webnovel

IHeart You

**Season I: (TAMAT) Indah Putri Soedarmo, berasal dari keluarga yang kaya raya. Apapun bisa Putri dapatkan dengan mudah. Membuat pribadi remajanya tumbuh menjadi egois dan tidak mau tersaingi oleh siapapun. Kehidupan percintaannya pun tidak berjalan mulus, ia harus memilih antara mengorbankan perasaannya atau membantu orang tuanya untuk melakukan perjodohan dengan pria tampan dan kaya raya, dan memliki sifat dingin dan angkuh. Demi menyelamatkan perusahaan keluarga yang sudah lama berdiri. **Season II - Start Chap 215. I Heart You - Unforgettable Selama ini Jane melarikan diri dari suaminya sendiri, merasa sakit hati ketika ia mengetahui bahwa Henry akan menikah lagi dengan wanita lain. Setelah bertahun-tahun menghilang, akhirnya takdir mempertemukan kembali Jane dan Henry. Tapi... anehnya dia harus menjadi sekretaris Henry, itupun karena permintaan Nicole - istri kedua dari Henry. "Sayang... tadi aku sempatkan mengatakan kalau aku menemukan sekretaris yang cocok untukmu. Dan perkenalkan dia adalah Nona Jane." Ucap Nicole yang menunjuk pada Jane, senyum yang ia berikan berkesan ramah. Apakah Nicole tahu hubungan antara Jane dan Henry? Apakah dia tahu, jika wanita yang akan dijadikan sekretaris suaminya adalah... istri pertama Henry?

Sita_eh · perkotaan
Peringkat tidak cukup
393 Chs

Beautiful Flower 2

Putri pun tidak membalas pertanyaan Mega, "Kamu rasain deh, pasti ada yang beda kalau kamu pakai hati kamu. Pas kamu sentuh bunganya, kamu rangkai. Mereka tuh kaya bisa dengar perasaan kamu, dan perasaan kamu bisa jadi lebih tenang lagi. Jadi lebih santai,dan enggak ada beban. Dan kita jadi bisa berpikir tenang." Mega melanjutkan pembicaraannya.

Putri pun memandang Mega, kali ini ia paham mengapa temannya mengajaknya ke tempat ini. Mega terlihat tulus dan ingin membantu Putri dalam mengatasi masalah-masalahnya.

"Ok, sini aku coba lagi." Ucap Putri tersenyum, "Kamu gak perlu terlalu fokus mikirin supaya hasilnya bagus. Biarin aja pikiran kamu ngalir, letakkin aja bunga-bunga yang menurut kamu bagus. Kamu bisa tambahin pita-pita juga biar lebih manis." Mega kembali menjelaskan, dan Putri menyimak baik perkataan temannya.

Satu jam pun berlalu, Putri berhasil membuat dua rangkaian bunga yang indah. Sedangkan Mega berhasil membuat lima rangkaian bunga. Putri mengangkat kedua tangannya, meregangkan otot-ototnya yang kaku.

Tersenyum dan memandang puas hasil rangkaiannya. "Gimana? Lega gak?" Tanya mega kini berpangku tangan sambil tersenyum manis. "Legaa bangett." Putri menjejerkan hasil rangkaiannya.

"Berapa nilaiku? One 'til ten?" Tanyanya, Mega menatap serius hasil rangkaian bunga Putri. "Tujuh Okelah." Mega memberikan penilaian,

"Yang benar saja, hasil rangkaian gue sama bagusnya dengan punya kamu." Putri yang merasa tersinggung, meletakkan rangkaian bunga milik Mega yang terlihat indah berdampingan dengan miliknya.

Mega menyeringai melihat Putri yang mulai menyadari kesalahannya. "Oke.. mungkin delapan lebih baik." Putri tersenyum lebar, dan disaat yang bersamaan suara perutnya pun berbunyi.

"Upsss, kayanya ada yang kelaparan nih." Ledek Mega, Putri pun tersenyum lebar dan malu. Disaat yang bersamaan, nenek Rina muncul dari balik pintu dapur.

"Pas ya kalau begitu. Makanannya sudah siap." Ucap Nenek Rita memandang mereka berdua yang kelaparan.

"Nenek buat ayam goreng, sambal dan sayur sop." Ucapnya dengan membawa nampan yang berisikan makanan. "Makanan sederhana, Nenek harap kalian suka ya." Ucapnya. Putri dan Mega pun berpindah meja, membantu Nenek Rita yang terlihat berat membawa makanan.

Siang itu Putri benar-benar menikmati makan siangnya, bukan hanya karena makanannya. Tapi rasa kekeluargaan yang tercipta, membuatnya tidak menyesal telah datang berkunjung. Mega tidak hanya temannya saat ini, tapi dia layaknya saudara perempuan yang Putri sendiri yang ia tidak pernah rasakan bagaimana memiliki saudara perempuan.

Putri benar-benar menyesal, mengapa dulu ia pernah jahat dan berperilaku buruk kepada Mega. Obrolan dan candaan ringan, mengisi waktu makan siang mereka.

Suara pintu toko yang terbuka, mengalihkan perhatian mereka. Ada seseorang yang masuk dan memanggil-manggil. Mereka pun berjalan ke arah depan, dan melihat sosok pria paruh baya dengan celana jeans dan jaket cokelat serta mengunakan topi dengan motif loreng.

Pria itu membawa karung yang cukup besar, dan diletakkannya di pinggiran dinding. Rambutnya yang berwarna putih, dan mukanya yang merah padam. Terlihat jelas, pria itu amat kelihatan lelah.

"Pak Danu." Ucap Mega cukup keras, pria tersebut memandang Mega dan tersenyum. "Mba Mega, sudah dirumah." Ucapnya dengan ramah. Nenek Rita kemudian menghampiri pria itu, dengan membawa segelas minuman dingin.

"Ini diminum dulu pak, di luar pasti panas kan." Nenek Rita menyodorkan minuman dingin dan pria itu langsung menerimanya dan menenggaknya dengan cepat.

"Pak Danu bawa pesanan aku kan." Mega mulai melirik ke arah karung yang dibawa oleh pria itu. "Tenang, bapak bawa kok. Itu sekarung bapak bawa. Ada 30 bungkus." Ucapnya sekarang duduk di bangku kecil yang ada didekatnya.

"Nenek siapkan uangnya dulu ya," Ucap Nenek Rina, yang berlalu meninggalkan mereka. Pak Danu yang terlihat lelah, memijat mijatkan pundaknya sendiri. Kemudian sadar dengan kehadiran Putri yang masih asing untuknya.

Putri memberikan senyumannya, dan pria itu membalas senyuman Putri. Mega mulai membongkar bawaan pria tersebut. "Apa itu Mega?" Tanya Putri yang melirik ke dalam karung. "Ini pupuk." Jawab Mega masih sibuk menghitung dan mengeluarkan satu persatu pupuk yang berada dalam karung tersebut.

"Oh ya Pak Danu, kenalin ini teman Mega. Putri namanya." Ucap Mega yang masih terlihat sibuk. "Salam kenal pak." Ucap Putri menatap wajah Pak Danu yang masih terlihat lelah.

"Bapak, seharusnya udah mulai istirahat aja di rumah. Gak perlu antar- antar barang begini." Ucap Mega yang mulai simpati. " Yahh,, neng Mega. Namanya juga usaha, cari rejeki." Ucap Pak Danu memamerkan senyumnya yang lemah.

"Memang gak ada yang bantuin pak?" Tanya Putri, Pak Danu tampak terkejut dengan pertanyaan Putri. Dan mulai menyeka wajahnya dengan handuk kecil yang ia bawa.

"Bapak ini hidup sendiri, anak-anak sudah besar dan sudah menikah semua. Bapak gak mau repotin anak, selama bapak masih bisa berusaha." Ucapnya masih memberikan senyuman.

"Iya, Mega tau bapak bisa kerjain sendiri. Tapi kalau bawa sebanyak ini, lain kali bapak gak boleh sendiri ya ngantarnya. Kan bisa pakai jasa kurir." Ucap Mega yang sudah selesai menghitung pupuk, dan ia mulai menyusun satu per satu di rak kayu yang berada di belakangnya. Putri pun tampak ikut membantu.

"Iya neng Mega, makasih ya sudah peduli sama kakek-kakek ini." Pak Danu tampak menghela nafas, "Kalau dulu bapak gak berhenti kerja, mungkin... yahh memang sudah jalannya." Ucap Pak danu terlihat pasrah.

"Bapak kerja dimana dulu?" Ucap Putri penasaran. "Yahh, dulu bapak kerja di pabrik bagian packing. Cuman, bapak mau dipindahin ke daerah, dan itu jauh sekali." Pak Danu menghembuskan nafasnya yang berat, dan menyeka kembali wajahnya.

"Yah, bapak gak bisa lah pindah sejauh itu. Banyak yang bilang perusahaan lagi gak sehat, banyak karyawan yang dimutasi dan kalau mereka tidak mau. Yahh terpaksa harus mengundurkan diri." Jelas pak Danu dengan rinci.

"Bapak sudah lama kerja di sana?" Putri memberanikan diri untuk bertanya. "Cukup lama mba, bapak bisa sekolahin anak-anak bapak dari kecil sampai mereka menikah." Pak Danu kembali memandang Putri dengan tersenyum.

"Teman-teman bapak banyak yang gak terima, malah buat demonstrasi. Padahal kalau dipikir-pikir, keluarga Soedarmo itu sebenarnya baik. Hal seperti ini juga tidak ada yang menginginkan. Hidup bapak sebagian besar disana, dari jaman kakek buyut sampai anaknya sekarang. Mereka selalu utamakan kesejahteraan karyawannya." Pak Danu mulai menerawang dan mengingat kembali masa-masanya dahulu.

Putri dan Mega saling bertatapan, saat Pak Danu mengucapkan nama keluarga Soedarmo. Bahkan Putri, menjatuhkan bungkusan pupuk tanpa sengaja.

Putri kembali menatap wajah pria paruh baya yang ada di depannya, Pak Danu adalah bukti nyata dari kondisi perusahaan keluarganya. Putri kembali memikirkan masalahnya, kembali memikirkan keegoisannya untuk mementingkan perasaannya.

Berpikir, masih banyak Pak Danu lainnya. Mereka yang tidak siap dengan perubahan perusahaan, mereka yang dengan terpaksa mengundurkan diri. Atau mereka yang berjuang untuk mendapatkan hak mereka atas loyalitas mereka selama ini.

Terimakasih untuk yang sudah membaca sampai bab ini.

Jangan lupa untuk dukung saya. caranya.

1. Vote dengan Power Stone.

2. Berikan Review anda.

3. Beritkan Rate bintang lima untuk bab yang sudah dibaca

4. Share Cerita ini pada teman dan keluarga ya.

Terimakasih :)

Find me on IG Sita_eh

Sita_ehcreators' thoughts