webnovel

I'M MARIANNE

Saat umurku berusia dua puluh tahun, aku baru menyadari bahwa dunia yang kutempati saat ini adalah dunia novel yang berjudul 'No Mercy For The Villains". Novel itu menceritakan tentang sang protagonis Cecilia yang merupakan putri Count Orland yang diculik dan berujung diselamatkan oleh Putra Mahkota Frans. Tragedi penculikan ini berlangsung selama tiga hari. Karena kejadian itulah keduanya perlahan semakin dekat. Beberapa kali Cecilia diundang oleh kekaisaran untuk menghadiri perjamuan, di sana ia bertemu dengan Damian. Damian yang jatuh hati pada pandangan pertama, mencoba untuk merebut Cecilia dari tangan Putra Mahkota. Di satu sisi, kecemburuan juga dirasakan oleh Marianne, cinta yang tumbuh sejak kecil dan ditujukan untuk Putra Mahkota harus ia tekan kembali. Selain itu, setelah masuknya Damian sebagai putra angkat Duke Hugo yang tak lain adalah ayah kandung Marianne membuatnya semakin murka. Bagaimana tidak? Ternyata diam-diam Damian memberikan ramuan yang dapat menghipnotis Duke Hugo agar terus menurutinya dan memberikan alih kekuasaan Duchy kepada Damian. Marianne yang diliputi rasa iri dan cemburu pada akhirnya nekat memberikan racun ke makanan Cecilia. Namun sayangnya tindakan tersebut diketahui oleh Damian. Hingga pada akhirnya Marianne tewas dengan tebasan dari putra angkat ayahnya itu. * * * * * "Tidak! Aku tidak bisa mati seperti itu!. Baiklah, hal yang harus aku lakukan adalah perlakukan Damian dengan baik, sebisa mungkin untuk tidak terlibat dengannya dan pemeran utama!" * * * * * "Kakak" panggil Damian sambil memeluk pinggang Marianne dengan kepalanya yang ia letakkan di ceruk lehernya sambil sesekali mengecup dan menghirup aroma dari gadis itu. "Eumhh" lenguhan Marianne terdengar lembut sambil mencoba melepaskan pelukan Damian dan memperbaiki posisi duduknya, tetapi pergerakannya sia-sia akibat Damian yang menguncinya dengan erat. "Kakak, jangan tinggalkan aku"

Holababynoona · Fantasi
Peringkat tidak cukup
8 Chs

Bab 2

CKLEK

Pintu terbuka dan menampilkan seorang pria berambut perak dengan rahang tegas dan hidung mancung tak lupa dengan jubah yang dikenakannya. Netranya yang berwarna amber memandang laki-laki berambut pirang yang sedang duduk di sofa panjang dalam ruangan itu.

Dia kemudian berjalan ke dalam dan tak lupa menutup pintu ruangan tersebut. Pria berambut perak itu melepaskan jubahnya dan melemparkannya ke sofa, menyisakan kemeja putihnya lalu duduk di sofa single yang berada di sisi kanan laki-laki pirang tadi. Tangannya terulur ke meja dan menuangkan alkohol ke dalam gelas dan meminumnya. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa sambil memutar-mutar gelasnya yang dia pegang di tangan kanannya.

"Bagaimana?" tanya pria berambut perak itu.

"Dia memiliki seorang anak perempuan, usianya sekitar dua puluh tahun. Rumor mengatakan jika wanita itu merupakan gadis yang boros dan buruk rupa itulah alasan kenapa sampai saat ini dia belum menikah" ucap laki-laki berambut pirang tersebut dengan santai. Kaki kanan laki-laki tersebut ditumpu pada kaki kirinya dengan posisi bersandar di sofa.

"Apakah dia tidak melakukan debutante? Max, aku mengandalkanmu bukan hanya untuk mencari rumor belaka!"

Pria berambut perak itu meletakkan gelasnya ke meja. Lalu bersandar kembali di sofa sambil memejamkankan matanya. Ia masih mengingat kejadian di pasar tadi. Niat awalnya adalah untuk mengikuti lelang agar mendapatkan ramuan Moure yang akan ia gunakan untuk meningkatkan ketahanan Relixnya. Namun, sekembalinya dia dari rumah lelang itu, netranya justru menangkap sosok misterius yang sedang berjongkok sambil mengelus seorang gadis kecil berambut pink.

Tanpa sadar ia mengikuti sosok tersebut yang berjalan ke arah jembatan. Ia terus memandangi sosok itu. Sosok berjubah itu seketika menampilkan seorang wanita akibat tudung jubahnya yang terbuka. Namun, ia merasa bahwa wanita tersebut tidak menyadari kehadirannya. Jadi, ia terus memandanginya. Perasaan aneh timbul di dalam hati pria tersebut saat wanita itu berbalik menatap ke arahnya.

Sebenarnya saat wanita itu menatapnya, pria tersebut mencoba untuk berpaling dan melangkah pergi namun tidak bisa. Seolah-olah kakinya ditempeli oleh lem perekat yang sangat kuat. Kesadarannya muncul kembali saat bawahannya mengatakan bahwa Max sudah berada di markas. Ia memalingkan wajahnya sekilas untuk beralih ke bawahannya. Tapi, saat pria itu mencoba untuk melihat kembali ke arah wanita itu. Wanita tersebut justru sudah menghilang.

"Itu bukan hanya rumor. Saat debutante dia memakai topeng yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Serta beberapa kali penjahit terkenal datang ke kediaman Duke Hugo. Pelayan di kediaman itu mengatakan bahwa nona mereka yang memesannya. Jadi, bisa kupastikan kalau wanita itu bukanlah ancamanmu, Damian." ucap Max sambil menatap ke arah Damian yang sedang menutup matanya.

Max kemudian mencondongkan kepalanya ke arah Damian, kemudian berkata kembali.

"Kecuali jika kau jatuh cinta padanya."

Damian yang mendengar ucapan Max pun seketika membuka matanya dan menatap Max dengan tatapan tajam.

"Yah, aku percaya bahwa kau tidak akan seperti itu. Fokus pada tujuanmu Damian. Kehancuran Duke Hugo." kata Max dengan mengangguk-anggukkan kepalanya dengan tangan bersidekap di dada.

"Kenapa kau cerewet sekali, Max? Apakah sekarang ini aku terlihat santai bagimu?."

Damian berkata sambil mengarahkan seluruh badannya ke arah Max. Tangan kanannya ia jadikan tumpuan di sofa dengan tangan kiri merogoh pistolnya dan mengarahkannya ke Max.

Max yang melihat pistol di tangan Damian seketika langsung mengangkat ke dua tangannya.

"Hey! Hey! Turunkan pistolmu, oke?! Aku hanya bercanda"

Damian yang melihat itu lalu menurunkan pistolnya. Ia kemudian mengambil gelas dan menuangkan alkohol kembali. Di minumnya alkohol tersebut dengan sekali tegukan. Sampai tegukan yang ketiga. Damian membuka mulutnya.

"Rencana A bergerak."

"Na-..."

Sebelum Max selesai bicara, Damian sudah terlebih dahulu berdiri dan melangkah pergi ke luar ruangan.

* * * * *

Marianne Pov

Namaku Yuriko Emilia. Aku mengingat kehidupanku yang dulu sebelum akhirnya berujung masuk ke dalam dunia novel. Dulunya, aku adalah seorang mahasiswi semester akhir yang sedang melaksanakan skripsi. Namun, karena kelelahan akibat mengerjakan skripsi dan menunda makan selama hampir tiga hari serta waktu tidur yang kurang. Aku pun meninggal dan berakhir di sini sekarang.

Awalnya aku tidak berfikir bahwa dunia yang kutempati saat ini adalah dunia novel. Hal ini karena dunia ini berjalan seperti selayaknya dunia manusia pada umumnya kecuali sihir. Hingga, aku menemukan sebuah buku di perpustakan dan membacanya. Memang, aku sangat terkejut dengan fakta bahwa dunia ini merupakan novel. Kepercayaanku sebenarnya 50:50 sebelum akhirnya aku bertemu dengan pria itu saat festival musim semi. Pria yang nantinya akan membunuhku, Damian. Anak angkat ayahku sekaligus adik tiriku.

'Sial! Sial! Sial!'

Aku tidak menyangka akan dipertemukan dengan Damian sebulan lebih awal dibandingkan dengan alur novel yang semestinya. Sungguh, ini merupakan sebuah kejutan yang tidak kuinginkan. Selepas dari kepulanganku saat festival musim semi kemarin. Aku langsung buru-buru ke kamar. Pikiranku melayang kemana-mana. Seharusnya Damian tidak bertemu denganku saat ini. Bahkan di novel tersebut diceritakan bahwa pertemuan mereka adalah di taman Duchy saat ayahku mengenalkan Damian sebagai adik tiriku. Kenapa semuanya jadi seperti ini?

Semenjak aku menjadi Marianne, aku memang menutupi wajahku dari khalayak umum. Bukan apa-apa, aku hanya risih dipandangi oleh para lalat bangsawan yang menempel kesana kemari pada wanita dan hanya mengincar wajah serta tubuhnya saja. Maka dari itu, aku sengaja menyebarkan rumor bahwa wajahku ini buruk rupa.

Rumor tersebut nyatanya cukup bermanfaat bagiku. Karena akhirnya para lalat tersebut tidak ada yang berani melamarku. Yah, akupun sebenarnya tidak ingin menikah muda. Aku ingin menikah di saat sudah matang. Tetapi, anggapan orang-orang sungguh di luar akal pikiranku. Bagaimana tidak? Wanita yang berumur dua puluh tahun sudah dianggap perawan tua. Sungguh tidak habis pikir.

Selain itu, aku juga selalu menjaga raut wajahku. Aku tidak ingin orang-orang begitu mudah dalam memahami perasaanku. Hal ini sangat berguna saat kita berhadapan dengan musuh. Di mana dengan raut wajah yang kita tampilkan akan membuat tidak mudah bagi musuh untuk mendeteksi kelemahan kita. Dan juga perihal putra mahkota, aku pernah bertemu dengannya saat debutante. Tapi sepertinya dia sedang memiki banyak urusan, jadi pertemuan itu hanya berlangsung singkat. Aku pun tidak masalah dan bersyukur dengan itu karena tanpa sadar aku sudah terlepas dari pemeran utama pria.

Di satu sisi, aku beruntung memiliki ayah yang sayang padaku. Tapi di sisi lain aku merasa tidak beruntung. Kenapa? Karena ayahku akan menjadi korban hipnotis dari Damian akibat Relix yang mempengaruhi otak ayahku. Dan sepertinya inilah awalnya.

Aku tidak menyangka bahwa alur novelnya dipercepat. Posisiku saat ini tengah berada di ruang makan bersama dengan ayahku. Sesekali kulirik mata ayahku yang sedikit diselimuti asap hitam dalam pancarannya.

Setelah kami selesai makan. Aku lalu beralih menatap sepenuhnya ke arah ayahku.

"Ayah, apakah kau akan kembali ke istana lagi?" tanyaku mencoba untuk membuka percakapan.

"Hm." ucap ayahku.

Oh tidak! Hipnotisnya benar-benar sudah dimulai!. Mata ayahku memandang ke depan dengan kosong seperti dikendalikan. Aku lalu berdiri dan memegang tangan ayahku. Dia memandangku masih dengan tatapan itu. Lalu kutepuk punggung ayahku beberapa kali. Sampai yang ketiga. Ayahku sepertinya sedikit tersadar. Ia menggelengkan kepalanya dan kemudian menatapku kembali. Tanganku masih menggenggam tangan ayahku.

Ayah yang melihat raut wajahku yang berbeda sedikit kebingungan. Ia tidak menyadari dengan apa yang telah terjadi.

"Anne? Kenapa kau berdiri disini? Duduklah!"

Seketika jantungku berdetak kembali. Aku menghela nafas kasar. Syukurlah ayahku belum sepenuhnya terpengaruh.

'Aku tidak bisa membiarkan ini. Persiapanku belum sempurna!'

Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Harapan tinggalah harapan. Setelah kejadian makan siang hari itu, ada hal yang lebih mengejutkan lagi. Sepertinya beberapa hari ini aku dikejutkan oleh banyaknya rudal yang tiba-tiba jatuh dari langit.

Bagaimana tidak? Orang yang di depanku saat ini adalah Damian! Ya, dia Damian! Ayahku membawanya ke taman dan mengenalkannya padaku sekarang!

Aku mencoba untuk terus mempertahankan wajahku untuk tidak terlihat gugup. Kulihat Damian terus menatap ke arahku sambil tersenyum manis. Auranya memang sangat mematikan. Luarnya terlihat seperti malaikat tetapi dalamnya adalah iblis. Perlu diketahui jika Damian merupakan pemimpin dunia gelap dimana perdagangan obat-obatan terlarang merupakan bisnis utamanya.

Karena sudah begitu, aku harus menjalankan rencanaku yang lain dengan sempurna. Berpura-pura menjadi kakak yang baik. Karena seingatku di novel itu, sikap Marianne teramat sangat tidak patut ditiru. Ia beberapa kali mencambuk Damian dengan keras. Bahkan mencoba untuk menidurinya sebagai pelampiasan kegagalan cintanya pada putra mahkota! Damian sengaja menahan itu semua sampai akhirnya ia tidak bisa lagi bersabar saat mengetahui Marianne telah menyebabkan Cecilia keracunan.

Damian yang diliputi amarah, benci, dan jijik pada Marianne dengan tanpa belas kasih ia menebas leher Marianne dan terguling di lantai. Sungguh tragis nasibnya. Tapi apakah aku akan mengikuti jejak Marianne di novel? Jawabannya, TIDAK!.

Aku tidak akan seperti itu! Tidak akan pernah!. Maka, untuk melancarkan aksiku aku pun mengulurkan tanganku terlebih dahulu. Tapi, Damian ternyata tidak langsung menyambutnya. Ia masih menatapku. Karena aku teramat sangat risih dan ingin pergi dari tempat itu. Mau tidak mau aku yang memulai salam.

"Senang bertemu denganmu, adik. Saya Marianne, Marianne Catier Hugo."

Damian yang mendengar suaraku akhirnya mengulurkan tangannya.

"Damian, Damian Greysion. Saya juga senang bertemu denganmu, Kakak." ucap Damian kemudian mengecup punggung tanganku dengan wajah yang masih menampilkan senyuman.

'Ugh! Hentikan kepura-puraanmu itu!'

"Damian, perlu kau ketahui. Aku tidak peduli dengan posisi kepala keluarga. Terserah kau mau melakukan apa selama kau tidak mengusikku. Aku akan mencoba menjadi kakak yang baik sebisaku walaupun mungkin itu agak sulit. Tapi, aku tidak mengharapkan ekspektasimu yang berlebihan terhadapku, karena kau hanya orang luar." kataku panjang lebar dengan sedikit menyindirnya.

Aku sengaja memperjelas ucapan bahwa aku tidak menginginkan posisi kepala keluarga agar aku tidak masuk ke dalam konflik itu dan bisa memulai hidup baru dengan suamiku nantinya.

"Marianne! Jaga ucapanmu!"

Yah, aku melupakan yang satu ini. Ayahku sudah terpengaruh oleh Relix. Tentu jika belum, ayahku tidak mungkin membentakku seperti ini karena dia sangat menyayangiku. Sebenarnya, apa aku sungguh merelakan Duchy pada Damian? Tidak. Tapi aku memiliki rencana ke depannya. Jadi untuk sementara aku mengatakan hal itu agar dia percaya.

"Maaf, ayah." kataku sembari menunduk

"Ekhem.. Baiklah. Sekarang Damian dan kamu adalah saudara. Kalian harus hidup rukun!." kata ayahku.

"Baik, ayah." ucapku dan Damian bersamaan.

"Kalau begitu, aku permisi ayah. Aku harus bersiap diri untuk menghadiri tea party dari Lady Labrador."

"Baiklah, hati-hati Anne."

"Sampai jumpa, Kakak." ucap Damian sambil tersenyum.

Aku segera pergi meninggalkan taman tersebut. Tea party? Haha, itu hanya alibiku saja. Karena setelah dari acara itu aku harus pergi menemui Venus. Aku harus mempercepat langkahku!.

Marianne pov end

Damian yang melihat ke arah perginya Marianne kemudian berbisik lirih dengan senyuman misterius yang terpampang di wajahnya.

"Huh. Seorang kakak yang baik ya?."