webnovel

I'M MARIANNE

Saat umurku berusia dua puluh tahun, aku baru menyadari bahwa dunia yang kutempati saat ini adalah dunia novel yang berjudul 'No Mercy For The Villains". Novel itu menceritakan tentang sang protagonis Cecilia yang merupakan putri Count Orland yang diculik dan berujung diselamatkan oleh Putra Mahkota Frans. Tragedi penculikan ini berlangsung selama tiga hari. Karena kejadian itulah keduanya perlahan semakin dekat. Beberapa kali Cecilia diundang oleh kekaisaran untuk menghadiri perjamuan, di sana ia bertemu dengan Damian. Damian yang jatuh hati pada pandangan pertama, mencoba untuk merebut Cecilia dari tangan Putra Mahkota. Di satu sisi, kecemburuan juga dirasakan oleh Marianne, cinta yang tumbuh sejak kecil dan ditujukan untuk Putra Mahkota harus ia tekan kembali. Selain itu, setelah masuknya Damian sebagai putra angkat Duke Hugo yang tak lain adalah ayah kandung Marianne membuatnya semakin murka. Bagaimana tidak? Ternyata diam-diam Damian memberikan ramuan yang dapat menghipnotis Duke Hugo agar terus menurutinya dan memberikan alih kekuasaan Duchy kepada Damian. Marianne yang diliputi rasa iri dan cemburu pada akhirnya nekat memberikan racun ke makanan Cecilia. Namun sayangnya tindakan tersebut diketahui oleh Damian. Hingga pada akhirnya Marianne tewas dengan tebasan dari putra angkat ayahnya itu. * * * * * "Tidak! Aku tidak bisa mati seperti itu!. Baiklah, hal yang harus aku lakukan adalah perlakukan Damian dengan baik, sebisa mungkin untuk tidak terlibat dengannya dan pemeran utama!" * * * * * "Kakak" panggil Damian sambil memeluk pinggang Marianne dengan kepalanya yang ia letakkan di ceruk lehernya sambil sesekali mengecup dan menghirup aroma dari gadis itu. "Eumhh" lenguhan Marianne terdengar lembut sambil mencoba melepaskan pelukan Damian dan memperbaiki posisi duduknya, tetapi pergerakannya sia-sia akibat Damian yang menguncinya dengan erat. "Kakak, jangan tinggalkan aku"

Holababynoona · Fantasi
Peringkat tidak cukup
8 Chs

Bab 8

* * * * *

Beberapa jam sebelum Marianne bertemu Venus

CKLEK

Damian membuka pintu dan masuk ke dalam. Ruangan dengan dominasi kayu dan kepala rusa sebagai pajangan itu merupakan markas dari serikat perdagangan gelap 'Cave'.

Di dalam ruangan tersebut, Damian sudah disambut oleh dua orang bawahan sekaligus sahabatnya.

Salah satu dari mereka yang berambut merah menghampiri Damian yang sudah duduk di kursi kerjanya. Pria berambut merah itu duduk di meja kerja Damian dengan membawa gelas alkohol di tangan kirinya dengan kaki sebelah kanan berada di atas meja dan kaki kirinya yang menjuntai ke bawah.

Damian tidak memperdulikan pria tersebut. Ia segera memakai kacamatanya dan mengambil pena yang sudah dimodifikasi. Penggunaanya bukan lagi dengan bulu angsa melainkan tabung tinta dengan luaran rapido dengan ujungnya yang lancip. Alternatif ini merupakan idenya dan senjata api seperti stopler dan revolver juga merupakan produk buatan yang ia kelola bersama Cave. Tak terkecuali dengan produk mobil serta ciptaan baru lokomotif uap yang saat ini tengah menggemparkan ibu kota.

Cave bukan hanya menghasilkan produk obat-obatan langka tetapi juga produk berbahaya lainnya seperti senjata api yang dibuat hanya untuk anggota inti. Untuk beberapa kategori rendah, Damian sengaja menjualnya dengan mematenkan produk tersebut dengan nama ganti. Karena Cave tetaplah Cave. Terlalu berbahaya bagi Damian jika orang-orang tahu markas asli mereka.

TUK

TUK

Pria berambut merah mengetuk meja Damian dengan jari telunjuknya.

"Jadi, bagaimana keputusanmu? Kau tetap akan memasukannya dalam rencana ini?" tanya pria berambut merah.

Damian masih memandang kertas-kertas di mejanya yang sesekali dicoret dengan pena.

"Kau sudah tahu jawabannya" kata Damian dengan tetap fokus pada kegiatannya

"Kau serius? Wanita itu ternyata bisa menjeratmu lebih dari yang kukira, Damian. Jangan sampai kau masuk ke dalam perangkapmu sendiri. Selesaikan segera dan singkirkan yang mengganggu jalanmu."

"Aku hanya memberimu sedikit saran." tambah pria itu.

"Aku bisa mengurusnya sendiri."

Kali ini pandangan Damian beralih sepenuhnya pada pria itu.

"Dengan berperilaku baik? Munafik. Jika kau memang berniat memusnahkan keluarga itu, kau bisa melakukannya dari awal. Kekuatan Cave bahkan lebih besar dari kekaisaran ini. Apalagi kau menaruh Relix pada pria tua itu. Akan sangat mudah untuk membunuhnya. Tapi lihat? Apa yang kita dapat sekarang. Kau menunda waktu terlalu lama untuk menghancurkan keluarga itu."

Pria berambut merah tersebut meletakkan gelasnya ke meja. Merogoh kantong celananya dan mengambil kotak rokok beserta korek api. Diambilnya sebatang rokok tersebut lalu mematiknya dengan korek. Disesapnya batang rokok itu beberapa kali. Kepulan asap keluar dari mulutnya dan mengudara dalam ruangan tersebut.

"Uhuk! Uhuk!...kakak bisakah kau merokok di luar saja! Cih! Menyebalkan sekali."

Laki-laki berambut kuning itu keluar dengan dengan sedikit membanting pintu.

Kini ruangan tersebut hanya tersisa Damian dan pria itu.

Pria itu turun dari meja Damian dan berjalan ke arah jendela memunggungi Damian. Ia berucap kembali sambil menyesap rokoknya.

"Kaka iparku akan mengadakan pertunjukan lusa malam. Tapi aku tidak bisa datang. Ada sesuatu yang harus kuurus. Anggota Cave sudah mendapatkan bunga gelap yang kau cari. Jadi, aku memintamu untuk menggantikanku."

Pria berambut merah itu berbalik dan menyerahkan satu buah anting stud bulat pada Damian.

"Jadilah diriku sekali. Kakak iparku mungkin akan mengetahuinya jika kau bertemu dengan dia, tapi kakak kandungku si Edmond sialan itu pasti akan terkecoh. Anggap saja ini sebagai balas budimu kepadaku. Kau hanya perlu menunjukkan dirimu pada mata-mata kakakku."

"Apa kau sedang menyuruhku, Lucius? Sejak kapan aku memiliki hutang budi padamu?"

Damian memincingkan matanya pada pria berambut merah itu yang tak lain adalah Lucius.

"Oh ayolah, hanya sekali saja. Kau tahu jika aku akan disuruh-suruh terus oleh kakakku yang bajingan itu dan ditarik pulang ke rumah. Kau tahu kan jika jiwaku ini jiwa bebas. Aku heran kenapa Si Edmond itu bisa mendapatkan wanita secantik Maria. Kurasa dia diguna-guna oleh kakakku, tapi aku tidak peduli karena Maria itu galak. Jadi Damian, kumohon, oke?!"

"Hahh..."

Damian menghela nafas mendengar ucapan dari Lucius.

"Oke, kuanggap kau sudah setuju. Ini tiketnya dan ini antingnya. Silakan.."

Lucius menyerahkan tiket dan anting itu ke depan wajah Damian. Mau tidak mau Damian pun mengambilnya.

"Hanya sekali."

"Tentu saja. Akan kupastikan itu... Karena tidak ada yang perlu kuurus lagi di sini. Aku akan pergi."

Lucius berjalan ke arah pintu. Namun, sebelum melangkah ke luar saat tangannya tengah memegang handle pintu, Lucius berbicara dengan punggung membelakangi Damian.

"Wanita adalah musuh terberat bagi pria. Jadi, berhati-hatilah Damian. Jangan sampai kau gila karenanya."

Lucius berjalan pergi meninggalkan Damian di ruangan tersebut.

* * * * *

Saat ini Damian tengah berdiri di depan 'Teater Swinburne' sesuai dengan tiket yang diberikan oleh Lucius.

Ia berjalan masuk dan menaiki lantai dua. Dari sudut matanya, Damian bisa melihat jika terdapat dua orang berjubah yang mengikutinya. Ia paham itu, pasti mereka mata-mata yang diutus Edmond.

Damian melangkah kembali ke salah satu balkon. Dalam pikirannya saat ini, ia hanya masih tidak menyangka jika seorang Edmond yang lemah lembut memiliki seorang adik seperti Lucius. Pasti lelah baginya untuk melindungi adiknya dimana adiknya sendiri selalu terlibat dengan hal-hal yang berbahaya.

Damian sebenarnya tidak ingin membohongi Edmond. Biar bagaimanapun Edmond sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Ia yang sudah menyelamatkannya dari peristiwa malam itu dan menjadi sponsor pertamanya untuk 'Cave'.

Saat Damian memasuki balkon, ia bisa melihat Max sudah menunggunya. Laki-laki berambut kuning itu tengah fokus memakan gula-gulanya.

Max datang ke teater juga bukan tanpa alasan. Sang primadona Maria Belucci merupakan sepupunya, jadi bisa dibilang Max dan Lucius adalah saudara ipar.

"Ah! Kau sudah datang! Duduklah!" ucap Max saat melihat Damian menghampirinya.

Damian pun berjalan ke sisi kiri Max dan hendak duduk. Tetapi, ia merasa jika ada seseorang yang menatapnya.

Damian lalu menoleh ke samping kirinya. Dengan jarak dua balkon, ia melihat seorang wanita bertopeng dengan gaun berwana indigo dan kipas tangan hitam yang sedang ia pegang.

Saat wanita bertopeng tersebut menyadari Damian juga menatapnya, wanita itu tersenyum ke arah Damian.

'Marianne?'

Damian langsung mengenalinya. Keahliannya yang terlatih sejak dini untuk mengenali wajah seseorang memudahkannya untuk mengetahui siapa wanita bertopeng tersebut.

Namun pandangannya harus ia urungkan karena lampu teater yang tiba-tiba mati dan memulai pertunjukan opera 'La muerte de este amor'.

Opera yang mengisahkan tentang seorang wanita yang berselingkuh dari suami yang sangat mencintainya. Hingga sebuah kejadian menyadarkan wanita itu dan benih-benih cinta dihatinya pun tumbuh. Namun sayang, hidup suaminya sudah tidak lama lagi akibat sakit parah yang dideritanya. Akhirnya, saat-saat terakhir wanita itu meminta pada suaminya untuk menari bersamanya sebagai ungkapan rasa bersalah wanita itu pada sang suami. Dan berakhirlah kisah cinta mereka dengan sang suami yang meninggal dunia membawa cinta istrinya yang terbalaskan.

'Pria bodoh'

Damian memaki karakter sang suami wanita itu dalam hati. Dia merasa suami wanita itu adalah orang yang sangat bodoh yang merelakan kebahagiaan serta hartanya hanya untuk seorang wanita.

Mata Damian beralih melirik Marianne. Ia melihat Marianne tersenyum tipis kala melihat pertunjukan tersebut.

'Apakah ini lucu bagimu? Ya, kau seorang wanita. Tentunya kau akan dengan tegas mendukung karakter wanita itu. Menjijikan!'

Damian mengepalkan tangannya. Ia masih memandang Marianne.

Tak berapa lama senyum itu hilang saat sang primadona mulai bernyanyi. Kepalan di tangan Damian juga terlepas perlahan. Damian beralih memandang primadona yang tengah bernyanyi itu.

Dia mengakui jika kemampuan kakak ipar Lucius itu cukup mumpuni. Suaranya yang indah dan menggelegar mampu menghipnotis siapa saja. Namun, bagi Damian itu hanya sebuah nyanyian biasa. Pikirannya masih dikelilingi oleh Marianne. Dia harap jika Marianne tidak mengetahui identitas aslinya saat penyamaran ini.

Saat pertunjukan selesai dan lampu teater kembali dinyalakan. Ia menatap Marianne kembali. Awalnya wanita itu hanya terdiam menatap Damian, tapi setelahnya ia tersenyum dan berjalan ke luar balkon.

Entah atas hasutan apa, kaki Damian bergerak ikut ke luar mengejar Marianne. Ia bahkan tidak memperdulikan Max yang berteriak memanggil dibelakangnya.

Damian terus berjalan mengejar sosok Marianne. Sampai akhirnya dia tiba di taman belakang. Ia mencari ke sekeliling namun Marianne tidak kunjung ditemukan.

Damian melihat ke atas langit yang sudah mulai gelap. Jika dia tidak bisa bertemu di sini maka dia akan bertemu dengannya saat makan malam. Damian pun berniat untuk berbalik. Dan saat dia berbalik, Damian terkejut karena Marianne berada di belakangnya. Ia mencoba mengatur ekspresinya.

"Kau mencariku?" tanya Marianne.

'Ya. Aku mencarimu. Kau kemari dengan siapa? Bukankah pelayanmu bilang kau sedang berkunjung ke kediaman Lady Selynna? Apa kau menikmati pertunjukannya? Apa kau membela wanita itu?'

Berbagai pertanyaan muncul di benak Damian namun tak urung dia ucapkan. Sampai Marianne mengucapkan kalimat yang membuatnya tercengang.

"Saya ingin langsung ke intinya saja. Mari kita buat kontrak pernikahan, Lucius."

'Pernikahan? Sekarang setelah memerankan sandiwara sebagai 'kakak yang baik' kau menginginkan pernikahan dengan orang lain?'

"Tidak" jawab Damian.

"Pikirkanlah terlebih dahulu. Jangan terburu-buru untuk menolaknya."

Marianne berkata dengan tenang menatap manik hitam Damian yang sedang menyamar sebagai Lucius.

"Saya tidak mengenal anda. Bagaimana bisa saya menikah dengan orang yang tidak saya kenal. Lagipula, apa untungnya bagi saya jika menikah dengan anda?." jawab Damian dan membalas tatapan Marianne.

"Haha..tentu saja. Baiklah..perkenalkan saya Marianne Catier Hugo, panggil saja saya Marianne. Perihal pernikahan itu saya serius. Jika anda menikah dengan saya, saya akan memberikan anda mas kawin yang layak, tentunya juga harta pribadi saya."

"Saya tidak mungkin menjadi kepala keluarga, karena posisi itu sudah ada calon yang akan menempatinya dan tak lain adalah adik tiri saya. Saya hanya ingin hidup berkeluarga dengan tenang tanpa mencoba mengganggu jalannya."

Marianne mengatakan alasannya dengan panjang lebar kepada Lucius.

"Apa kau berniat meninggalkan adikmu dan pergi begitu saja?"

Marianne tersenyum kepada Lucius kemudian menjawab.

"Bukan begitu Lucius. Saat wanita bangsawan menikah, ia akan ikut dengan suaminya. Namun, tidak melepas kemungkinan saya akan mengunjungi adik serta ayah saya jika saya ada waktu"

'Jadi intinya kau mencoba membuang keluargamu. Begitu kan?!.'

Damian mecoba menenangkan dirinya.

"Mungkin akan sulit bagi anda untuk tiba-tiba menerima lamaran saya. Bagaimana jika kita melakukan pendekatan terlebih dahulu untuk mengenal satu sama lain?."

"Maksudmu?"

"Saya mendapat undangan dari Lady Hariet. Saya yakin anda pasti diundang, terlebih kakak anda merupakan sahabat dari suami Lady Hariet. Mari datang ke pesta itu, dan saya harap di pesta tersebut kita bisa memulai dengan percakapan informal."

"Bagaimana jika saya tidak mau?" tanya Damian

"Saya akan memberi anda waktu tiga hari untuk memutuskan hal tersebut setelah pesta. Jika setelah tiga hari keputusan anda tetap sama. Maka akan saya akhiri hari itu juga. Saya tidak ingin membuang-buang waktu untuk hal yang percuma. Apakah sudah jelas?"

"Baiklah"

Marianne tersenyum mendengar jawaban Lucius.

Sebelum berpamitan, Marianne bersalaman dengan Lucius sebagai janji baru kemudian berjalan pergi.

"Aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengan Lucius....Marianne." ucapnya sambil menatap punggung Marianne yang perlahan menjauh.

(Novel ini up seminggu sekali, tiap hari jumat, pukul 10:00 WIB)