webnovel

I was born to be a God

Aku sudah lelah bersaing menjadi Dewa di Awaland. Kini aku ingin menjadi manusia normal seperti kebanyakan orang lainnya setelah aku kembali ke dunia Nyata. Ya... Aku sudah pernah bersaing untuk menjadi Dewa di dunia lain. Dan itu melelahkan. Kau akan sadar betapa gilanya orang-orang yang terpilih untuk mengisi posisi Dewa. Dan ketika mengingatnya, itu Mengerikan. Jadi oke, masa kejayaanku sebagai Calon Dewa sudah berakhir, aku kalah, dan saatnya aku kembali ke Dunia Nyata. Tapi, aku merasa ini tidak akan berakhir secepat itu. Rasanya seperti... Aku dilahirkan kembali untuk menjadi Dewa di Dunia ini!

Mowly · Sci-fi
Peringkat tidak cukup
25 Chs

Tuan dan Tuhan 2

3 hari berlalu sejak aku terbangun setelah tidur panjangku.

Leon selalu menemaniku melakukan jogging setiap pagi dan sore seperti sekarang ini.

Aku masih takjub dengan Time Skip selama 3 tahun ini.

Leon yang awalnya lebih pendek dan kurus dariku kini tumbuh menjadi remaja yang tinggi, padat, berotot.

"Asupan gizimu kulahap selama 3 tahun ini, jadi berhenti menatapku dengan wajah iri begitu..."

"Ya, itu masuk akal. Bahkan aku kehilangan ratusan hari latihan Futsal. Kakiku kaku sekali."

Kami mengobrol seperti teman lama. Hebat, perbedaan rentang waktu ini membuatku seperti melambat. Adikku semakin dewasa dan berwawasan.

Tubuhnya kira-kira 15cm lebih tinggi dariku. Bobotnya mungkin lebih berat 20kg dari bobot tubuhku.

Dulu aku sering mengusilinya, membantingnya diatas kasur atau matras.

Untung saja kali ini ia tak ingat dan membalasku.

"Kalo ingat dulu kakak sering membantingku, rasanya kali ini tak sabar mau kubalas!"

Kampret...

Dia masih ingat rupanya...

"Kakak terlalu memaksakan diri, dua hari belakangan sampai-sampai jarang pulang karena latihan."

Leon melihatku dengan pandangan tajam.

"Aku harus memaksimalkan kekuatan, ketahanan, dan kecepatan tubuhku."

Perlahan-lahan detil kejadian di Awaland muncul setiap kali aku terbangun dari tidur.

Aku hanya melewatkan 3 hari di Awaland karena lawanku yang cerdik dan berbahaya itu memanipulasi fluktuasi aliran waktu disana. Konversi 3 hari di Awaland menjadi 3 tahun di dunia nyata ini benar-benar merugikanku dan juga kandidat Calon Dewa lainnya.

"Kak, jika ada sesuatu yang terjadi jangan ragu meminta bantuanku!"

Wow. Adik kecilku yang dulunya rewel kini terlihat keren dan dewasa. Bangke, aku benar-benar kehilangan banyak moment!

"Santai Leon, memang sudah seharusnya aku bersungguh-sungguh melatih tubuh dan pikiran, bahkan seharusnya sejak dulu."

Ya, pengalaman di Awaland mengajarkanku bahwa kekuatan dan kecepatan fisik sangat banyak berpengaruh.

Jika cerita Masriz benar, Akibat hasil seleksi Dewa terakhir mengakibatkan berakhirnya Awaland dan menyebabkan unsur-unsur didalamnya terseret ke dunia nyata.

Maka, beberapa Calon Dewa saat itu, kini, disini, di dunia nyata ini, memiliki beberapa kelebihan yang diwarisi dari Awaland!

Aku sudah membuktikannya kemarin.

Untuk itu aku akan melatih fisikku semaksimal mungkin.

Leon berhenti berlari. Ia melambaikan tangan karena sudah waktunya bersiap untuk sekolah.

Usiaku 17 tahun.

Pendidikan terakhirku kelas 8 SMP.

Ini konyol. Aku harus mengulang 1 tahun di kelas 9 SMP karena terakhir kali aku tertidur belum sempat menyelesaikan pendidikan di jenjang itu.

.

..

...

Ibuku menemui Kepala Sekolah.

Seluruh Guru dan Staff akhirnya menyadari dan memaklumi kejadian yang kualami.

Mereka memberiku kesempatan lagi untuk menyelesaikan pendidikan di sekolah.

Sialnya aku jadi siswa tertua dikelasku.

Lalu...

Hari ini terulang lagi.

"Nah, Untuk Model kali ini, yang terpilih adalah Juan!"

Kenapa aku bisa sial seperti ini.

Huft...

Pengalaman terakhir memburuk ketika aku malu-malu menjadi model.

Jadi kali ini aku akan maju sendiri, tanpa rasa malu.

Hmm...

Hah..?

Reaksi yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Ya, aku paham bahwa siswa tahun ini tak lagi sama dengan saat itu.

Oh...

Iya ...

benar juga...

Tubuhku saat ini adalah tubuh remaja 17 tahun.

Fokus mereka pasti kepada otot yang kubentuk selama beberapa hari ini.

Dan juga...

Ini...

Rambut kemaluan yang lebat...

Berbeda dibanding ketika masa terakhirku dijenjang ini bersama Yoffi, Koko, dan Muzo.

Kini peminat di Jurusan Seni Rupa meningkat. Hanya saja, jumlah peminat cowoknya malah berkurang.

Hanya ada 2 orang siswa cowok selain aku.

Pandangan mereka tak bisa lepas dari tubuhku.

"Juan... Sa... saya mau mela... kukan Presen... tasi"

Bu Margaretta yang masih mengajar kelas Anatomi ini masih dengan wajah mupengnya terlihat ingin melakukan sesuatu yang...

Mesum...

"Bu... Tolong jangan berlebihan..."

Sepertinya percuma, ia tak menggubris ucapanku.

Tangannya mulai menyentuh beberapa bagian tubuhku sambil menjelaskan nama dan fungsinya.

Lengan, Paha, Pinggul, Leher, Dada...

Ia menyentuh semuanya dan berbasa-basi.

Oh tidak, beberapa siswi tampaknya nggak sanggup menahan diri.

Sepengalamanku, Tak lama lagi mereka akan tertarik dan mendekatiku.

Oke... seperti yang kuduga bu Margaretta mulai menyentuh dan menerangkan bagian bawah pusarku.

Tak seperti sebelumnya, kini aku berdiri dengan percaya diri.

Penisku juga bisa kukendalikan.

Ah, maksudku, sebelumnya aku mudah terpancing nafsu.

Tapi sejak ingatan tubuh yang kudapat selama 3 hari di Awaland, alias 3 tahun disini, membuatku nyaris kehilangan hasrat seksual yang tak perlu.

.

..

...

Jam pelajaran hari ini berakhir.

Sena menghampiriku, "Gila, ternyata rumor kalo Juan tertidur selama 3 tahun itu beneran ya?"

Aku menunggu apa yang akan dikatakannya.

"Maksudku, ya, apa karena tertidur selama itu jadi penampilan wajahmu juga nggak banyak berubah ya? Masih seperti remaja yang umurnya nggak jauh dariku."

Benar juga, belakangan kalo diperhatikan wajahku nggak kelihatan seperti mas-mas usia 17 tahun yang biasa kukagumi ketika nonton Sinetron singkat di TV.

Wah. Ini bisa jadi kesempatan untukku!

"Hehe, kejadian sepertiku langka lho, Sena!"

Jelas aku harus berbaur seperti biasa, jika mereka mengetahui misi rahasiaku bisa-bisa...

"Nggak Juan, diseluruh dunia, ada beberapa kasus yang sama dengan apa yang kamu alami!"

Aduh.

Iya juga, aku belum mengenal Teman-teman baruku. Kebiasaan dan pola pikir mereka.

Jadi Sena ini type cowok yang nggak ketinggalan berita ya.

"Selain aku ada juga ya? Tapi paling-paling cuma beberapa hari kan?"

Berita tertidur selama beberapa hari juga dulu sering terdengar, tapi nggak mungkin kasus sepertiku terjadi.

"Nggak Juan, menurut survey, ada sekitar 30 kasus yang sama di seluruh dunia. Tertidur selama 3 tahun.

Walaupun waktu mereka terbangun bervariasi."

"Dan sepertinya kamu adalah yang paling terakhir terbangun, Juan."

Aku terkejut.

Jangan-jangan ini bukan kebetulan.

Masriz nggak menceritakan secara rinci mengenai siapa saja yang mengalami kejadian serupa.

Tidak, memang aku tidak tertarik dengan hal itu ketika ia masih ada. Yang kutanyakan malah hal lain.

"Jadi begitu ya Sena. Sepertinya setelah ini aku akan banyak butuh bantuanmu!"

Kutepuk bahunya, namun aku perlu memastikan hal lain.

Kupercepat langkahku dan kutinggalkan Sena.

Jika firasatku benar. Mereka yang mengalami kasus serupa di seluruh dunia, tak lain dan tak bukan adalah para Calon Dewa yang juga sama-sama terkurung di Awaland karena ulah pesaingku.

Kenapa juga aku nggak sempat menanyakan identitas pesaingku saat Masriz menceritakan tentang kejadian di Awaland?

Aku harus mencarinya untuk mendapatkan lebih banyak informasi!

"Ada beberapa Manusia yang menemukan cara menembus batas tubuh manusia dan melampaui tehnologi.

Mereka sama sepertiku, pada akhirnya melakukan percobaan untuk mewujudkan sosok 'Tuhan' yang keberadaannya melampaui Imajinasi manusia."

Itu adalah pesan dari Masriz.

Setelah itu ia berpesan kepadaku untuk tetap melatih fisikku dan berhati-hati terhadap siapapun yang berusaha mendekatiku dengan cara yang mencurigakan.

BRUAKKK!!!

Seseorang menabrakku. Tidak, karena aku terburu-buru lebih pantas jika aku yang menabraknya.

"Maaf mas!"

Seorang cowok yang kira-kira berusia 19 tahun dengan jaket kulit, celana panjang, sepatu, dan sarung tangan hitam dengan postur yang cukup tinggi, dan tubuh yang tegap berdiri dihadapanku.

"Kamu masih saja ceroboh. Dasar Dewa rendahan."

Ia meninggalkanku dengan tatapan dingin yang tenang. Meninggalkanku yang melongo, penasaran dengan apa yang dimaksud olehnya.

Apa aku pernah bertemu dengannya?

Lalu apa yang dimaksud dengan 'Dewa Rendahan?'

Cih, konsentrasiku jadi kacau.

Aku jadi lupa apa yang akan aku lakukan.

Kutelusuri jalanan terakhir yang kuingat, kulalui sebelum aku tertidur selama 3 tahun lalu.

Waktu itu aku dan Silvilla dikejar sampai ke gang kecil ini.

"Lalu terpojok di Toilet diujung sana."

Kulanjutkan langkahku menuju toilet itu.

Pintu toilet tertutup, setelah 3 tahun berlalu rupanya toilet ini masih berfungsi.

Tak lama pintu itu terbuka.

Sosok cowok yang barusan kutabrak keluar dari dalam sana.

Ugh.

.

..

...

Dia...

.

..

...

Kami akhirnya berdiri berdua digang itu.

"Jadi, 3 tahun yang lalu kamu juga melihat siswa-siswa itu mengejarku dan Silvilla?"

"Bodoh sekali sampai dikejar-kejar begitu."

"Hei kau nggak paham masalahnya!"

"Kalo cerdas dan paham bagaimana bersikap, kita nggak akan mudah terjebak situasi buruk...."

Pandangan mata dan ekspresi wajahnya berubah semakin dingin.

Cowok yang 3 tahun lalu memaksa masuk kedalam toilet saat aku dan Silvilla sembunyi itu ternyata dia.

"Kau benar... Ah, iya siapa namamu?"

Aku menyodorkan tanganku, kuharap bisa bertemu lagi dengannya dan banyak belajar darinya.

"Jika aku menyebutkan namaku, kau akan sangat terkejut."

Cowok itu berdiri menjauhiku dengan langkah tenang dan cara berjalan yang tegas.

"Namaku Juan Aldebaran! Senang bertemu denganmu!"

Sudahlah, aku tak peduli. Yang penting ia mendengar namaku, jika kelak kami bertemu lagi dia akan lebih dulu mengenalku.

"Di dunia lain, aku sudah terlalu lelah mendengar namamu. Jadi disini jangan pernah 'Menghilang' lagi!"

Suaranya yang tegas dan pandangan matanya yang menusukku tajam persis setelah ia berbalik.

Ucapannya menyisakan misteri bagiku, apa yang dimaksud olehnya?