webnovel

Bab 9. Ditinggal

Cherryl termenung di taman samping rumah Galih. Gadis itu bingung harus mengerjakan apa karena Rahayu melarangnya mengerjakan pekerjaan rumah. Sedangkan ia sendiri sedang libur kuliah. Masih ada satu minggu lagi waktunya mengawali semester baru.

Cherryl mengembuskan napas panjang jika mengingat kembali hasil masakannya pagi tadi. Ia merasa tak salah memasukkan garam tetapi kenapa nasi goreng itu sangat asin. Cherryl tak mau menduga-duga hingga nantinya malah akan timbul fitnah.

"Non," panggil mbok Sumi pada gadis itu. Cherryl menoleh dan melihat wanita paruh baya itu mengembangkan senyuman yang turut dibalas olehnya.

"Sudah mulai panas, sebaiknya non Cherryl masuk ke dalam."

"Aku masih ingin di sini, Mbok. Lagipula, di dalam juga mau ngapain? Aku nggak boleh bantu Mbok bersih-bersih."

"Jangan Non, itu sudah kerjaan simbok. Non itu harusnya pergi jalan-jalan biar nggak suntuk di rumah. Apa Non masih sedih karena tadi pagi?"

Cherryl terdiam. Matanya sendu menatap ke arah asisten rumah tangga mertuanya tersebut.

"Jujur aku lebih ke merasa bersalah, Mbok. Aku tak bisa memberikan yang terbaik untuk suamiku di hari pertama kami menjadi pasangan suami istri. Kak Galih juga sampai sekarang belum pulang. Entah dia pergi ke mana."

"Ditelepon saja, Non. Non minta maaf sama den Galih. Meski bukan kesalahan Non sepenuhnya, tak ada salahnya untuk mengalah. Kalau sama-sama keras, ndak akan pernah selesai masalahnya."

"Nggak ah, Mbok. Aku malah takut nanti kak Galih makin marah sama aku. Biarkan saja dulu kak Galih menenangkan diri. Aku yakin kok, nanti dia pulang."

Mbok Sumi hanya bisa menatap iba majikan barunya. Cherryl yang biasanya ceria setiap datang ke rumah, kini malah jadi murung setelah resmi menjadi salah satu anggota rumah.

Gavin yang hendak keluar rumah tak sengaja menoleh pada pintu samping yang terbuka. Di sana, Gavin dapat melihat raut wajah Cherryl yang begitu sendu. Ingin rasa hati untuk menghibur gadis itu. Sayangnya, gengsi diri lebih mendominasi. Gavin melangkah pergi setelah membaca pesan bahwa teman-temannya telah menunggu.

"Ryl."

Cherryl menoleh dan tersenyum pada Rahayu. Ibu mertuanya itu tampak membawa dua gelas jus di tangannya. Rahayu menyerahkan salah satu gelas pada gadis itu.

"Makasih, Ma. Harusnya aku yang bawain minuman buat Mama, bukan sebaliknya."

"Nggak papa, Sayang. Mama cuma bawain. Ini buatan simbok. Katanya kamu lagi di sini."

Cherryl hanya bisa mengulas senyuman. Gadis itu menyesap minuman segar berwarna kuning di tangannya. Manis, itu yang terasa.

"Enaknya taman mama ditambahin bunga apa lagi ya, Ryl?" tanya Rahayu.

Cherryl tampak berpikir sejenak.

"Kayaknya bunga anggrek bagus, Ma. Mama belum punya koleksi bunga anggrek, kan?"

"Wah, iya bener. Pinter kamu, Sayang. Kamu mau nggak temenin mama buat beli bibit anggreknya sekarang?"

"Emmm Ma, nanti kalau kak Galih pulang bagaimana?"

"Biarkan saja. Anak itu seenaknya sendiri buat menantu mama sedih. Biar dia kelimpungan nyariin kamu."

"Jangan Ma, nanti kak Galih malah makin marah sama aku."

"Nggak bakal, Sayang. Percaya deh, sama mama. Udah, kamu siap-siap dulu. Mama juga mau siap-siap. Sekalian kita makan siang di luar."

Cherryl mengangguk kemudian bangkit mengikuti langkah Rahayu yang telah lebih dulu memasuki rumah.

"Lho Vin, nggak jadi keluar?"

"Ada yang ketinggalan," jawab Gavin singkat. Lelaki itu kemudian berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Rahayu hanya menggelengkan kepala melihat sikap Gavin yang dingin, berbeda dengan Galih. Gavin sangat susah diatur sedangkan Galih selalu bisa menuruti perkataan orang tuanya.

Cherryl berpapasan dengan Gavin ketika lelaki itu turun menuju lantai satu.

"Vin, makasih," lirih Cherryl menghentikan langkah lelaki itu.

"Buat apa?"

"Untuk tadi pagi. Kamu masih mau makan apa yang aku masak padahal makanan itu tak layak konsumsi."

Gavin hanya mendengus dan meneruskan langkahnya. Cherryl mengedikkan bahu tak mengerti mengapa Gavin sedingin itu padanya. Apa Cherryl pernah berbuat salah pada Gavin hingga lelaki itu membencinya?

Cherryl bahkan tak ingat jika Gavin adalah lelaki yang pernah menyatakan padanya beberapa tahun yang lalu. Begitu mudahnya Cherryl melupakan Gavin sedangkan lelaki itu sama sekali tak bisa melupakan Cherryl. Meski rasa itu telah terkikis, tapi Cherryl pernah menjadi bagian dari semangat Gavin menjalani hari-harinya.

Rahayu tersenyum lembut saat Cherryl menghampirinya. Wanita itu menggenggam tangan kiri Cherryl dan melangkah ke luar rumah. Keduanya diantar oleh supir menuju penjual tanaman langganan Rahayu.

Setiba di sana, senyum Cherryl tak henti mengembang. Gadis itu menatap berbagai tanaman segar di dalam pot. Satu persatu ia pandangi hingga tak sadar telah masuk terlalu jauh.

Rahayu menatap sinis pada gadis yang kemarin dinikahi putra sulungnya tersebut. Setelah membeli tiga jenis tanaman anggrek, wanita itu segera kembali ke mobil. Ahmad, supirnya membawakan bibit tanaman yang kemudian ia letakkan di bagasi mobil.

Setelah masuk ke mobil, Rahayu memerintahkan Ahmad untuk segera berangkat.

"Non Cherryl ditinggal, Nya?"

"Aku buru-buru, Pak. Ayo, cepet jalan. Ini papanya anak-anak nyuruh ke kantor. Tadi aku sudah ajak Cherryl tapi dia masih betah di sana. Biarkan saja, nanti juga bisa pulang sendiri."

Ahmad tak bisa membantah karena ia hanya seorang pekerja yang tentu takut kehilangan mata pencahariannya. Biarlah nanti ia kembali lagi menjemput Cherryl setelah mengantar Rahayu.

Cherryl begitu terpesona dengan berbagai tanaman itu hingga tak menyadari dirinya telah ditinggal pergi oleh sang mertua.

"Mau pilih yang mana, Mbak?" Seorang pramuniaga mendekati Cherryl yang sedari tadi hanya melihat-lihat saja.

"Eh, belum ada, Mbak. Saya menemani mertua tadi ke sini. Nanti kalau sudah ada yang cocok saya ambil."

Pramuniaga itu mengulas senyum kemudian menghampiri pelanggan yang lain. Sekian lama Cherryl melihat-lihat tanaman hingga memutuskan untuk membeli mawar putih dengan potnya.

Cherryl mencari Rahayu ke sekeliling tapi tak juga melihat mertuanya itu. Apakah Cherryl terlalu lama memilih hingga tak melihat kepergian Rahayu? Gadis itu kemudian keluar dan tak mendapati mobil yang tadi membawanya ke sini.

"Kok nggak ada, ya? Mama pergi ke mana dulu?" monolog Cherryl.

Cherryl kemudian mengambil ponsel di dalam tasnya. Memulai panggilan ke nomor ponsel Rahayu tapi tak juga diangkat oleh wanita paruh baya itu. Cherryl tak putus asa. Berkali-kali ia menelepon Rahayu meskipun tak mendapat jawaban.

Cherryl mengembuskan napas panjang. Dilihatnya isi dompet yang hanya tinggal satu lembar lima puluh ribu. Tak mungkin sampai ke rumah jika naik taksi. Perut Cherryl mulai melilit karena tadi pagi gadis itu tak lagi bernafsu untuk meneruskan sarapan.

Sebuah motor dengan pengendara mengenakan helm fullface berhenti di hadapan gadis itu. Cherryl agak memundurkan tubuhnya.

"Ngapain lo di sini?"

Cherryl mendongak menatap lelaki yang kini membuka helmnya. Cherryl ternganga karena tak menyangka akan bertemu lelaki itu di sini, di tempat yang tak terduga.