baiklah jika itu maumu. Tapi, kau akan aku kasih skors, bukan karena kau salah. Tapi ini untuk membuatmu nyaman" ucap Kevin. Ana menganggukkan kepalanya "berapa hari?" tanya Ana.

Kevin tersenyum "sampai pernikahan kita berlangsung. Yang artinya, dua atau tiga minggu" ucap Kevin. Ana menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kevin berdiri lalu menarik lengan Ana untuk ikut berdiri bersama "ayo kita pulang. Aku akan memarahimu di depan ketuamu. Supaya terlihat kau benar-benar bersalah. Tapi, ingat ini hanya pura-pura dan jangan dimasukan ke dalam hati, oke?" jelas Kevin, Ana menganggukkan kepalanya. Mereka berjalan bersama sambil menuruni anak tangga "Vin, kakiku lemas" ucap Ana, dengan cepat Kevin menggendong Ana.

Ana tersenyum "kau tidak pegal hum.."

Kevin menggelengkan kepalanya "tidak pegal kok, sudahlah mending kau tidur selagi aku berbaik hati menggendongmu"

Ana memeluk leher Kevin lebih erat. "Aku mencintaimu" ucap Ana.

"Aku juga mencintaimu" ucap Kevin.

"Vin.. ada yang ingin kau tanyakan?" tanya Ana, Kevin mengerutkan keningnya "kenapa kau tidak ingin bilang bahwa aku adalah tunanganmu?" tanya Kevin.

"Karena aku tidak akan memiliki teman yang tulus di tempat kerja.

Jika mereka tau aku adalah tunanganmu. Ku pastikan mereka akan baik padaku karena ingin terlihat baik juga di matamu dan mereka akan minta gaji tambahan" ucap Ana. Kevin terkekeh "cih.. belajar darimana pikiran negative begitu" tanya Kevin. "Wanita yang selalu berdiri dipojok tangga dirumah kak Luna. Dia bilang seperti itu" ucap Ana, Kevin tertawa. "Astaga... Ana... dia hanya membual, bukankah aku sudah bilang padamu. Jangan percaya pada mahluk tak kasat mata" peringat Kevin.

Ana hanya mengerucutkan bibirnya "tapi aku ingin seperti ini. Menjadi pegawai biasa dan itu tidak menjadi beban di hatiku" ucap Ana, Kevin menganggukkan kepalanya. Beginilah jika sudah beradu argument dengan Ana, pasti Kevin akan mengalah untuk Ana.

Mereka sudah sampai di lantai satu, Kevin menurunkan Ana dari punggungnya "Terimakasih" ucap Ana sambil tersenyum "kau harus bertanggung jawab, ini tidak gratis dan punggungku sangat sakit" ucap Kevin. Ana memukul Kevin "heh.. anggap saja kau sedang latihan untuk membentuk ABS mu" ucap Ana lalu keluar dari tangga darurat. Kevin mengikuti langkahnya, dia meregangkan sebentar bahunya. Ana sudah bersiap di tempat duduknya. Sedangkan Kevin, dia menunggu waktu yang dekat untuk memarahi Ana. 'Seperti apa ya jika Kevin marah pada pegawai baru?' tanya Ana pada dirinya sendiri.

"Na, tadi kamu di apain sama Pak Kevin?" tanya Dewi, Ana hanya menampakan wajahnya yang murung. "Aku di marahi karena tidak sopan dan juga aku mengerjakan power point itu dengan waktu yang lama. Aku harus bagaimana?" ucap Ana yang mendramatisir perannya. Orang-orang yang mendengar itu hanya menatap khawatir kearah Ana. "Woah.. yang ku tahu ya Na, pasti kamu bakal dipecat" ujar Bu Desi, Ana menekukkan wajahnya. "Argghh.. hu.. baru saja aku bekerja, masa sudah dipecat lagi?" ucap Ana sambil pura-pura menangis. Kevin datang ke ruangan itu dengan tampang yang benar-benar terlihat marah.

'Oh dia kan hanya pura-pura, mengapa terlihat seperti marah sungguhan?'

Ana menunduk sopan kearah Kevin "maafkan saya, pak" ucap Ana sok sedih dan menyesal. Kevin hanya menggebrak meja dan memarahi Bu Desi karena tidak becus mendisiplinkan pegawainya.

'Aish kenapa dia malah memarahi bu Desi?'

Kevin juga memarahi Dewi karena sering mentelantarkan pekerjaannya. Terakhir, Ana orang terakhir yang Kevin marahi. Kevin memarahi Ana yang tidak sopan padanya, Power point yang acak-acakkan dan juga Ana telah membuat Kevin harus membereskan ruang kerja yang begitu berantakan, rapat dibatalkan juga akibat Ana.

'Lihat saja, akan ku pukul kau setelah pulang dari kantor' amuk Ana dalam hati. Ana hanya menundukkan kepalanya saat Kevin memarahinya "pulanglah.. kau ku skors selama tiga minggu" ucap Kevin dingin, dia mendekatkan wajahnya di telinga Ana. "Tunggu aku di dalam mobil. Kuncinya sudah ada dikantungmu" bisik Kevin. "Pastikan selama tiga minggu kau memikirkan kesalahanmu!" ucap Kevin dingin.

"Maafkan aku, pak" ucap Ana sambil membungkuk. Kevin meninggalkan ruang kerja Ana, Kevin terlihat benar-benar seperti marah. Dewi menepuk bahu Ana "bersyukurlah Na, kau hanya diskors" ucap Dewi. Ana hanya menatap lemah lalu membereskan barang-barangnya "sampai ketemu tiga minggu ke depan" ucap Ana lalu meninggalkan ruangan itu.

***

Ana sudah memasuki mobil sport hitam milik Kevin. Dia tiduran di jok belakang, sesekali memainkan ponselnya.

Kevin Kau sudah di dalam mobil?

Ana Sudah cepetan kau kemari. Aku sudah bosan diam di dalam mobil!!!

Kevin Hum.. aku sedang menuju kesana!

Lima belas menit, Kevin baru saja masuk ke dalam mobilnya "kenapa kau lama sekali?" ucap Ana tanpa mengubah posisinya. "Maaf, aku harus menandatangi beberapa kontrak. Kau mau duduk di belakang apa didepan?" tanya Kevin. "Majukan saja dulu mobilnya, aku tidak ingin terlihat oleh pegawaimu" ucap Ana lelah. Kevin menurutinya dan cusss.. Mobil itu meninggalkan gedung perusahaan milik Kevin.

Setelah jauh dari gedung, Ana pindah duduk ke jok depan "apakah tidurmu nyenyak?" tanya Kevin. Satu tangan Kevin ia gunakan untuk menyetir dan satu tangannya di gunakan untuk mencubit pipi Ana. "Ish.. sakit.." ucap Ana sambil mengerucutkan bibirnya. "Kita mau kemana?" tanya Ana. "Memesan beberapa kebaya" ucap Kevin yang di balas anggukkan kepala Ana.

"Kapan kelulusanmu?" tanya Kevin. Ana terdiam dan menghitung berapa hari lagi dia akan lulus dari kampusnya. "Tiga atau empat minggu lagi" ucap Ana "asik dong, foto wisuda bareng sama suami" goda Kevin, Ana tersenyum malu. "Oh jelas, aku akan memamerkan suamiku di depan semua teman kampusku!" seru Ana.

"Kau pikir aku barang apa, yang bisa kau pamerkan ke semua teman-temanmu?" ucap Kevin yang kini mulai terfokus pada jalanan. Ana merangkul lengan Kevin "kau memang barang kepunyaanku dan hanya milikku" sahut Ana. Mau tidak mau, pernyataan Ana membuatnya benar-benar bahagia.

Dua minggu berlalu, Ana dan Kevin resmi menikah. Air mata ke bahagian jatuh mengiringi pernikahan mereka. Banyak tamu dan teman-teman SMA Kevin dan Ana datang ke acara pernikahan mereka. Tanpa para tamu sadari, semua hantu yang berada di sekolah, penunggu dua pohon besar juga turut hadir di acara pernikahan Ana dan Kevin. Saat para tamu bersalaman dengan pasangan pengantin, Rena dan teman-temannya juga memberikan ucapan selamat. "Ternyata kau benar-benar merebut Kevin dariku" bisik Rena pada Ana. Ana hanya memberikan smirknya "tentu saja, aku lebih berusaha untuk membahagiakannya dari pada kau yang menempel terus padanya" ucap Ana sembari mengenang kejadian waktu di SMAnya. Dimana Rena selalu mencelakakannya demi ingin Kevin bersamanya.

Menjelang malam, Ana dan Kevin di suruh untuk istirahat duluan. Mengingat mereka sudah sangat kelelahan "Kevin, bantu aku mengangkat bawah kebaya ini. Ini sangat berat" ucap Ana, Kevin menuruti apa kata sang istri. Mereka masuk ke dalam rumah yang sepi "kau tau, jika kita akan melakukan hubungan intim. Aku takut banyak yang melihatnya" ucap Ana. Kevin terkekeh "siapa yang akan melihatnya?" tanya Kevin.

"Para hantu lah.. kau sih enak karena tidak bisa melihat mereka. Sedangkan aku, aku masih jelas bisa melihat kearah mereka" ucap Ana sebal. "Kau lupa, hantu itu takut melihat laki-laki yang toples" ucapnya, semburat merah muncul di pipi Ana. "Apaan sih, kok malah bahas yang begituan. Sudah ah, aku mau shalat terus tidur" ucap Ana.

"Eh dari tadi kan kau yang membahasnya" dengus Kevin.

Ana dan Kevin sudah tidur di kasur yang sama. Baik keduanya hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.

'Oh bagaimana ini, aku sangat gugup sekali' pikir Ana.

'Aku harus bagaimana, kenapa aku sangat kaku?' pikir Kevin.

'Baiklah, aku akan menghadap kearahnya' pikir Ana maupun Kevin.

Kevin dan Ana berbalik kaarah berbeda. Dan itu membuat mereka saling berhadapan, mata Ana dan Kevin sama-sama terkejut. Mereka tetap diam, tapi mata mereka saling menatap satu sama lain.

Tiba-tiba, Ana bangun dari tidurnya. Kevin mengikutinya "ah aku gugup sekali. Kenapa dia tidak terlihat begitu!" dengus Ana, Kevin terkekeh lalu mengelus kepala Ana penuh sayang. "Kebiasaanmu masih belum berubah yaaa, kau selalu mengupat di depan orangnya" ucap Kevin sembari tersenyum. Ana memukul lengan Kevin "aku benar-benar gugup. Kau tidak akan melakukan itu kan?" tanya Ana, Kevin nampak berpikir sejenak.

"Bagaimana ya...??" ucapnya. Mata Ana mengedip beberapa kali, Ana juga merekatkan kedua telapak tangannya. "Jangan malam ini ya, aku belum siap" pinta Ana. Ana mulai merangkul lengan Kevin dan bertingkah imut di depan suaminya itu. Kevin hanya diam sambil menatap istrinya "hum.. Ya.. Ya Ya jangan malam ini" pinta Ana. Kevin mencium kening Ana lalu menganggukkan kepalanya "aku tidak akan melakukannya tanpa seizin darimu" ucapnya sambil tersenyum. Senyum merekah tampak dari wajah Ana "asikk.. kalau begitu aku bisa tidur dengan nyaman malam ini" ucap Ana lalu menidurkan tubuhnya. Kevin melakukan hal yang sama, tidur disamping Ana. Bahkan kini, tangan Kevin sudah melingkar dipinggang Ana. Malam itu terlewati begitu saja oleh mereka.

***

Kevin dan Ana tidak sempat bulan madu karena sibuk pindah rumah. Kevin yang sibuk dengan setumpukkan pekerjaan, Ana yang sibuk karena sebentar lagi hari kelulusannya. Meskipun telah menikah, mereka hanya bertemu pada malam hari saja.

Setelah menikah, Ana dan Kevin tidak pernah makan bersama. Ana sering berangkat pagi dan sarapan di kampusnya. Sedangkan Kevin, dia selalu makan sendirian di rumah, memakan sarapan yang disiapkan oleh istrinya.

"Padahal aku sudah menikah, tapi rumah ini begitu kosong" ucap Kevin sambil memakan sarapan dengan malas. Kevin menyelesaikan makanannya dengan cepat lalu pergi bekerja.

Waktu menjelang malam, Ana menunggu Kevin di depan pintu. Sesosok hantu penunggu halaman mereka mendatanginya dan duduk disamping Ana. "Kenapa kau berdiam disini?" tanya hantu kakek-kakek, Ana menoleh ke kakek itu lalu tersenyum "aku sedang menunggu suamiku pulang" ucap Ana. "Kau tau, suamimu sering murung setiap sedang sarapan pagi" ucap sang kakek. Ana terkejut mendengar itu. "Kenapa dia murung?" tanya Ana.

"Apakah makananku kurang enak?" tanya Ana. Kakek itu menggelengkan kepalanya "ini hanya dirasakan oleh suami yang ditinggalkan istrinya saat sarapan pagi. Dia sangat kesepian" ucap Kakek itu. Ana menganggukkan kepalanya tanda mengerti dan sedikit merasa bersalah pada Kevin karena jarang menemaninya sarapan pagi. Sebuah mobil memasuki halaman mereka, Ana segera berdiri untuk menyambut Kevin. Senyum tercetak jelas diwajahnya, Kevin keluar dari dalam mobil. Tatapan Ana beralih saat pintu penumpang juga terbuka dan menampilkan sesosok wanita cantik. Senyum Ana seketika luntur melihat itu. Wanita itu adalah tetangga baru mereka dan dia adalah rekan kerja Kevin.

'Kenapa dia pulang dengan wanita lain tanpa seizin dariku dan tanpa izin dulu padaku?' pikir Ana. Ana merengut karena Kevin baru saja melanggar perjanjian darinya. Perjanjian, dimana jika pulang bersama lawan jenis harus meminta izin terlebih dahulu agar tidak salah paham. Dan untuk pertama kali nya, Kevin melanggar janjinya.

Ana menatap Kevin yang sedang berpamitan dengan tetangganya itu, tanpa tau jika Ana tengah menatapnya cemburu. Ana memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya.

'Mending aku menunggunya di dalam saja. Menunggu diluar membuat dadaku sesak'

"Makasih ya Vin, kamu udah mau nganterin aku pulang" ucap wanita itu, Kevin hanya memberikan senyumnya lalu berpamitan untuk masuk ke dalam rumahnya. Kevin masuk ke dalam rumahnya dan terkejut melihat Ana yang sedang menatapnya tajam. "Kenapa kau telat pulang?" tanya Ana dengan nada yang dingin dan terdengar sangat marah. Kevin duduk di hadapan Ana sambil melepaskan dasinya. "Pekerjaanku hari ini sangat banyak sekali, sayangg" ucap Kevin yang melihat Ana bingung karena tidak biasanya Ana mengacuhkannya.

Ana mengerucutkan bibirnya lalu menundukkan kepalanya "kau sudah makan?" tanya Ana pelan, Kevin menganggukkan kepalanya. "Aku sudah makan dengan rekan kerjaku tadi, kau sudah makan?" tanya Kevin. Ana menganggukkan kepalanya dengan berat hati. Dia sudah kehilangan nafsu makannya.

'Padahal aku belum makan'

"Hum aku sudah makan" ucap Ana yang masih terdengar murung. Kevin menyadari ada sesuatu yang aneh pada istrinya itu. Dia pindah duduk ke samping Ana lalu memeluknya "kau kenapa, mengapa terlihat murung. Kau sakit?" tanya Kevin yang terdengar khawatir. Ana menggelengkan kepalanya. "Kau kelelahan?" tanya Kevin, Ana kembali menggelengkan kepalanya.

"Terus kau kenapa, biasanya kau langsung memberitahuku" ucap Kevin yang mulai lelah dengan sikap Ana. Ana menatap Kevin dari jarak yang dekat dan Kevin masih sabar untuk mengerti istrinya itu.

"Kau mencintaiku?" tanya Ana yang terbilang mendadak, Kevin menganggukkan kepalanya.

"Hum... aku mencintaimu, kenapa kau bertanya seperti itu padahal kau juga sudah tau kan jawabannya?" tanya Kevin yang masih aneh dengan pertanyaan Ana.

"Entahlah, menurutmu kenapa aku marah saat kau mengantar wanita lain pulang?" ucap Ana dengan nada yang sebal. Kevin yang langsung mengerti, dia terkekeh lalu mengacak rambut Ana dengan gemas.

"Oh jadi dari tadi kau diam hanya karena itu.."

Chu ... Kevin mencium Ana.

"Kau cemburu?" tanya Kevin dengan nada yang jenaka. Ana mencubit pinggang Kevin dengan sangat keras.

"Aw aw aw.. Sakit sayangg" rengek Kevin.

"Ishhh.. Iya.. Aku cemburu. Kau puas? Dan rasakan dulu cubitanku ini" ucap Ana. Kevin yang gemas langsung mengankat tubuh Ana "hey apa yang kau lakukan hah?" tanya Ana yang terkejut dengan apa yang Kevin lakukan padanya. "Kau akan tau setelah kita sampai di kamar" bisiknya yang membuat tubuh Ana seketika bergetar.

Ana tersenyum malu. Dan itu menjadi malam yang bersejarah bagi Ana maupun Kevin.

***

Ana telah lulus dari sekolahnya dan dia telah kembali ke perusahaan dimana ia akan bekerja. Ana dan Kevin berangkat kerja bersama. "Vin, turunkan aku agak jauh dari kantor ya" titah Ana, Kevin mengerucutkan bibirnya. "Kau mulai lagi, kenapa kau tidak mau mengakui bahwa kau istriku. Kau tidak mencintaiku?" tanya Kevin. Ana kembali memukul lengan Kevin "sekali lagi kau bilang begitu. Kau tidak akan pernah mendapat apa yang kau mau dariku!" peringat Ana, Kevin tersenyum bodoh di depan sang istri.

"Aku hanya bercanda tadi hum.."

"Aku akan mengaku saat aku sudah hamil, Vin" ucap Ana, senyum Kevin merekah.

"Janji ya?!" ucapnyanya, Ana menganggukkan kepalanya "Aku janji, sayang" ucap Ana sok imut. Kevin bersorak kesenangan mendengar itu. "Aku harus berusaha membuatmu hamil kalau begitu" lagi dan lagi Kevin mendapatkan pukulan dari Ana. "Ish.. kau membuatku takut sekarang" ucap Ana, tapi Kevin hanya menampakkan senyum yang tidak bersalah pada Ana.

"Turunkan aku disana!" titah Ana.

"Ini masih jauh dari kantor" ucapnya.

"Benarkah?" tanya Ana, Kevin menganggukkan kepalanya "hum ini masih jauh, sayang" ucapnya. "Oh kukira ini sudah dekat dengan kantor" ucap Ana, tanpa Ana sadari Kevin tersenyum senang. Ana memainkan ponselnya "kau sedang apa?" tanya Kevin.

"Aku sedang menghubungi ibuku, memangnya kenapa?" tanya Ana. Kevin menganggukkan kepalanya "ku kira kau selingkuh dariku" sahutnya. Wajah kesal sudah tampak jelas diwajah Ana "yang ada itu kau. Awas saja jika kau berselingkuh di belakangku!!!" ancam Ana pada Kevin. "Tak akan ku kecewakan dirimu" ucap Kevin sok manis, Ana mendengus.

Ana telah turun dari mobil Kevin "dadah Kevin" ucap Ana sebelum keluar dari mobil Kevin. Kevin menahan tangan Ana "cium aku dulu" ucapnya. "Ish.." dengus Ana. Tapi... Chu.

"Jangan bengong di jalan ya" ucap Ana lalu keluar dari mobil. Kevin hanya diam mematung. Sedetik kemudian senyum senang keluar dari wajahnya. "Oke, aku akan semangat kerja hari ini" ucapnya. Ana sudah berjalan meninggalkan mobil Kevin dan dia telah sampai di halaman kantor.

"Oh... aku sangat merindukan tempat ini" ucap Ana puitis. Dia segera berlari ke perusahan itu, Kevin hanya terkekeh di dalam mobilnya.

Ana disambut hangat oleh rekan kerjanya itu. "Selamat datang kembali, Ana.." ucap Dewi lalu memeluk tubuh Ana. "Terimakasih" sahut Ana. "Eh ku dengar kau sudah lulus dari tempat kuliahmu ya?" tanya Bu Desi, Ana menganggukkan kepalanya. "Ipkmu pasti tinggi. Kau kan pintar" ucap Lusi. Ana hanya tersenyum malu 'ini berkat Kevin. Dia membantuku belajar' pikirnya. "Tapi, kalau dilihat-lihat kau seperti sudah tidak perawan" ucap Bu Desi. Mendengar itu, mata Ana terbelalak "eh kok ngomongnya gitu sih, Bu" ucap Lusi.

"Kamu sudah menikah ya?" tanyanya, Ana masih terdiam. Semua orang menatapnya untuk meminta penjelasan.

'Aku harus bagaimana ini?'

"Hum, aku sudah menikah" ucapku pada akhirnya, Dewi kembali memelukku "selamat ya Ana. Nikahnya sama siapa?" tanya Dewi Kepo. Ana menggaruk kepalanya yang tidak gatal 'aduh aku harus apa kalau sudah begini'

"Aku menikah dengan orang yang bernama, Prasetya" ucap Ana.

'Untung mereka kurang tau nama belakang Kevin'.

"Eh.. namanya kok gak asing ya ditelingaku" sahut Bu Desi.

Ana Pov

"Kalian tidak akan mengenalnya, dia sangat jarang bisa bertemu dengan pekerja kantoran" ucapku mencoba mengalihkan pembahasan. "Apakah ada tugas untukku?" tambahku. Bu Desi memberikan beberapa berkas ke tanganku "kerjakan ini, bos hanya menyukai cover yang dibuat olehmu" tambahnya.

'Bisa tidak sih Kevin menghentikan aksi pilih kasihnya?'

"Ah iya, akan aku kerjakan" sahutku lalu memulai mengerjakan tugas yang diberikan langsung oleh suamiku tercinta.

***

Ponselku berdering, tanpa babibu aku langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelpon.

Ana : Halo?

Kevin : kau sudah makan siang? (Dia mulai lagi)

Ana : aku akan makan, sebentar lagi. Kau sudah?

Kevin : aku akan makan dikantin. Pastikan kau juga harus ada disana!

Ana : hm aku akan kesana. Beritahu saja, jika kau sudah berada disana

Kevin : ok!

Aku menutup teleponnya.

"Na, tugasmu masih banyak. Kerjakan ya, kami mau makan siang dulu" ucap Dewi, Ana menganggukkan kepalanya. "Eh Dew, nanti aku juga akan makan siang. Apakah aku boleh meninggalkan pekerjaanku sebentar?" tanyaku, Dewi menganggukkan kepalanya. "Terimakasih" ucapku. Mereka pergi meninggalkan aku sendirian di ruang kerja.

Ponselku bergetar.

Kevin Aku sudah di kantin. Cepat kemari!

'Ah.. pekerjaanku padahal masih banyak!'

Aku segera pergi meninggalkan ruang kerjaku. Tidak lupa aku mengunci pintunya karena takut ada yang masuk ke ruangan ini selain karyawan diruangan ini. Lima menit berjalan, akhirnya aku sampai di kantin kantor. Bu Desi melambaikan tangannya, aku berjalan kearahnya dan duduk bersama ketiga rekan kerjaku.

'Kevin mana?'

"Kau lihat, jarang banget pak Kevin makan di kantin kantor" ucap Lusi sambil menunjuk kearah Kevin. Aku tersenyum saat Kevin menatap kearahku 'oh jangan tersenyum, kumohon!' doaku kepada Tuhan agar Kevin tidak tersenyum padaku. Kevin kembali memakan makanannya.

Ku tarik nafas lega..

"Hey lihat, wanita itu siapa?" tanya Dewi sambil menunjuk wanita yang sekarang duduk di depan Kevin. Kevin tersenyum pada wanita itu "woah bahkan Pak Kevin yang judesnya minta ampun. Sekarang tersenyum pada wanita" ucap Dewi.

'Wanita itu, tetangga kami. Kenapa dia kemari?' pikirku.

"Wanita itu kenapa selalu mengunjungi kantor kami?"

"Hum.. selama tiga minggu berturut-turut dia selalu menghampiri Pak Kevin dan makan bersama" ucap mereka saling bersahut-sahutan, kupingku rasanya sudah sangat panas mendengar itu.

"Mungkin bisa saja kan mereka sudah tunangan" ucap Bu Desi.

"ITU TIDAK MUNGKIN!" teriakku sambil menggebrak meja. Semua pegawai menatap aneh padaku. Aku menundukkan kepalaku "maaf" ucapku berkali-kali. "Ayo duduk" titah Dewi. Kevin menatapku, aku menatapnya sinis "maaf tapi selera makanku hilang" ucapku lalu pergi dari kantin kantor. Air mata jatuh dari pelipis mataku 'oh.. dadaku rasanya sesak sekali' aku menuju ruang kerja Kevin. 'Setidaknya, aku bisa memukulnya sekali' ucapku penuh emosi.

Aku langsung menuju lift.

Setelah sampai di lantai dimana ruangan Kevin berada, aku segera melangkahkan kakiku menuju ruangannya. Langkahku terhenti saat sekertaris pribadi Kevin menghadangku.

'Dia mau apa sih menghalangiku?'

"Kau mau apa kembali lagi ke ruangan ini?" tanyanya sinis.

Aku membungkuk hormat padanya "aku disuruh mengambil berkas Pak Kevin" ucapku sok ramah. "Mengapa harus kau? Kan aku sekertarisnya?" ucapnya yang masih terdengar sinis. "Aku memang menyuruhnya. Karena dia masih magang disini dan kebetulan aku melihatnya bermalas-malasan di lobi" ucap Kevin. Sekertaris itu membungkuk 'OMG, kenapa dia pakai baju yang bisa memperlihatkan buah dadanya. Dasar wanita penggoda!!!'

Lenganku sudah terkepal kuat "Ayo ambil" titah Kevin padaku, Aku menganggukkan kepalaku lalu masuk ke ruang kerjanya. Kevin mengunci pintu "Jelaskan soal kau makan bersama tetangga kita selama aku tak ada disini selama tiga minggu!" ucapku dengan penuh emosi.

"Tiga minggu? Aku hanya makan tiga kali bersamanya. Itupun masalah tentang bisnis" sahut Kevin.

"Jangan bohong!" ucapku. Dia memelukku "lepas!"

Dia menciumku dan aku mulai diam. "Aku tidak makan dengannya selama tiga minggu. Kau lupa, tiga minggu kemarin aku sibuk dengan persiapan pernikahan kita dan lagi, aku jarang berada di kantor karena pulang ke kota asalmu" jelasnya. Aku mengerucutkan bibirku dan mengingat tiga minggu yang lalu "kau ingat?" tanyanya. Aku menatapnya lalu tersenyum bodoh "Maaf ya. Habis mereka bilang kau tunangan dengan wanita itu" ucapku yang masih dalam mode cemburu. Dia tertawa lalu mencubit hidungku "aku tidak mungkin melakukan itu, sayang" ucap Kevin yang terdengar gemas padaku.

"Kau harus suruh pegawaimu menggunakan pakaian yang sopan. Bagaimana bisa dia memakai baju sexy di kantor ini" ucapku yang baru teringat kejadian beberapa menit yang lalu. "Kenapa memangnya?" tanya Kevin. Aku memukulnya "kau suka melihat tubuh wanita lain hah!!!" ucapku sebal. Dia terkekeh "iya aku akan menyuruh mereka semua menggunakan pakaian yang sopan. Kalau bisa aku akan menyuruh mereka semua memakai cadar"

Kevin memelukku semakin erat bahkan kini dagunya menempel di bahuku. "Kau tidak pernah berubah, selalu menggemaskan di mataku" ucapnya yang membuatku kembali tenang dan merasa nyaman, Aku menidurkan kepalaku dibahunya yang lebar dan memeluk tubuhnya dengan erat. "Buat aku hamil secepat mungkin" ucapku, dia langsung melepaskan pulukannya lalu menatapku tak percaya "apa?" tanyaku. Dia hanya menatapku tidak percaya "kau serius dengan apa yang kau ucapkan barusan?" tanyanya.

Aku menganggukkan kepalaku "tentu saja aku serius" sahutku. "Aku tidak ingin mereka merebutmu dariku" aku mengalungkan tanganku padanya. "Kau milikku dan selamanya milikku" ucapku, dia tersenyum lalu menciumku.

Oh kejadian yang tidak terduga dan tidak pernah ku bayangkan sebelumnya. Dengan gilanya, dia akan melakukannya di kantor.

"Vin.. tapi ini terlalu ekstrim. Kita bisa lakukannya di rumah hm?" ucapku, tapi dia tidak mendengarkanku. Dia terus mencumbuku tanpa henti dan aku kewalahan. Suara ketukan menyadarkan aktifitasnya, untung baru dua kancing bajuku yang terlepas. "Siapa?" tanyanya dengan nada yang sangat marah. Dengan segera aku merapihkan pakaianku dan juga rambutku.

"Vin dasimu" peringatku padanya. Dia segera merapihkan dasinya. Aku berpura-pura membersihkan tempat yang acak-acakkan karena aktifitas kami barusan. Kevin membuka pintunya "ada apa?" tanyanya pada sekertaris yang tadi. Aku mendengus 'kenapa sih dia, selalu mencoba merayu suamiku dan mengganggu waktu kami berdua?'

"Pak, ada klien kita yang menunggu bapak di ruang rapat" ucapnya. Kevin menatapku "kau harus bereskan ruangan ini sebersih mungkin!" ucapnya yang terdengar marah dibuat-buat "iya pak" ucapku. Kevin meninggalkanku, pintu itu tertutup kembali. Aku duduk disofa itu "huft.. untung tadi sekertarisnya datang. Jika tidak, mungkin Kevin akan menerkamku lebih ganas lagi" ucapku sambil berigidik ngeri. Aku segera merapihkan benda-benda yang jatuh akibat tadi. Setelah selesai, aku duduk di kursi kerja Kevin dan melihat hiasan apa yang ada di mejanya. 'Eh ini kan foto pernikahan kami'

Aku tersenyum melihat itu. Aku membuka lacinya, sebuah album foto kecil tersimpan disana. "Apa ini?" tanyaku lalu membuka album itu "eh ini kan waktu aku masih SMA. Dia sering memotretku rupanya. Hei, ada pesan kecilnya juga disini" ucapku sambil membuka-buka lembar yang terdapat fotoku. Ada yang tengah belajar, melamun, bahkan tertidur saat guru tidak ada. "Ish.. kenapa dia mengambil fotoku saat sedang tidur sih. Tidak sopan!" dengusku. Aku terus melihat-lihat foto-foto tentang diriku saat masih di SMA.

"Kapan dia mengambilnya?"

"Mengapa aku tidak tau"

Pintu terbuka dan menampilkan sosoknya "kau sedang apa?" tanyanya. Ku perlihatkan album foto yang sedang ku pegang "eh.. kau melihatnya?" tanyanya, aku menganggukkan kepalaku. Dia berdiri di belakangku "kapan kau mengambil foto-fotoku?" tanyaku padanya. "Itu rahasia, kau suka?" tanyanya. Aku mencubit pipinya pelan lalu menganggukkan kepalaku "hum aku sangat suka. Apalagi, disini ada pesan kecil yang kau tulis" ucapku, dia memeluk leherku.

"Kau masih mau meragukan cintaku?" tanyanya. Aku menggelengkan kepalaku "hum.. aku tidak meragukannya" ucapku. Aku berdiri dari tempat duduknya "aku harus kembali bekerja. Kunci ruangan tempatku bekerja ada padaku" ucapku, dia menganggukkan kepalanya. "Sampai ketemu nanti sore" ucapnya, aku menganggukkan kepalaku. "Jaga matamu ya!" titahku padanya, dia hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Tak terasa, Waktu berjalan begitu cepat..

"Na, kami pulang duluan ya" ucap Dewi, Aku menganggukkan kepalaku. "Hum.. hati-hati di jalan ya" ucapku, mereka tersenyum lalu pergi meninggalkanku. Aku kembali fokus ke pekerjaanku. Kursi disampingku tiba-tiba bergeser dengan sendirinya. Aku mengabaikannya dan memfokuskan pandangaku pada komputer. Bukan kursi yang bergeser, kini komputer disampingku menyala dengan sendirinya. Aku menghela nafasku 'mereka mengganggu pekerjaanku'.

Aku kembali mengabaikan mereka "Ana, apakah kau akan mengabaikanku lagi?" tanyanya. Aku hanya minum dan melanjutkan pekerjaanku.

Plakk..

Pipiku kena tampar seseorang, aku meringis lalu menoleh untuk melihat siapa yang melakukannya 'Sekertaris pribadi Kevin'. Aku berdiri "kenapa kau menamparku?" dia tersenyum miring lantas melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa yang kau lakukan dengan Pak Kevin di ruangannya tadi. Kau menggodanya?" tanyanya dengan nada yang sinis. Aku menghela nafas bosan "aku tidak menggodanya" ucapku. 'Tapi Kevin yang menggodaku' dia kembali menamparku. 'owh pipiku panas sekarang'

"Mau mu apa sih, kau kan bukan istri dari Pak Kevin, apa hak mu?" ucapku yang mulai tersulut emosi. "Dan kau tidak berhak melarangku untuk dekat dengannya"

Dia terkekeh "kau punya apa untuk bersanding dengannya?" ucapnya, kini tangannya menjambakku. Kepalaku terasa sangat sakit "ku bunuh kau wanita jahanam" ucap Kuntilanak yang sedari tadi mengajakku mengobrol. Aku menggelengkan kepalaku cepat, kilatan marah sudah terlihat dari mata Kuntilanak itu. Tapi, dengan tegas aku menggelengkan kepalaku dan dia menurut. Tasya menjambak rambutku sangat keras "Lepaskan tanganmu, ini sakit bodoh!!" teriakku, tapi dia tidak mendengar ucapanku. "Kau menggoda Pak Kevin kan tadi? Kau membuka kancing bajunya kan tadi??" teriaknya. Aku sempat terdiam 'bagaimana dia tau?'

"Aku tidak membukanya" ucapku sembari menahan tangannya yang menjambakku. "Ish.. lepaskan tanganmu dari rambutku!!"

Mau tidak mau, aku membalas perbuatannya. Aku mulai menjambak rambutnya "HEY APA YANG KAU LAKUKAN!!" teriaknya "kau yang memulainya!!" teriakku. Dia kembali menamparku dan itu terasa sangat sakit sekali. Tanganku juga mulai terasa nyeri, aku melepaskan tanganku dari rambutnya "akh.." rintihku sambil memegangi tanganku. Seseorang menghentikan tangan Tasya yang akan kembali memukulku "Pak Kevin.." ucapnya terkejut. Aku menatap kearah Kevin yang sedang menahan amarahnya.

"Bagaimana bisa kau mengajak seorang pegawai magang berkelahi hah? Dimana sikap disiplinmu??" mata Kevin berkilat marah.

'Oh tidak, Kevin akan terus memarahi wanita ini'

"Kau bahkan menamparnya beberapa kali? Kau tau dia adalah..." ucapan Kevin segera ku hentikan. "Pak tidak apa-apa. Tadi aku memang berbuat salah padanya" Kevin mulai menatapku "aku yang memulai perkelahian" ucapku. Kevin hanya menatap tidak percaya padaku. "Kau ikut Aku!" ucapnya penuh penekanan "dan untuk kau Tasya. Kau akan diskors selama tiga bulan ini!"

Kevin pergi dari kami dan aku mengikutinya. Aku terus mengikutinya, dia terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun padaku. "Vin.." panggilku, dia tetap tidak menoleh "Kepalaku sakit.." ucapku pelan. "Tanganku juga sakit.." ucapku yang kini terdengar merintih. Kevin berhenti berjalan lalu menoleh padaku "kau baik-baik saja?"

Aku mulai duduk di lantai sambil memegangi tanganku. Kevin berlari padaku lalu mengankat tubuhku "kita ke rumah sakit" ucapnya panik. Dalam perjalanan aku pingsan.

***

Aku terbangun dan menyadari bahwa aku sudah ada di rumah sakit. Kevin berdiri, menatap lurus padaku. Bahkan dia mengusap kepalaku "aku akan memanggil dulu dokter" ucap Kevin. Aku menganggukkan kepalaku. Dia pergi meninggalkanku 'akh.. kepalaku sakit sekali'

Dokter datang dan mulai memeriksaku. Dia tiba-tiba meminta suster untuk memindahkan ruanganku 'eh kenapa aku pindah?'

Aku menatap Kevin dan Kevin hanya menganggukkan kepalanya padaku 'ada apa denganku?'

Sebuah ruangan yang membuatku kaget setengah mati saat aku melihat nama ruangan ini "Vin kenapa kita harus kesini?" tanyaku, dia hanya tersenyum. Seorang dokter wanita segera memeriksaku. Bukan di kepala tapi dibagian perut "untung saja, dia tak terjatuh" ucap Dokter itu, aku melihat USG. Sebuah benda menggumpal disana. Air mata perlahan jatuh dari mataku.

"Vin.. ini bukan mimpi kan?" tanyaku. Kevin mendekatiku lalu memelukku "terimakasih.." ucapnya yang terdengar tulus. Air mata kebahagian kembali mengalir dari mataku. "Selamat ya" ucap sang dokter, Kevin tersenyum kearahnya. Dokter bilang, bayi dalam kandunganku masih berumur beberapa hari. Wajar saja sih, kami melakukan hubungan intim dua minggu yang lalu.

Kami pulang dengan senyum yang terus tercetak di wajah kami. Aku bahkan terus-terus an mengusap perutku. "Nanti perutku akan buncit" ucapku senang. Kevin terkekeh "hum.. kau harus menjaga kandungan itu dengan baik" ucapnya, aku menganggukkan kepalaku.

Setelah ku beritahu tentang kehamilanku pada keluargaku dan keluarganya, mereka senang dan bersyukur atas kehamilanku. Bahkan ibu Kevin, mengunjungi rumah kami dan memberikan nasihat soal menjaga kandungan padaku. Setiap pagi, aku juga berangkat bekerja. Tapi, Kevin menugaskanku dengan pekerjaan yang lebih mudah. Dia memberi ruang khusus untukku. Tadinya dia ingin mengumumkan bahwa aku istrinya, sayangnya aku menolaknya dan beralasan bahwa perutku belum membesar dan dia kembali menuruti keinginanku.

Siang itu, aku lapar dan berkunjung ke kantin kantor. Disana aku bertemu dengan rekan-rekanku yang dulu, Dewi mengajakku untuk bergabung dengan mereka. Aku pun ikut bergabung bersama mereka. "Wah Na, pipimu kok sekarang tembem ya" ucap Dewi, aku hanya tersenyum "aku suka makan coklat sebelum tidur soalnya" ucapku. "Eh eh.. itu pak Kevin. Dia makan sama siapa?" tanya Lusi. Aku kembali melihat pemandangan yang menyakiti hatiku. 'Lupakan dan makan saja. Aku lapar' aku mulai melahap makananku tanpa menoleh kearah Kevin.

"Eh.. kurasa ini beneran tunangannya deh. Masa dia berani ngerangkul sama nyentuh pipinya pak Kevin" mendengar itu aku tersedak "Uhuk.."

Dewi segera memberikanku minum "kalau makan hati-hati" ucapnya, aku menganggukkan kepalaku. Aku melihat kearah mereka dan ingin melihat apakah benar Kevin melakukan itu. Mataku membulat, wanita yang tidak ku ketahui siapa. Sekarang sedang merayu suamiku, dengan perasaan yang sangat kesal. Aku berdiri lalu berjalan kearah mereka, ku tebak sekarang aku jadi pusat perhatian pegawai lain. Aku sudah tidak peduli dengan mereka. Aku hanya ingin meluapkan amarahku kali ini.

Kevin menyadari kehadiranku, dia menatapku dan wanita itu juga menatapku. Aku mengambil segelas air minum yang ada dimeja itu lalu menumpahkannya ke wajah wanita itu. Semua orang berteriak melihat apa yang ku lakukan. Kevin berdiri lalu menahanku "apa yang kau lakukan?" tanyanya, aku mengabaikannya. "Lepaskan tangan kotormu itu dari tangan SUAMIKU!!" teriakku pada wanita itu. Semua orang tercengang mendengar ucapanku. Bahkan Kevin, kini terdiam "suami?" tanya wanita itu dan menatap Kevin untuk meminta penjelasan.

Semua terfokus pada kami, Kevin merangkulku "dia memang istriku. Jadi, kumohon maafkan sifatnya. Dia sedang hamil sekarang" ucap Kevin lalu mengangkat tubuhku.

"Aku harus berbicara dengannya" ucap Kevin. "Hey Lepaskan aku!!! Aku ingin menjambak dulu rambut wanita itu!!" teriakanku bahkan diabaikan oleh Kevin. Dia terus membawaku keluar dari kantin kantor.

Author Pov

Semua orang terbengong "benarkah selama ini Ana itu istri Pak Kevin? Oh bagaimana ini, aku bahkan selalu menyuruh ini dan itu padanya" ucap Dewi sambil meremas kepalnya. Bahkan semua orang masih terdiam dan memikirkan apa yang telah mereka lakukan pada Ana.

Ana terus berontak di pangkuan Kevin. Kevin menurunkan tubuh Ana "kau kenapa hum?" tanya Kevin sambil mengusap rambut Ana. "Aku akan menjambak wanita itu" ucap Ana yang masih dalam mode emosi. Dengan segera Kevin memeluk tubuh kecil Ana lalu tertawa "kenapa kau, lepaskan aku!" maki Ana, dia mulia memukuli tangan Kevin supaya melepaskan pelukannya. Kevin semakin merekatkan pelukannya "akhirnya kau mengakuiku" ucap Kevin senang. Ana terdiam dan menyadari itu.

"Akh.. sekarang mereka tau dong siapa aku" ucap Ana yang sekarang suaranya melembut. Kevin menatap Ana "tidak apa, itu membuatku senang" ucap Kevin lalu mencubit kedua pipi Ana dengan gemas. Setelah mengetahui latar belakang Ana, semua orang mendadak jadi baik pada Ana.

'Aku ingin berhenti bekerja kalau sudah begini'

Ana pun berhenti dari pekerjaannya dan lebih fokus mengurus kandungannya.

***