webnovel

I Love You, Kak Laras!

"Kakak mau bilang sesuatu," ujar Andra dengan nada bertanya. "Sesuatu?" tanya Laras, mengulang kata belakang yang Andra ucapkan. "Bener, 'kan?" Andra berhore-ria tidak jelas. Gadis berponi itu menggeleng dan memegang kepala. Ia mulai takut kalau tahun terakhirnya di masa SMA akan berakhir nahas, karena kehadiran sosok Andra yang selalu saja mengikutinya. Semenjak awal bertemu ketika masa orientasi, Andra tak henti-henti mendatangi Laras. Sekalipun datang hanya untuk menyapa tanpa menyampaikan hal yang penting, Andra akan tetap melakukannya. Hal itu membuat si gadis berponi merasa jengah dan kesal, rasanya ia ingin pergi yang jauh ke tempat di mana tidak ada seorang Andra. Padahal gadis itu terus menolak, tapi anak laki-laki berkulit putih itu terus saja mengejarnya. "Andra, aku kan udah bilang kalau kamu jangan gini terus," ucap Laras lirih nan hati-hati. "Gini gimana?" Andra tampak tak mengerti. Laras menghela napas panjang dan memejamkan mata sesaat. "Kita itu nggak seumur, Ndra. Harusnya kamu juga tau." "Tapi aku mau seumur hidup sama Kak Laras," sahut Andra dengan cepat. Bagaimana tanggapan Laras tentang hal tersebut? Langsung saja ikuti kisahnya di "I Love You, Kak Laras!" karya Author Ampas. Created by: Ampass_Kopi23 Jatim, Jum'at, 20 Agustus 2021

Ampass_Kopi23 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
195 Chs

Mengajukan Diri

Jam istirahat hampir usai, tetapi Andra tak kunjung menemukan Luna di mana pun. Bahkan Andra mencarinya hingga ke lantai 3 seluruh gedung, tetap tak ia temukan wujud gadis berambut pendek yang membawa jaketnya. Pada akhirnya, Andra pun memutuskan untuk kembali menuju kelasnya.

Dengan napas yang terengah-engah, Andra menuju kembali ke kelas. Sesampainya di ambang pintu kelas, matanya membelalak lebar melihat Luna yang telah duduk manis di bangkunya sendiri. Memang anak laki-laki tersebut tak berinisiatif mencari Luna di kelasnya sendiri, karena ia pikir hal tersebut terlalu mudah untuk ditebak. Namun ternyata, justru di kelasnya sendiri gadis tersebut bersembunyi.

"Cebol!" teriak Andra di ambang pintu.

Luna refleks menutup wajahnya dengan hoodie jaket yang ia pakai. Ia yang awalnya memainkan ponsel pun langsung menunduk dan bersembunyi di balik lipatan tangannya. Banyaknya orang di kelas mulai memperhatikan keduanya bergantian. Andra mulai mendekat tanpa menghiraukan suasana di sekitarnya yang terlihat serius dan hening. Para penghuni kelas memperhatikan Andra dengan mulut bungkam, Andra sendiri hanya fokus pada tujuan utamanya, Luna.

"Lo mau main-main sama gue?" tanyanya dengan gigi yang tetap menempel, ia menggertak saking kesalnya dengan tingkah Luna.

Anak laki-laki itu telah berdiri di samping bangku kosong samping Luna. Setelah mengutarakan kekesalannya dan tak mendapat respon dari si gadis berambut sebahu itu, Andra pun langsung menarik hoodie jaketnya yang Luna pakai.

"Budek, ya, Lo?!" sentaknya, sembari menarik hoodie jaket abu-abu tersebut.

Kepala Luna ikut tertarik oleh tarikan pada hoodie jaketnya. Ia menoleh perlahan ke arah Andra, dan mulai berbisik, "Diliatin abang lo tuh, Egok!"

"Apaan abang-abang? Lo ya yang bilang ke anak-anak gue adeknya ketos? Lo juga pasti yang bikin grup kelas baru tanpa gue? Gila, ya! Gue kan ketua kelasnya, lo sendiri yang bikin gue jadi ketua kelas, malah lo sendiri yang hianatin gue pake bikin grup baru segala." Andra mulai mengoceh panjang lebar, tak memberi kesempatan pada Luna yang hendak menjawabnya.

Karena Andra yang terus saja mengoceh, Luna pun benar-benar tak memiliki kesempatan untuk berucap. Hingga akhirnya Luna menoba memberi tahu Andra melalui bahasa isyarat dengan mengedip-kedipan matanya. Namun, otak Andra yang kelewat kurang penuh itu pun justru menangkap hal lain dari kedipan mata Luna.

"Ngapa lo kedip-kedip gitu? Demen lo, ma gue?" tanya Andra mulai out of topic.

Mendengar hal yang menurutnya tak masuk akal, Luna pun kontan berdiri dan menatap tajam Andra. Anak laki-laki pemilik jaket abu-abu itu pun semakin menajamkan tatapan yang ia layangkan pada Luna.

"Najis banget!" jawab Luna mulai kesal.

"Emang lo najis!"

"Anak gila!"

"Lo yang gila! Bisa-bisanya lo ajuin gue lagi buat OSIS. Kurang ajar lo, ya!"

"Ya, kan pantes aja gitu. Lo adeknya ketua OSIS yang kemaren, siapa tahu lo bisa jadi ketua osis juga, 'kan?"

"Nggak mau!"

Dua anak tersebut kembali bertengkar dan membuat gaduh seisi kelas yang hening. Para senior yang berada di depan kelas hanya bisa diam dan merasa canggung dengan keadaan yang tengah terjadi. Padahal sosialisasi mengenai ornganisasi siswa intra sekolah tersebut baru saja berjalan, dan nama Andra baru saja dijual oleh Luna sebagai calon anggota baru. Namun, langsung berjalan ricuh karena Andra yang tiba-tiba datang dan berteriak.

"Bisa diem, nggak, kalian?!" gertak si ketua OSIS, yang memang sengaja memilih untuk mengajukan sosialisasi di kelas sang adik.

Andra menoleh ke arah papan dan kontan melotot, senyumnya mengembang, dan tubuhnya mulai ikut menghadap ke depan kea rah papan tulis. Matanya menangkap senyum manis dari senior yang telah ia incar dari awal masuk ke SMA tersebut. Kontan saja Andra berjalan pelan ke depan, hendak menemui gadis pujaannya.

"Diem lo di sana!" sentak Bima dan langsung membuat Andra mematung di tempat. "Duduk dengan tenang, dan dengerin sampek tuntas," lanjutnya, menunjuk Andra dari kejauhan.

Andra hanya mengangguk dan mulai mundur teratur, tapi dengan mata dan senyum yang tetap lekat pada gadis berambut pendek sebahu yang tengah berdiri di samping Bima.

Sesampainya ia pada bangkunya sendiri, Andra pun langsung duduk dan memangku wajah dengan lipatan tangannya. Bima di depan sana mulai mengembuskan napas panjang, dan berharap tak aka nada yang terlalu peduli dengan ucapan gadis yang duduk di bangku depan Andra, mengenai statusnya yang merupakan kakak kandung dari anak pembawa masalah itu.

Angga, kawan baik Bima yang juga merupakan anggota OSIS, memulai sosialisasi mengenai organisasi yang ia dan kawan-kawannya pegang. Dari keunggulan OSIS, visi juga misi OSIS, beberapa kegiatan yang diadakan langsusng oleh pihak OSIS, sampai pada kegiatan sekolah yang dipegang dan dijalankan langsung oleh OSIS, dan tujuan adanya organisasi tersebut.

Dengan tetap menopang dagunya, Andra menatap Laras yang mulai berbicara mengenai program kerja unggulan yang ada dalam organisasi. Dengan sangat detail, Laras menjelaskan mengenai kegiatan yang paling popular dan selalu berjalan dengan sukses dari tahun ke tahun, yaitu festival antar sekolah. Festival tersebut diadakan setiap tahunnya pada awal libur semester pertama. Beberapa sekolah tetangga akan datang dan ikut serta dalam festival tersebut. Festival ini bukan hanya diadakan di SMA mereka saja, beberapa SMA tetangga juga ada yang mengadakan festival yang sama.

"Sebelumnya, kita akan saling konfirmasi antar ketua dan anggota inti OSIS sekolah. Akan ada rapat gabungan sebelum terlaksananya festival ini, dan sekolah tempat festival berjalan akan memberikan juknis dan jadwal lomba-lomba juga puncak acara festival. Sehingga kita akan dapat mengontrol kerja tim yang bagus untuk perlombaan beregu," jelas Laras dengan sangat lincah.

Andra terpukau dan mulai duduk tegak sembari membuka mulutnya. 'Nggak salah naksir cewek, nih, gua,' batinnya, merasa sangat cerdas telah jatuh hati pada gadis yang tengah berbicara di depan.

"Kak!" Seorang anak mulai mengangkat tangan kanannya.

Laras, Angga dan juga Bima langsung melihat ke arahnya. Memang yang ada di kelas Andra adalah mereka bertiga yang bertugas sebagai pembicara OSIS di kelas tersebut.

"Iya?" Laras merespon dengan menyunggingkan senyumnya yang paling manis.

'Anj- Kak Laras senyum-senyum ke anak buaya itu!' gerutu Andra dalam hatinya.

"Boleh bertanya, 'kan?" tanya anak yang mulai menurunkan tangan kanannya.

"Boleh," jawab Bima singkat.

Andra mengernyit dan mulai mencibir sang kakak yang sangat irit bicara. 'Nggak guna banget jadi ketua OSIS,' batin Andra terheran-heran.

"Jadi, festival tersebut diadakan secara bergantian di setiap sekolah yang mengadakan rapat khusus?" Anak itu pun menanyakan apa yang mengganjal dalam otaknya.

Laras mengangguk dan berkata, "Jadi, beberapa sekolah juga memiliki festivalnya sendiri. Namun, mereka mengadakannya di waktu yang berbeda dengan festival dari sekolah-sekolah lain."

"Bukan, Kak. Maksud saya, apakah festival ini merupakan program kerja gabungan antara OSIS sekolah ini dan beberapa sekolah lain? Jadi, kegiatannya hanya dilakukan satu tahun sekali, dan tempatnya pun bergantian dari sekolah satu ke sekolah lain?"

"Bukan." Kali ini Bima yang menjawab. 'Gue tau anak beruk itu lagi ngatain gue,' batin Bima setelah melihat ekspresi Andra yang menyebalkan.

"Jadi?" Luna ikut menyahut, mulai tertarik dengan dengan organisasi tersebut.

"Setiap sekolah memiliki festivalnya sendiri, dan tidak semua sekolah mengadakan kegiatan tersebut." Ketua OSIS itu mulai menjelaskan dengan cukup singkat dan mudah dipahami. "Kita hanya mengadakan rapat untuk mengkonfirmasi lomba-lomba dan acara apa saja yang akan diadakan, dan SMA mana pun yang diundang, baik yang memiliki festival ataupun tidak, tetap akan ikut rapat tersebut. Sehingga sekolah-sekolah yang akan ikut serta pada perlombaan yang diadakan sewaktu festival, bisa mulai berlatih dengan baik."

Seisi kelas menatap kagum pada penjelasan si ketua OSIS tersebut, kecuali Andra. Anak itu justru menguap sangat lebar ketika mendengar sang kakak menyampaikan program kerja organisasinya. Dalam hati Andra juga mencibir Angga yang hanya diam tak berarti di samping Bima.

"Seperti tahun-tahun sebelumnya, kita akan mengadakan perekrutan anggota baru untuk kepengurusan OSIS periode baru." Laras menyenggol Angga agar lekas membagikan formulir pendaftaran anggota baru OSIS.

"Aku! Aku! Aku! Aku mau masuk OSIS, Kak Laras!" teriak Andra seraya mengangkat-angkat tangan kanannya seperti anak kecil.

Luna menoleh ke belakang dan bergidik geli sekaligus kesal. "Tadi aja ngamok-ngamok. Giliran liat gebetannya di OSIS langsung sok keren ajuin diri," cibir Luna lirih, tak terdengar oleh telinga Andra yang tuli pada hal lain saat ada Laras di dekatnya.

"Nggak usah kasih dia deh, Ngga." Bima menarik lengan Angga dan berkata demikian dengan sedikit lirih.

Angga menoleh ke arah Bima dan bertanya, "Lah, kenapa?"

"Gila, ya? Lo kan tau sendiri Andra anaknya kek gimana," jawab Bima sedikit geram dengan pertanyaan Angga.

"Ya, siapa tau kan dia jadi bener kalo ikut OSIS. Posthink aja, lah."

"Anak modelan Andra tuh nggak ada sisi positifnya, makanya susah buat berpikiran yang baik-baik."

Angga terkekeh dan menepuk bahu Bima pelan. "Kasih aja dia kesempatan, mungkin adek lo mau nyoba berbaur dan nekunin organisasi. Dia kan adek lo sendiri, pasti 11-12 lah sama kek elo."

Bima langsung memasang wajah datar, hampir ke tatapan tajamnya. "Menurut lo, sifat gue yang kayak gimana yang mirip sama tuh bocah?" tanyanya sangat serius.

*****

Lamongan,

Minggu, 10 Oktober 2021