webnovel

Hilangnya Tunangan CEO

Mengisahkan CEO muda dari Perusahaan LJ yang bernama Jeno Atwijaya dan memiliki kekasih bernama Amanda Putri. Sebelum pertunangan digelar satu minggu lagi, mereka pergi berlibur ke Bali bersama pembantu Jeno–Bi Yayu. Namun, tragedi kapal yang menabrak batu besar, menjatuhkan mereka sehingga harus berenang menuju Pulau terdekat. Pulau tersebut merupakan Pulau Skotadi. Tak disangka, saat mereka sedang menghangatkan tubuhnya dengan api, Suku Necros menculik mereka secara terpisah. Hanya Jeno yang selamat karena dibantu keluar oleh wanita Suku Necros–Sabrina. Sedangkan Bi Yayu dibunuh menggunakan puluhan tombak yang menancap tubuhnya. Dan Manda yang tidak bisa ditemukan. Sampai waktu menunjukkan satu tahun menghilangnya Manda, para keluarga sudah berusaha mengikhlaskan kepergian Manda, jika dirasa sudah dibunuh lebih dulu oleh suku Necros. Mereka tidak bisa masuk sembarangan ke pulau itu. Karena pulau tersebut disebutkan menjadi pulau terlarang setelah pulau Sentinel Utara. Para pakar dan pemerintah di sini, menyebutkan hal sama bahwa pulau Skotadi, memiliki suku Necros yang belum tersentuh dunia modern sehingga akan menyerang kita jika ke sana.  Namun, saat Jeno ada perjalanan bisnis ke Amerika, Jeno melihat seseorang yang mirip dengan Manda Lalu, apakah benar bahwa dia Manda atau seseorang yang mirip? Jika dia benar-benar Manda, akankah dia mau kembali ke pelukan sang kekasih?  Baca untuk mengetahui kelanjutannya.

Namy_Casper · perkotaan
Peringkat tidak cukup
12 Chs

Berhasil Ketemu

SEMUA ini malah membuat Jeno curiga. Seakan-akan ada seseorang yang sedang menunggunya. Seakan-akan orang yang mengirim foto mayat tersebut ingin Jeno dari pada Manda ataupun Bi Yayu. 

Jeno yakin, orang yang memberikan foto Bi Yayu pada Ibunya adalah orang yang sama. Terlihat jelas, orang itu mengincar Jeno. Tapi Jeno juga sama bingungnya, siapakah dia? 

Jeno menunda serangan tiba-tiba yang memenuhi kepalanya. Dia sekarang fokus memikirkan solusi di dalam mobil. Dengan kuku yang tak sadar dia gigit. Sungguh, Jeno tak bisa tenang. 

Sampai dirinya tiba di rumah Sally, dia yang mendapat sambutan dari para pelayan dengan sopan, Jeno hanya mampu membalas dengan satu tangannya setelah itu berlari menuju rumah. 

"Ibu," seru Jeno dengan wajah yang sangat panik. 

"Jeno, dia tak mengatakan apapun setelah mengirim foto Bi Yayu. Ibu sudah menghubunginya beberapa kali. Tapi dia tetap tidak bisa di hubungi!" katanya dengan raut wajah yang tak kalah cemasnya. 

"Berarti dia tidak menginginkan uang, Bu. Dia menginginkan aku. Hal yang sama terjadi kemarin. Seseorang juga mengirim foto Manda padaku. Sudah jelas. Orang yang menemukan Manda dan Bi Yayu adalah orang seperti kita," ucap Jeno sambil berjalan kesana kemari. 

Setelah itu, mereka sama-sama berpikir. Jeno dan kedua orang tuanya sedang berpikir untuk langkah selanjutnya yang harus mereka tempuh. Kecurigaan mereka semakin menjadi. Bahkan Jeno memikirkan orang yang membencinya. 

Jeno berpikir, seseorang yang hampir dibunuh saat SMA. Mungkin saja dia berkaitan dengan ini.

"Benar. Hanya dia yang membenciku," gumamnya. 

"Bagaimana, Nak? Apakah kamu sudah memikirkan solusinya?" tanya Sally sambil memegang lengan anaknya itu. 

"Bu, sepertinya aku harus ke Pulau itu lagi." 

Jeno pun bersikeras untuk ke Pulau yang hampir merenggut nyawanya. Kedua orang tuanya tak mengizinkan Jeno. Tapi Jeno memilih untuk menentang mereka kali ini. 

"Maaf, Bu. Tapi mereka butuh aku," lirihnya lalu meninggalkan keduanya yang sedang memeluk satu sama lain, melihat anaknya pergi. 

"Ka-kamu benar-benar akan kesana lagi? Bu-bukankah tempat itu g bahaya?" kata Sekretaris  Chandra itu. 

Jeno menatap Sekertaris Chandra dengan tajam. "Jika kamu tidak mau membantu, pulanglah." 

"Ti-tidak. Aku akan bersamamu," jawab Sekretaris Chandra. Dia merasa takut tapi itu sudah menjadi tanggung jawabnya, menemani Bos kemanapun. 

Jeno mulai memakai jas hitamnya, sambil menunggu helikopter yang akan menjemputnya setelah Sekretaris Chandra menghubunginya. 

Dan tak perlu menunggu lama, helikopter itu datang menghampiri Jeno di rooftop. Angin yang dibuat oleh benda itu, membuat rambut dan pakaian mereka berkibar. 

Jeno pun mulai naik dan mengisyaratkan mereka untuk melaju, ke tempat yang sudah dia sebutkan. Walaupun sempat membuat mereka terkejut, tapi raut Jeno seakan memiliki makna, menurut atau mati. Jeno yang memiliki hati lembut dan selalu ramah itu, menjadi berbeda setelah kehilangan Manda.  

Mereka pun terus mengapung dengan seimbang. Sampai mereka sudah dekat dengan Pulau itu, ternyata helikopter sudah banyak terlihat di depannya. 

"Siapa mereka?" tanya Jeno kepada Sekretaris Chandra. 

Sekretaris Chandra yang hampir menjawab pertanyaannya, ternyata seseorang dari helikopter paling depan memberitahu supaya tidak ke tempat ini karena berbahaya. 

Jeno menyeringai meremehkan. "Beritahu dia, aku ingin pergi ke Pulau itu. Mereka juga tahu karena aku yang pergi kesana. Kenapa sekarang tidak boleh?" kata Jeno kesal. 

Sekretaris Chandra tak dapat berkutik lagi. Dia pun menurut dengan mengatakan hal yang sama menggunakan Handy Talky. Jawaban aparat yang disuruh pemerintah pun tetap sama. Jeno tidak boleh melangkah lebih jauh lagi. Mereka juga menjanjikan kepada Jeno, untuk mencari orang yang Jeno ingin cari saat ini. 

"Ini akan bahaya. Reputasi–" 

"Aku tidak peduli pada reputasiku! Aku senyum jika aku ingin! Aku marah pun jika aku ingin melakukannya!" potong Jeno. 

"Aku paham, Jeno. Manda pun adalah sahabatku sejak Sekolah. Aku sama frustasinya denganmu. Tapi jangan sampai kamu kehilangan akal sampai Manda dan Bi Yayu tak bisa ditemukan, karena egomu sendiri! Biarkan mereka melakukan sisanya!" sentak Sekretaris Chandra pertama kali. 

Dia tak menyesal telah meneriaki Jeno. Baginya, Jeno merupakan sahabat serta keluarga. Tapi jika Jeno sudah terlihat gila seperti ini, Sekretaris Chandra pun tak bisa diam saja. 

"Kalau begitu, buatlah negosiasi dengan mereka. Aku akan mempersilakan mereka mencari Manda dan Bi Yayu. Tapi aku perlu melihat hasil rekaman saat mereka melakukan pencarian. Dengan begitu, aku sedikit percaya," perintah Jeno yang disetujui Sekretaris Chandra. 

Sekretaris Chandra pun mengatakan hal yang sama kepada mereka. Mereka menyetujuinya dan akan dikirimkan setelah pencarian selesai karena di sini minim sinyal. 

"Aku ingin menunggu di hotel." 

"Baik, akan segera aku persiapkan," kata Sekretaris Chandra. 

Jeno dan mereka pun berbalik arah dan menunggu di hotel. Sekretaris Chandra yang cukup sibuk melebihi siapapun. Pekerjaan di Kantor yang belum selesai, tak dapat dia pikirkan. Sekretaris Chandra hanya memikirkan pencarian Manda dan Bi Yayu saja. 

Sesekali, Sekretaris Chandra mendapatkan info saat mereka masuk, lalu memberitahu Jeno. 

Jeno cukup lama menunggu kabar terbaru mereka. Waktu 24 jam sudah termakan waktu, membuat Jeno was-was. 

Sampai mereka memberitahu Sekretaris Chandra kalau mereka menemukan seorang wanita yang sudah berumur, mereka pun bicara akan pulang. 

"Tunggu, yang hilang ada wanita berumur 24 kurang lebih. Apakah kamu tidak menemukannya?" tanya Sekretaris Chandra dengan Handy Talky. 

"Kami sudah memencar dan mencari wanita itu. Tapi kami hanya menemukannya. Tunggu di sana, aku akan menjelaskan semuanya," kata orang itu. 

BRAK!

"Sudah aku bilang, mereka tidak becus mencarinya. Argh! Aku menyesal sudah percaya mereka!" Jeno terlihat frustasi sekali. Rambut yang sudah tak membentuk sudah dirinya acak kembali. 

Sekretaris Chandra pun sama. Dia menundukkan kepalanya sambil memijat kening di sekitar alis dan menyembunyikan tangisnya yang berteriak ingin tumpah. 

Mereka yang melamun sangat dalam, menjadi buyar karena suara helikopter yang lebih dari dua itu menghampiri penginapannya. 

Mereka mendarat di taman yang sebesar lapangan bola. Lalu Jeno dan Sekretaris Chandra pun berlari menemui mereka. 

Jeno langsung lari menuju laki-laki bertubuh tinggi seukuran dirinya itu. Dan Jeno pun mencekram kerahnya. Yang dicengkeram tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya mengangkat tangannya pasrah lalu meminta maaf berkali-kali. 

"Aku sudah bilang! Kamu dan yang lainnya tidak bisa menemukannya! Dasar tidak becus! Tahu begini aku tidak mau percaya padamu!" teriaknya yang membuat siapapun melihatnya tak berani. 

"Cukup, Jeno. Jangan marah di depan Bi Yayu!" teriak Sekretaris Chandra lalu menenangkan Jeno lagi. 

"Silakan lihat dulu. Apakah ini seseorang yang kamu cari?" tanya orang itu. 

Jeno pun membuka resleting berwarna kuning itu. Setelah melihat wajahnya yang penuh luka. Lebih banyak lagi. Bau yang timbul karena sudah diam lama di sana, membuat yang lain menutup hidungnya kecuali Jeno. Jeno tak berhenti menangis lalu meminta maaf. 

"Sekretaris Chandra, bawalah Bi Yayu pada keluarganya lebih dulu. Berikan mereka kompensasi, walaupun mereka tak menginginkannya. Aku akan berusaha menebus kesalahanku," perintahnya dengan suara yang kecil dan serak. 

Setelah Sekretaris Chandra pulang lebih awal membawa Bi Yayu, Jeno masih di saja karena ingin mendengar penjelasan mereka. 

"Kemudian, ini video yang Anda inginkan," kata orang itu lalu memberikan kamera pada Jeno. 

Jeno menonton video tersebut dengan baik dan cukup tenang. Terkadang, ingatannya kembali saat dirinya berlari. Saat Sabrina membawanya. Tapi setelah melihat itu semua, terdapat para suku Necros yang sedang melakukan ritual. Dengan manusia yang dibuntel jerami di atasnya. Kemudian, Jeno melihat jam tangan yang menggantung di atas papan. 

"Tunggu! Jam tangan ini milik Manda!" kata Jeno kepada mereka, setelah melihat jam tangan yang ada di samping orang yang dibuntel tersebut.