webnovel

I was born to be a God

Aku sudah lelah bersaing menjadi Dewa di Awaland. Kini aku ingin menjadi manusia normal seperti kebanyakan orang lainnya setelah aku kembali ke dunia Nyata. Ya... Aku sudah pernah bersaing untuk menjadi Dewa di dunia lain. Dan itu melelahkan. Kau akan sadar betapa gilanya orang-orang yang terpilih untuk mengisi posisi Dewa. Dan ketika mengingatnya, itu Mengerikan. Jadi oke, masa kejayaanku sebagai Calon Dewa sudah berakhir, aku kalah, dan saatnya aku kembali ke Dunia Nyata. Tapi, aku merasa ini tidak akan berakhir secepat itu. Rasanya seperti... Aku dilahirkan kembali untuk menjadi Dewa di Dunia ini!

Mowly · Sci-fi
Peringkat tidak cukup
25 Chs

Lawan dan Kawan 2

"Radius 1Km dari sekitar rumahmu ini sudah dijaga oleh Pelajar SMA Samudera."

Tamasha membuka gordyn ruang tamuku sambil melihat kondisi diluar rumah.

"Leon akan tetap disini dengan penjagaan dari SMA Samudera, sementara kau harus ikut denganku, Juan."

Ia melanjutkan kata-katanya.

"Kita mau kemana?"

Aku berjalan santai mendekati Tamasha yang beralih dari Ruang tamu ke Ruang keluarga kami.

"Kita akan menemui seseorang yang bisa membantu kita untuk mencari informasi."

Mendengar itu, aku segera menoleh kearah Leon.

Setelah melewati semua ini, adik kecil yang dulu hanya bisa main game console dan berlarian dengan anak-anak tetangga itu kini mengangguk singkat menunjukkan kedewasaannya.

"Ini akan membuat mereka mengejarku. Memang saat seperti ini sudah seharusnya aku menjauhkan diri dari orang-orang disekitarku."

Tamasha keluar lebih dulu. Kupersiapkan beberapa barang yang kuperlukan.

.

..

...

"Pasukan Pelajar SMA Samudera akan berada disekitar rumahmu hingga kita kembali.

Sementara beberapa Intel Polisi yang kusewa mengamankan dari sekitar kita."

Waktu menunjukkan jam 6 pagi, seharusnya aku mengikuti kegiatan sekolah pagi ini. Tapi mengingat kejadian yang terjadi belakangan, aku tak keberatan jika hari ini tidak hadir untuk sementara waktu. Toh, seluruh materi pelajaran Kelas Akhir sudah kuselesaikan.

Ngomong-ngomong tentang sekolah, apa arah yang dituju ini searah dengan sekolahku ya?

.

..

...

"Kenapa akhirnya malah sampai di sekolah, Tamasha?"

Kami berjalan santai menuju kelas setelah turun dari mobil Tamasha.

"Instansi Pemerintah adalah Benteng Alami terbaik bukan, Juan?"

Hebat, Itu adalah rahasia umum, dan kenapa aku nggak kepikiran sampai situ.

"Langkahmu selanjutnya meminta bantuan dari sekolah untuk mencari Informasi?"

Aku mencoba menerka apa langkah yang akan dilakukan wanita ini.

"Masih ingat ketika aku datang kesini pertama kali?"

Tamasha mengembalikan pertanyaanku dengan pertanyaan.

"Saat itu aku meminta data Peminatan dan Statistik Bakat Pengolahan Database."

"Ada beberapa orang yang akan bergerak dalam tim untuk membantu kita."

Wah-wah... Persiapan yang cukup matang.

Sepertinya dibandingkan Tamasha persiapanku yang berfokus dengan fisik dan pendidikan akademis masih belum ada apa-apanya.

Arah yang dituju adalah Perpustakaan Elektronik(Perpusnik) milik sekolah kami.

Tamasha membuka pintu Perpusnik dengan santainya, seolah-olah dia bukan lagi tamu yang harus segan masuk ruang manapun.

Wow!

"Sena! Muzo! Brilliana! dan..."

Sosok yang selama ini membuat kami penasaran...

"Tunggu, sejak kapan cowok ini ada disini?"

Hah? Kenapa Tamasha ikutan tanya? Bukannya dia yang mengumpulkan orang-orang ini?

"Nah, terus kalo bukan kamu yang ajak gimana bisa dia ada disini Tamasha?"

Sontak aku menanyakan hal nggak jelas ini.

Sosok cowok berambut pendek sebahu dengan potongan rambut diikat kebelakang, jaket kulit, celana panjang, sepatu, dan sarung tangan serba hitam itu muncul tanpa disangka siapapun.

"Hei! Siapa yang mengajakmu kesini?"

Tamasha terlihat sebal.

"Tidak Tamasha! Justru bagus! Ingat selama ini kita mempertanyakan sosoknya!"

Aku mencoba mencegah Tamasha membuat cowok itu kabur.

"Kalo begitu aku kabur saja..."

Sial! Kami salah bersikap! Selama ini kami mempertanyakan sosoknya! Dan ketika sudah muncul dengan sendirinya seperti ini ia malah kabur!

"Jangan! Maafkan kami!"

Tamasha terlihat benar-benar berusaha memperbaiki kata-katanya.

"Kedepannya kalian harus lebih berhati-hati dalam bersikap."

Cowok itu membalikkan badan. Sial! Dia akan menghilang lagi!

"Kumohon jangan pergi!"

Kuungkapkan permohonanku kepadanya dengan segenap rasa!

"Siapa yang mau pergi..."

"..."

"..."

"..."

Kami semua terdiam...

"Kamu... Nggak mau... kabur..?"

Wajah Tamasha menunjukkan ekspresi tegang ketika cowok itu mengatakan akan kabur.

"Sungguh...?"

Kupastikan lagi kata-kata itu.

"Ya... Ngapain kabur... Lagian kalian menutup satu-satunya akses keluar masuk..."

Wajahnya santai dengan ekspresi polos. Aku... membayangkan bagaimana ekspresi Tamasha melihat hal ini...

.

..

...

Wajah cowok itu babak belur.

Lain kali aku akan berusaha hati-hati saat bercanda dengan Tamasha...

"Kalian ini nggak punya selera humor..."

Cowok itu menggerutu dengan wajah bonyok.

"KEMUNCULANMU SELALU SERIUS DAN MISTERIUS! JANGAN TIBA-TIBA BERCANDA DISAAT SERIUS BEGINI!"

Tamasha tampak berang, suaranya menggelegar.

"Tolong tenang, ini Perpustakaan..."

Cowok ini benar-benar nggak takut mati...

.

..

...

"Ada juga ya sosok yang bisa mengenal kami lebih dulu tanpa harus mendengar nama asli kami?"

Tamasha rupanya sudah sedikit tenang. Muzo dan Sena sedang membersihkan bekas pendarahan cowok yang barusan dihajar Tamasha habis-habisan.

"Kwawian nggwak wswah pwswing dwengwan lwatwaw bwewakwangkw.

Jwikwa dwengwan bwantwankw kwawian bwiswa mwendwapwatkan swewwh dwatwa pweswaing wain, Wugi swekwawi jwikwa kwawian mwembwatkw kwecwa dwan kwabww hwinggwa twak wadwa winfowmwaswi wang kwawian pwewoweh..."

Tangan kiri cowok itu patah hingga diperban, bibirnya bengkak hingga bicaranya belepotan. Sukurlah Tamasha tidak berada di pihak lawan...

.

..

...

"Sena mendapatkan daftar nama orang-orang yang mengalami kasus tertidur selama 3 tahun dari 2 situs terpercaya milik pemerintah.

Muzo mengumpulkan data latar belakang mereka dari situs media massa online.

Brilliana menjaga sistem proteksi agar lokasi kami saat mengakses data tidak dapat terlacak dari luar.

Dan cowok yang nggak mau Identitasnya disebar ini membantu memastikan validitas data yang kita terima."

Tamasha duduk dikursinya dengan paha dan kedua tangan terlipat. Kami semua memperhatikannya dengan seksama kecuali cowok yang babak belur ini.

"Kalian bisa memanggilku 'Manipulator'..."

Ugh...

.

..

...

Tak hanya aku...

Kulihat Tamasha tampaknya juga mengalami sakit kepala ketika mendengar ucapannya barusan...

"Ketika aku mengatakan hal simpel itu, kepala kalian sudah merasakan nyeri.

Ketika namaku kusebut, kepala kalian akan pecah karena seluruh ingatan otak yang ada di Awaland dan ingatan tubuh yang ada disini akan terkumpul dalam waktu singkat..."

Aku melihat Tamasha meneguk ludah mendengar hal itu.

"Mau coba...?"

Ketika Manipulator ini mengucapkan kalimat itu, kami berdua melotot dan saling memandang sambil melambaikan tangan, "Ah Jangan-jangan-jangan!!!"

Pria ini tampaknya adalah kunci utama ingatan kami.

Setelah mendengar hal itu, aku dan Tamasha saling melihat satu-sama-lain.

Kita nggak boleh memaksakan diri untuk mengungkap jati dirinya. Justru 'Manipulator' ini adalah pecahan ingatan terakhir yang harus diketahui.

"Ternyata kehidupanmu ribet banget, Juan..."

Muzo yang terakhir kali kutemui sebagai sosok The Most Masculline, sosok yang kukagumi, bisa sampai terlibat dalam kehidupan pribadiku.

"Uh... Hehehe..."

Aku bingung mau menjawab apa, yang jelas tim ini merupakan tim yang luar biasa.

"Wah, hebat! Juan yang hebat begini bisa gugup juga didepan orang-orang yang nggak kalah hebat!!!"

Sena melihat kami seperti kelompok manusia super.

Sementara Brilliana yang sejak awal kurang suka bergaul tidak menanggapi apapun.

"Ini adalah daftar nama 35 orang korban kejadian 'Tidur Abadi' juga urutan terbangun dari Awal hingga akhir :

1. Surya

2. Mamba

3. Masriz

4. Louise

5. Tony

6. Faisol

7. Naraka

8. Mac

9. Soleh

10. Snippy

11. Rebella

12. Tamasha

13. Soraya

14. Pierre

15. Brunott

16. Ratatta

17. Saberio

18. Yoke

19. Samarinda

20. Bayi

21. Alfa

22. Kelvin

23. Ulil

24. Alfian

25. Fauz

26. Bilqis

27. Meylinn

28. Dicksan

29. Panji

30. Aprian

31. Ferly

32. Farhan

33. Saddam

34. Kayla

35. Juan

Silahkan dicek lagi barangkali ada yang kurang pas."

Brilliana menyodorkan daftar nama yang sudah dicetak dikertas ukuran A3 Kepada Tamasha, tapi Manipulator itu merebutnya.

"Hey, apa yang kau lakukan?"

Wajah Tamasha menunjukkan raut heran.

"Bayangkan efek ketika kalian mendengar satu nama yang berkaitan dengan Awaland, lalu bayangkan lagi ketika melihat seluruh daftar nama ini..."

Aku dan Tamasha saling memandang dan meringis.

"Kalian ini ceroboh banget di dunia nyata..."

Untuk kedua kalinya Manipulator ini mengmbandingkan sifatku di dunia nyata.

Seolah dia kenal benar bagaimana sifat kami di Awaland.

Bagaimana hubungan kami di Awaland akan terkuak nantinya ketika semua petunjuk mengenai ingatan kami terhubung.

Kali ini aku hanya perlu melakukan strategi yang sesuai.

"Kalau begitu seseorang membacakan nama-nama dalam daftar tersebut satu-persatu."

Tamasha memberi kami solusi.

"Nah, kalo tugasku sudah selesai, aku mau pulang dulu..."

Muzo berdiri dan beranjak dari tempatnya lalu berjalan menuju pintu keluar Perpusnik.

"Aku masih penasaran disini, pulang ntar sore ajalah!"

Wajah penasaran Sena memang nggak dibuat-buat.

"Aku tetap disini, jika kalian masih membutuhkan bantuanku."

Brilliana beranjak dari tempat duduknya dan pindah ke pojok ruangan setelah mengambil buku tertentu di lemari.

"Aku yang akan mengucapkan nama sesuai yang tertulis di daftar ini!"

Sena sangat bersemangat hingga menawarkan diri untuk membantu dengan cara itu.

Aku dan Tamasha saling memandang tanda setuju dan tak masalah dengan permintaan Sena.

"Siap?"

Kami berdua mengangguk.

.

..

...

....

.....

Aku terbangun. Sepertinya barusan kesadaranku hilang karena kepalaku nyeri saat beberapa nama sudah disebutkan.

Namun pecahan dan kepingan ingatan Perlahan-lahan berkumpul.

Tamasha masih menundukkan kepala, bahkan menyandarkannya ke tanah.

Ini lebih menyakitkan daripada yang diucapkan Manipulator itu.

"K... Kurang... berapa... nama lagi... Sena?"

Wajah Tamasha begitu pucat.

Sena melihat Tamasha dengan tatapan yang sama pucatnya, "T.. tapi... Apa kau baik-baik saja..?"

"Juan barusan sadar dari pingsan, walaupun Tamasha belum jatuh pingsan, tapi sepertinya kau memaksakan diri..."

Benar sekali, kantung mata, keringat yang bercucuran, bibir yang pucat, semuanya menunjukkan bagaimana ia begitu memaksakan diri.

"Aku tanya... kurang... b.. berapa nama lagi?"

Tamasha menunjukkan raut serius. Pandanganku beralih kearah Manipulator yang menunggu kami dengan santai.

Wajahnya tenang dan tak berubah sedikitpun.

"Masih 10 nama... nama terakhir yang kusebut adalah Snippy."

Dari sini aku menyadari bahwa ketika berada di Awaland, Tamasha lebih banyak bertemu dan berinteraksi dengan pesaing lainnya dibandingkan denganku.

Terbukti bahwa Tamasha lebih sering bereaksi ketika nama-nama itu disebut dibandingkan denganku.

Lalu... Kronologis kejadian disana, masih samar bagiku.

"Lanjutkan, Sena!"

Tamasha memberi aba-aba kepada Sena.

.

..

...

....

.....

Nama Brunott disebutkan, lalu Tamasha jatuh pingsan. Darah mengalir dikedua hidungnya.

Aku dan Sena terkejut dan bergegas menuju UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)

Mencari beberapa Bahan Pertolongan pertama untuk kejadian seperti ini.

Brunott disebutkan 5 nama setelah Snippy, tapi sudah membuat kami nyaris menyerah. Sepertinya kami harus melanjutkannya lain kali.

.

..

...

Sudah 4 jam berlalu, para guru membantu kami membawa Tamasha ke Klinik dengan Mobil Kesehatan milik sekolah.

Tentunya alasan aneh yang membuat Tamasha pingsan tak bisa dipertanggungjawabkan, jadi kami sepakat untuk mengatakan bahwa mungkin Tamasha tidak bisa bertahan lama di ruang tertutup.

Aku dan Sena ikut mengantar Tamasha. Sementara Brilliana dan Manipulator tampaknya meninggalkan sekolah karena nggak ada lagi yang bisa dilakukan.

Seperti sebelumnya, kawanan Pelajar SMA Samudera mengawal mobil yang kami tumpangi, tentu guru pendamping UKS nggak akan menyadari hal itu dan mengabaikan mereka.

.

..

...

Kondisi Tamasha dianggap cukup serius. Dokter menyarankan bahwa ia harus dirawat dalam klinik selama beberapa hari.

"Amnesia Retrograde. Memaksakan diri untuk belajar atau mengingat sesuatu memaksakan kinerja 'Cerebral Cortex' dan mengakibatkan cedera yang memiliki potensi berbahaya."

Dokter Eghar adalah kenalan Tamasha dan Masriz.

Berita jatuh pingsannya Tamasha membuat beberapa kenalannya penasaran, berusaha menghubungi bahkan menemuinya.

"Tamasha akan aman disini bersama banyak orang yang dikenalnya, sebaiknya kalian berdua kembali dan beristirahat."

Dokter Eghar mempersilahkan kami untuk kembali.

Aku dan Sena berjalan meninggalkan Klinik.

"Dokter itu menyuruh kita kembali sementara Mobil kesehatan sekolah sudah kembali lebih dulu. Dasar nggak perhatian."

Sena yang polos dan terus terang mengutarakan perasaan yang sama denganku ketika kami sudah berada didepan Klinik.

"Ah, maafkan aku. Kami sudah memanggil kendaraan khusus kenalan Tamasha untuk mengantar kalian kembali."

Aku dan Sena terbelalak terkejut suara Dokter Eghar yang tiba-tiba muncul dibelakang kami.

.

..

...

"Leon, aku pulang!"

Janji Manipulator yang berkata akan menempatkan pengawal SMA benar-benar dipenuhi.

Leon berada didalam kamar, keringat membasahi tubuhnya.

"Hei, ngapain?"

Aku melemparkan sebotol minuman Ion dingin kepadanya.

"Latihan kak, dari kejadian kemarin aku merasa harus lebih siap menghadapi apapun."

Awalnya aku berusaha menyembunyikan mengenai hal yang kuhadapi sendirian, tapi akhirnya Leon mengetahui sampai di titik yang tak kuduga. Tapi ini semua ada baiknya, kami bisa saling siaga ketika menghadapi apapun.

KRIIIINNGGG....

Suara Telephone rumahku berdering.

Aku dan Leon dengan sigap bergegas keluar kamar, sepertinya kebiasaan kami nggak hilang, berlomba siapa yang lebih dulu mengangkat Telephone.

"Cih!"

Leon menjulurkan lidah karena berhasil menggapai Telephone sepersekian detik lebih dulu dariku.

"Kediaman Aldebaran disini. Bisa dibantu?"

Leon Aldebaran menyapa dengan 'Intro' khas Telephone rumah kami.

Wajah bangga Leon perlahan berubah...