webnovel

I'm NOT Me [Because it's Me, but NOT Myself]

Karena ini aku, tapi bukan diriku

izzunni15 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
1 Chs

I : Prologue

Karena aku bukanlah diriku.

○○○

Ketika sebuah kebodohan seseorang saat diberi kesempatan yang justru disia - siakan. Maka seseorang yang lain akan datang. Memberi sebuah harapan. Yang mungkin bisa dibanggakan.

Dan di saat seperti itulah perasaan seseorang akan terombang - ambing tidak karuan.

🐾

Takdir ini memang aku yang menjalani. Tapi, bukan sebagai diri sendiri.

Karena aku bukanlah diriku.

-I'm Not Me-

"Saya bersedia."

Kalimat itu terucap. Begitu ringan tanpa hambatan. Namun yang mengucapkan justru merasakan sakit tidak karuan.

Yaitu Jung Yein. Yang kini tersenyum pilu, tapi masih tetap tersipu tatkala material lembut keduanya menyatu. Bersama seorang Jeon Jungkook, ia merasa bahagia dan sesak di saat yang sama.

Yaitu Jung Yein, yang kini tetap tertawa bahagia di saat kepahitan yang nyata menusuk rongga dada.

Yaitu Jung Yein, yang terus terpikir apakah yang dilakukannya sudah benar atau tidak.

Hingga satu panggilan nama "Eunseo.." menembus rungu, Yein mendadak dungu. Walau batinnya tak terima, raganya malah terbiasa.

Yein menoleh. Menangkap siluet suaminya, Jungkook tengah memandang khawatir padanya.

Bukan. Bukan sebagai Yein, tapi sebagai Eunseo yang Yein gunakan namanya sebagai alibi agar selalu berada di sekitar Jungkook. Pria yang paling ia cintai. Dari dahulu hingga kini.

Bodoh memang. Tapi inilah alur hidupnya. Menjadi seseorang yang dicintai, namun bukan sebagai diri sendiri.

"Iya?"

Tepat ketika netra keduanya bertubrukan, gerakan tangan Jungkook membuat jantung Yein berpacu kencang. Sisi wajahnya terbalut sempurna oleh telapak hangat milik pria yang beberapa menit lalu menyandang status sebagai suaminya.

"Kau baik - baik saja, Sayang?"

Ya ampun! Yein bisa pingsan. Selama ini hanya tatapan benci dan kata - kata kasar yang selalu Jungkook tunjukkan. Sekarang begitu lembut sampai membuat Yein terhanyut.

Yein menggeleng. Ia harus sadar. Perannya tidak boleh melebihi batas yang telah ia tetapkan. "Aku.. baik."

Jeon Jungkook menderita amnesia setelah kecelakaan yang melibatkannya, Eunseo -kekasihnya, dan juga dirinya.

Dokter yang menangani Jungkook mengatakan, ingatannya hilang secara keseluruhan. Tapi hanya sementara.

Maka dari itu, Yein memberanikan diri menjadi peran pengganti. Meski akan terlampau sakit pada akhirnya nanti.

"Kau yakin baik - baik saja, Sayang? Sungguh?"

Kekhawatiran Jungkook membuatnya gelisah. Yein begitu tahu ini hanyalah sandiwara yang dibuatnya. Tetapi, mengapa terasa begitu nyata?

Yein mengangguk mantap. "Sungguh, tak apa."

Usapan kecil pada pipi pualam Yein, Jungkook berikan. "Eunseo, jika kau lelah, istirahat saja."

Bisakah 'Sayang' saja? Jangan 'Eunseo', Jungkook! Batin Yein menjerit.

Rasa nyeri yang datang dadakan, Yein tahan.

Rasanya seperti ditusuk berbagai benda tajam. "Aku tak apa, sungguh."

Namun, tetap saja mulut yang paling pandai memainkan peran. Dengan menebar kebohongan meski tidak ingin dilakukan.

Dan yang lebih miris, Yein memainkannya terlalu apik. Meski terasa sakit, Yein terus lakukan. Hingga suatu hari akan berbeda pun, Yein akan tetap tertawa bahagia di atas penderitaannya.

Yein saat ini bukanlah Jung Yein yang dulu. Sosoknya telah berganti sosok yang baru.

Well, katakan saja Yein bodohnya kelewatan. Meskipun sesakit ini tapi tetap Yein jalani.

Karena Jung Yein bukanlah dirinya sendiri, melainkan diri orang lain. Seorang Jung Yein tidak akan pernah mendapat cinta dari seseorang yang dicintainya.

Sampai kapanpun akan selalu seperti itu. Sosok gadis manis periang Jung Yein tidak pernah ada. Seolah hal tersebut hanyalah cerita fiksi belaka.

-I'm Not Me-

17 AUG 2017

KIRIN INTERNATIONAL HIGH SCHOOL

Kala itu, musim gugur. Di belakang sekolah. Aku, Eunseo, dan Jungkook. Selalu menghabiskan waktu bersama.

Besar dalam satu lingkungan yang sama membuat kita semakin akrab dari waktu ke waktu.

Sampai masa kita memasuki Sekolah Menengah Atas pun, kita di tempatkan dalam satu kelas yang sama.

Hingga tiba saat di mana setelah itu, entah ada masalah apa, Eunseo pulang ke kampung halaman. Dia memberitahu hanya tiga hari di sana.

Dan, ketika itulah, di tempat yang sama, di belakang sekolah..

"Jungkook, aku-" Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku selama ini padanya. Perasaan yang telah lama ku pendam.

Namun belum rampung satu kalimat terlontar, kulihat Jeon Jungkook menoleh. Aku tidak tahu apa arti tatapannya itu, tapi dari jawabannya, "Kau berniat menembakku, Jung Yein? Maaf, tapi aku tidak menyukainya. Aku sedang tidak ingin menjalin hubungan apapun selain persahabatan saat ini. Lagipula aku hanya menganggapmu sebagai adikku. Jadi, buang saja perasaan konyolmu itu."

Jungkook terlampau peka dengan keadaan sekitar.

Aku tahu dia tidak akan menyukainya. Ucapannya bahkan lebih dingin dari gunung es di kutub utara. Lidahnya pintar sekali menohok hati. Tatapannya ternyata lebih tajam daripada pedang.

Hingga sampai di mana aku ditinggal sendiri pun, jiwaku sudah berasa mati.

Aku tidak tahu, Jungkook bisa bersikap seperti ini padaku. Aku.. Sangat sakit.

Tapi pikiranku terus saja menepis bahwa ini hanya sementara. Jeon Jungkook akan kembali seperti biasa.

-

Di kemudian hari, Eunseo kembali. Ke Seoul. Dan kita berangkat bersama, seperti sebelumnya. Seperti tidak terjadi apa - apa.

Hingga sampai kelas pun kita bercanda tawa bersama.

"Eunseo, aku-"

"Aku tahu. Apakah berhasil?"

Belum tepat bokongku menyentuh kursi, ucapan Eunseo membuatku ngeri. Netraku membola. "Bagaimana bisa?! Kau, tahu dari mana?"

Eunseo justru terkikik geli. Katanya, "Tidak penting. Jadi, apakah Jungkook menerimamu?"

Sebisa mungkin kami mengecilkan volume suara agar Jungkook dan teman yang lain tidak mendengarnya.

Aku lemas mengingatnya. Tubuhku meluruh begitu saja pada kursi. "Tidak."

Kepalaku terus menunduk namun sempat melirik Eunseo yang melotot tak percaya. Kepalan tangan gadis itu menguat dengan giginya yang bergelatuk hebat.

"Bagaimana bisa?!"

"Katanya, ia tidak ingin menjalin hubungan seperti itu dulu." Dengan lirih aku mengatakan. Selanjutnya aku merasakan kedua telapak tangan Eunseo menangkup pipiku. Menatapku dengan penuh kekhawatiran yang mendalam.

"Yein, jangan khawatir. Aku akan membantumu."

Aku lega mendengarnya. Eunseo memang gadis yang baik. Tapi kenapa hatiku justru terusik?

-I'm Not Me-

SREK SREK SREK

Sudah hampir lima belas menit lamanya Yein mencari keberadaan Eunseo, sahabatnya. Yang dicari tidak nongol juga.

"Mungkinkah, di halaman belakang?"

Maka dengan gesit Yein berlari. Bergegas mencari keberadaan Eunseo di tempat biasa.

DEG

Sesampainya di sana, Yein malah mematung. Pemandangan di depan yang tertangkap netra membuatnya bingung. Ia linglung.

Di sana. Tepat di tempat yang sama. Seperti kemarin.

"Eunseo, be my girl?" Jungkook melakukannya. Menembak sahabatnya. Mengungkapkan perasaan tanpa basa - basi.

Eunseo terlihat bingung. Ia kecewa sekalian. Baru tadi pagi Yein mengeluh tentang sikap Jungkook padanya. Pernyataan Jungkook yang sekarang semakin membuat pikirannya tambah runyam. "Tidak bisa, Jungkook. Bukankah kemarin Yein melakukan hal yang sama padamu? Namun kenapa kau tolak?"

Yein menyetujui dalam kejauhan. Di balik tembok gedung sekolah, Yein mengangguk mengiyakan.

Kenapa?

Karena, "Aku mencintaimu, Eunseo. Hanya kau."

Pantas saja. Yein sesak mendengarnya. Rasa sakitnya begitu ketara begitu menangkap adegan selanjutnya.

Melihat Jeon Jungkook, pria yang dicintainya menyatukan bibir keduanya dengan paksa.

Aku sedang tidak ingin menjalin hubungan apapun selain persahabatan saat ini.

Kemarin kalimat menohok itu dilontarkan. Sekarang malah bertolak belakang.

"Tidak ingin menjalin hubungan, heh?"

Munafik!

"Jika tidak ingin menerimaku, bilang saja. Kenapa harus menyerang dengan kata - kata?"

Lantas setelahnya, Yein pergi. Menjauh dari pasangan yang masih betah bercumbu mesra.

Kali ini, mulai saat ini, Yein akan mengesampingkan egonya. Menjaga jarak di antara mereka akan lebih baik menurutnya. Jika terus berada di samping Jungkook, Yein akan terus merasa lara.

-I'm Not Me-

"JEON JUNGKOOK! Apa - apaan kau ini?!"

Eunseo tidak tahu apa maksud perbuatan Jungkook padanya. Yang jelas tepat setelah kepergian Yein dari tempat tersebut -tanpa sepengetahuan mereka, Eunseo menolak ciuman yang pria itu berikan dengan cepat. Mengusap bibirnya, menghapus benang - benang saliva yang sempat tercipta.

Melihat reaksi Eunseo yang seperti ini, membuat Jungkook jengah. Ia berdecih. "Apa kau takut Yein akan melihatnya, huh? Dia bahkan sudah pergi beberapa menit yang lalu."

"Iya, kau- APA! Yein melihatnya?"

Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan? Yein adalah sahabat kesayangan. Bagaimana bisa ia melakukan sebuah pengkhianatan?

"Eunseo, apapun alasanmu, kau akan tetap menjadi ke-"

Eunseo tak peduli dengan apa yang Jungkook katakan, karena selanjutnya yang ia lakukan adalah mendelik tidak percaya pada pria Jeon tersebut dan berlari kesetanan mencari keberadaan Yein.

Sedangkan Jungkook hanya diam memperhatikan. Bagaimana Eunseo -gadis yang ia klaim sendiri sebagai miliknya berlari terbirit meninggalkan dirinya di taman belakang sekolah.

"Yein, aku membencimu." Tatapannya nyalang menatap kepergian Eunseo yang telah hilang dari pandangan.

-

Dapat!

Di sana. Jung Yein yang kini tersenyum bersama seorang pria berambut hitam legam.

Tengah tersipu tatkala jemari lentik sang pria mengacak asal rambut hitamnya.

Tunggu. Seorang pria?

Eunseo tidak pernah melihat Yein bersama dengan pria selain Jungkook. "Yein."

Salah. Keputusan Eunseo memanggil Yein itu salah. Buktinya sekarang si gadis Jung itu pergi. Berlari menjauh darinya.

Jadi benar apa yang Jungkook katakan? Jung Yein melihatnya dan orang tercinta berciuman.

Ya ampun.. kenapa rasanya sakit sekali melihat orang yang paling disayang tersakiti?

-I'm Not Me-

Yein, jangan khawatir. Aku akan membantumu.

Eunseo, be my girl?

Aku mencintaimu, Eunseo. Hanya kau.

"Brengsek!" Berbagai umpatan terus Yein lontarkan sebagai peredam kemarahan. Namun, usahanya semakin membuatnya terhanyut dalam kebencian.

Kalimat - kalimat itu membuat telinganya semakin sakit. Terus terngiang begitu saja di rungunya. Kepala pun bertambah pening karena kalimatnya terus terputar seperti kaset rusak di pikiran.

"Jadi, ini yang kau maksud membantu, heh? Membantu menyakitiku?"

Tangannya meremat dada kiri yang terasa nyeri. Aliran sungai kecil mengalir di pipi tanpa Yein sadari. Tubuh yang semula berdiri, meluruh kini. Terduduk lemah pada lantai ruangan seni musik yang temaram. Menekuk lututnya kemudian menenggelamkan wajahnya di sana. "Kalian jahat sekali, hiks.."

Tidak peduli matanya akan bengkak atau sembab nanti, Yein tetap lakukan hal demikian. Yang terpenting ia sedikit tenang. Dengan menumpahkan kesedihan melalui sebuah tangisan.

"So Baby don't cry, tonight.."

Eh? Nyanyian seseorang? Jadi, Yein tidak sendirian? Tapi, "Siapa?"

TAP TAP TAP

Derap langkahnya semakin gamblang terdengar. Semakin mendekat. "Bukan siapa - siapa."

Wait. Suara ini.. Yein mengenalnya.

SRET

"Lama tidak berjumpa, Baby Jung."

Tepat setelah wajah mereka saling berhadapan. Tatapan yang saling bertubrukan. Yein tak percaya, "Byun Baekhyun."

Ada di sini. Bersamanya.

-

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Bukankah masih banyak pria tampan?" Baekhyun merasa kasihan. Usai menceritakan, tangisan Yein malah bertambah kencang.

Sebagai kakak tiri dari gadis Jung tersebut, tentu saja ia marah, sakit, dan kecewa. Melihat adiknya yang terduduk lemah dengan tangisan menggugu membuatnya iba. Tapi mau bagaimana? Ia tidak bisa memaksakan kehendak seseorang terhadap cinta.

Ia juga merasa gagal menjaga Yein. Dirinya sibuk menjalani masa pelatihan hingga debut sebagai idol terkenal dari sebuah agensi ternama di Korea. Sampai lupa bahwa masih ada yang harus dijaga. Jung Yein masih tanggung jawabnya.

Ayah Yein dan Ibunya menikah saat usia mereka 6 dan 12 tahun. Keduanya sama - sama dicerai mati. Ditinggal pergi oleh sang kekasih hati. Hal itulah yang membuat keduanya dekat dan menjalin sebuah hubungan baru. Mengikatnya dengan janji suci, sehidup semati dalam sebuah pernikahan. Membina keluarga kecil dalam lembaran yang baru.

Namun, untuk saat ini kedua orang tua mereka sibuk menjalankan cabang perusahaan di negeri orang. Meninggalkan adik tirinya dalam kesendirian.

"Tapi, rasanya sakit sekali.." Ucapan Yein membuatnya terbangun. Lamunannya buyar dalam sekejap mata. Ia katakan, "Maka dari itu, berbagilah. Yein, ada Kakak. Jangan memendamnya sendiri, hmm?"

Inilah yang Yein suka dari Baekhyun. Keramahan dan kebaikan kakaknya itu membuatnya nyaman. Setiap saat.

Yein beruntung bisa memiliki kakak sepertinya. "Terima kasih. Kau selalu mengerti keadaanku." Seulas senyum tulus Yein berikan. Pelukan yang kakaknya ciptakan, semakin Yein eratkan.

Baekhyun tersenyum mendengarnya. Yein terlalu menggemaskan di matanya.

"Tentu. Apapun untukmu, Baby Jung."

Kepala Yein yang bersandar pada dada bidangnya, Baekhyun kecup pelan. Penuh kasih sayang. Tangannya mengusap lembut permukaan punggung adiknya. Berulang kali terus Baekhyun lakukan. Tanpa keluhan.

Ia hanya berharap, usahanya akan menenangkan sang adik tersayang.

-I'm Not Me-

Yein tersenyum. Dirinya tersipu sekaligus merasa lucu. Kakaknya, Baekhyun menggandeng jemari lentiknya erat sekali. Perlakuan Baekhyun pada dirinya seperti seorang kekasih saja. Menggandeng, memeluk, mencium, merangkul, dan lain sebagainya. Sangatlah romantis bagi Yein.

Gadis Jung itu bahkan semakin merona tatkala kecupan singkat Baekhyun daratkan di pipinya. Ya ampun, so sweet-nya.

"Astaga! Berhenti melakukan itu, Kakak. Aku malu." Bibirnya mengerucut. Yein memberengut.

Ia kesal karena sekarang dirinya menjadi pusat perhatian. Oh, ayolah Baekhyun dan Yein masih di sekolah. Belum lagi tingkah Baekhyun yang tiada habisnya membuat seseorang terbang. Siapa yang tidak iri?

Dan lihatlah, tatapan - tatapan itu.. Menyebalkan!

Alih - alih menjawab, Baekhyun bertanya. "Kenapa?" Raut wajahnya polos. Bak bayi. Seperti malaikat. Terlalu membahayakan untuk Yein tatap.

Kedua netranya berotasi. Yein mengerling malas. "Lihat.." ia menunjuk lautan manusia di sepanjang koridor. Tengah asyik merumpi dan bercakap sesuka hati tanpa dipikir lagi.

"Kyaa! Lihatlah! Byun Baekhyun romantis sekali!"

"Ck, Aku tidak suka. Siapa gadis itu?!"

"Hei, bukankah dia Jung Yein dari kelas 1-2?"

"Cih, Jalang! Beraninya merebut Baekhyun kami!"

Baekhyun melotot. Netranya mengedar begitu kata laknat itu terlontar. Mencoba mencari sang pelontar kata agar mendapat balasan darinya.

Yein justru terkekeh. Melihat reaksi Baekhyun yang sangat lucu baginya. "Mereka mungkin akan mem-bully setelah ini." Ucapan Yein membuahkan hasil. Secepat kilat Baekhyun menoleh. Memandang wajah cantik sang adik. "Jika itu terjadi, beritahu aku! Aku tidak ingin adik tersayangku terluka lagi. Mengerti?"

Seutas senyum manis terbit. Mata cantik Yein melengkung seperti sabit. "Tentu saja. Aku tidak ingin kakakku khawatir."

"Itu karena aku tidak ingin kehilangan permata kecil berhargaku, Sayang." Baekhyun turut tersenyum menanggapi. Menampilkan deretan giginya yang rapi serta gigi taring yang mengintip malu - malu di sela senyuman.

Tanpa perduli respon lautan manusia yang menatap mereka kini, puncak kepala Yein kembali ia kecup pelan. Setelahnya membisikkan sebuah kalimat yang sukses membuat Yein melayang. "Don't get hurt again, My Sweetheart."

"So romantic, My Prince."

Sudah dikata mereka tidak peduli keadaan sekitar. Hingga kehadiran dua insan di belakang pun tidak mereka hiraukan. Son Eunseo dengan senyum bahagianya, dan Jungkook dengan kepalan tangan serta gertakan giginya. Memandang pemandangan di depan mata dengan makna yang berbeda.

***

1