webnovel

HIDE & SEEK

Sebuah hubungan petak umpet yang sudah diperjuangkan dengan keras menjadi sia-sia ketika harus tetap berakhir demi karir sang idola. Samira Lexa Gantari : Ksatria Elang Hadinata, prajurit gagah berani dengan semangat laksana matahari yang telah merampas sinarku. Menambah deretan luka dalam hidupku. Laki-laki yang membuatku kembali berhadapan dengan perasaan ditinggalkan dan kehilangan. Ksatria Elang Hadinata : Samira Lexa Gantari, dapat memikat perhatian banyak orang termasuk memikatku sejak pertemuan tidak sengaja di suatu hari itu. Gadis yang bersinar seperti matahari itu sudah ku hancurkan hatinya. Janjiku. Akan kubuat dia kembali bersinar seperti matahari. --- Cover : Pinterest

Dewa90_ · perkotaan
Peringkat tidak cukup
10 Chs

H & S | C h a p t e r - 0 9

Elang meninggalkan studio dengan ponsel di telinga kanan. Meskipun tak ada yang penting selain hasil akhirnya, Elang tetap memasang telinganya. Mendengarkan baik-baik. Bahkan, tanpa menyela sebagai bentuk menghargai usaha dari lawan bicaranya di telepon.

"El?!"

Elang berhenti. Kepalanya celingukan. Elang mengangkat satu tangannya yang bebas ketika menemukan keberadaan produser acara musik yang mengundang Band Anemone menjadi salah satu bintang tamu.

"Langsung balik?!"

Elang menggeleng menunjuk ponselnya. "Diam sebentar." titah Elang sambil menurunkan ponselnya ketika melihat sang produser sedang berjalan hendak menghampirinya.

"Mau kemana lagi, lo?"

Elang tertawa kecil ketika mendapatkan sebuah tepukan pelan di sebelah bahunya. "Biasa. Gue kalau gak ke tempat syuting, ya, tempat manggung, Bang."

"Yang sibuk. Next time ngopi lah."

"Banget." jawab Elang dengan nada bercanda disertai dengan tawa kecil. "Boleh, Bang. Lo kontak gue aja kapannya."

"Sip. By the way, thanks a lot. Rating acara gue hari ini jadi yang paling tinggi di jam prime time."

Elang mengibaskan satu tangannya. Merasa tidak perlu dibesar-besarkan. Semuanya berkat kerja keras team work. Sebagai vokalis dari band yang menjadi bintang tamu Elang berusaha bernyanyi dengan sepenuh hatinya dan mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki. Masalah trending atau rating tinggi itu bonus.

"Kerja keras kita semua, Bang."

"Hahaha … Okelah. Gue duluan, El."

Elang mengangguk, mengacungkan jempolnya ketika produser yang terbilang masih muda itu kembali menepuk pelan bahunya. Kali ini sebanyak dua kali. Elang menempelkan ponsel di telinga kanannya lagi. 

"Hallo?"

"Mas El masih mendengarkan saya?"

"Hmm," gumam Elang kembali melangkahkan kakinya keluar studio.

"Jadi ini gimana, Mas. Mau dikirim? Atau saya kasih pas Mas Elang ke kantor saja?"

"Kirim sekarang lah?!" sembur Elang kesal. "Kapan gue mau ke kantor?" gerutu Elang tidak suka jika pembicaraan merembet ke ranah kantor. Terlalu sensitif.

"Balik Mas El?"

Elang langsung mengulas senyum ramah dan memasang wajah bersahabat. Tak ketinggalan kepalanya mengangguk juga.

"Maaf, Mas."

"Hmm,"

"Saya kirim sekarang juga, Mas?"

"Lo minta gue pecat banget."

"Maaf, Mas. Baik. Saya kirim sekarang juga."

"Ck!" decak Elang kesal langsung saja mematikan sambungan telepon secara sepihak. Tidak peduli jika sekarang lawan bicaranya sedang mengumpatinya. Elang menyimpan ponsel di saku jeans-nya sebelah kanan depan.

Elang masuk mobil yang sudah menunggunya di drop area lobby stasiun TV. Kaki kanannya baru akan menginjak footstep, namun sebuah bendelan kertas melayang memukul mundur wajahnya yang tertutup masker lebih dulu. Tidak siap dengan serangan yang datang dari arah dalam mobil itu tak pelak membuat Elang terkejut setengah mati. Dengan gelagapan, Elang menepis bendelan kertas tadi.

Elang memiliki schedule tersendiri tanpa anggota Band Anemone yang lain. Syuting iklan. Menjadi sebuah kehormatan tersendiri bagi Elang karena dipilih menjadi brand ambassador sekaligus bintang iklan dari produk skincare khusus pria yang diluncurkan belum lama ini. 

Elang melayangkan tatapan tajam pada Jovanka Orlin Pradipa. Atau biasa Elang panggil Jop. Jovanka yang sudah melemparkan bendelan kertas pada wajah tampannya yang merupakan aset berharga. Bahkan, personal manager-nya itu dengan berani membalas tatapannya tak kalah tajam dan menunjukkan gesture menantang seolah berkata apa lo.

"Istighfar lo, Jop. Lo itu cewek. Jangan kasar." Elang mendengus masuk ke dalam mobil dan duduk di jok tepat di samping jok yang sedang diduduki Jovanka. Langsung melepaskan masker yang menutupi wajahnya. Elang bersandar menghembuskan nafasnya panjang.

"Lidah memang tidak bertulang."

"Baru dari ibadah, udah main kekerasan lo. Parah, lo, parah. Ya Allah, dosa, Jop." ujar Elang sambil memakai seatbelt. Elang terkekeh pelan ketika mendengar dengusan keras Jovanka. Perempuan 5 tahun lebih tua dari dirinya itu menghempaskan punggung pada sandaran jok dengan kasar.

"Punya dosa besar apa gue di kehidupan sebelumnya." gumam Jovanka.

"Alah. Lebay."

"Lagian lo, tuh, ya, El. Kapan pinter ngomong V-nya, sih?! Heran gue. Udah berkali-kali gue bilang, nama gue itu. J-o, Jo. V-a, Va. N. K-a, Ka. Jo-van-ka, Ksatria Elang Hadinata."

Elang terbahak mendengar omelan Jovanka. Selalu begitu. Selalu saja sensi. Jop dan Jov itu kalau dilafalkan hanya beda tipis. Malah terdengar sama saja di telinganya. Lagipula Jop itu merupakan kependekan dari nama panjang Jovanka sendiri. Jadi dia tidak salah 'kan?

"Slametan lo ganti-ganti nama gue."

"Kecil itu mah." kata Elang mengibaskan tangan kanannya sambil lalu. "Khususon buat lo, Jop. Ntar gue undang Ustadz Soleh Pati."

"Doi ngelukis demit, sial?!"

Elang kembali terbahak kali ini lebih keras sambil mengusap-usap bahunya yang digeplak Jovanka dengan keras. "Aduh?!" Elang mengaduh sakit sekaligus kaget hingga duduk tegak ketika Jovanka tiba-tiba saja melemparkan bendelan kertas tepat di atas perutnya. "Lo, gue bilangin jangan kasar. Ck!"

"Bacot lo, ah?! Baca, hafalin, hayatin itu script." tunjuk Jovanka.

Elang menghembuskan nafas lelah. Kembali bersandar pada jok dengan kedua tangannya diletakkan di atas lengan jok. Mengeluarkan single baru, itu artinya Elang dan yang lainnya tidak lagi mempunyai waktu untuk bersantai sebanyak ketika menjalani proses produksi. Promo dari TV ke TV. Radio ke radio. Syuting iklan produk ini dan itu. Wawancara sana sini. Hari senin sampai minggu. Full 24/7.

"Ayo, jalan, Pak."

"Baik, Mbak Jov."

Ponselnya bergetar singkat tanda ada pesan masuk. Reflek Elang menunduk. Meletakkan kertas script di atas pangkuannya. Elang merogoh saku jeans-nya, mengeluarkan ponselnya. Melihat nama pengirim yang muncul di pop up notifikasi, Elang mengulum senyumnya.

"Kenapa lo mesam mesem sendiri gitu?"

"Hah?!" Elang menoleh langsung berdecak malas melihat Jovanka sedang berusaha mencuri lihat ke arah layar ponselnya. "Apa? Apa? Ngapain lo, hah?" Elang membalik ponselnya dan mendorong pelan kepala Jovanka menjauh yang langsung direspon personal manager-nya itu dengan decakan keras. "Kepo aja. Bintitan mata lo ngintip-ngintip."

"Baru dapet transferan dari sugar mommy ya, lo?"

Elang merotasikan kedua bola matanya. Malas mendengar tudingan Jovanka. Kurang kaya bagaimana lagi dia sampai Jovanka punya pemikiran seperti itu? Sedikit bergeser menjauh. Elang berdehem pelan membalik ponselnya lagi. Senyum lebarnya terbit begitu saja tanpa bisa dicegah. 

Elang mengotak atik ponselnya. Mengetik pesan balasan sambil menggigit bibir bawahnya. Terkirim. Elang tersenyum lebar merasa puas dengan hasil kerjanya sendiri. Elang bersiul riang kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku jeans-nya lagi. 

Sebelah alis Elang terangkat naik ketika pandangannya tidak sengaja bertemu dengan mata sipit Jovanka yang sedang memicing menatap curiga padanya. Elang bergeser merapat pada Jovanka dan dengan sengaja mengeraskan siulannya. Jovanka itu bersumbu pendek. Sangat mudah memancing kemarahan Jovanka.

"Ck!"

Elang terkekeh pelan sengaja memainkan kedua alis tebalnya naik turun menggoda Jovanka yang sedang memasang ekspresi malas setelah berdecak keras. 

"Wah … Beneran sugar mommy."

Elang mengulurkan tangan kanannya menyentil pelan kening Jovanka. "Otak, lo bersihin. Negative thinking mulu. Istighfar lo."

"Haish! Istighfar gimana, deh. Gue kristen?!"

Elang terbahak melihat Jovanka mengusap-usap bekas sentilannya. "Astagfirullahaladzim, Jopanka ..." kekeh Elang meraih bendelan kertas di atas pangkuannya. 

Jovanka menghembuskan nafas panjang mencoba mengulur kesabarannya. "Lo kenapa gak mau promo di stasiun TV punya lo sendiri, sih? Lo bisa dapet privilege lebih padahal, El." Jovanka mengalihkan pembicaraan.

Elang menghela nafas pelan menoleh ke arah Jovanka. "Gue udah dapet privilege karena gue vokalis Band Anemone. Itu udah lebih dari cukup, Jop." Elang mulai membuka lembaran kertas script. Tak butuh waktu lama untuk Elang bisa masuk dalam suasana yang terbangun pada script.

"Apa kata lo, deh, El."

Elang hanya bergumam tidak jelas. Terlalu serius membaca dan mencoba berakting sesuai dengan script, Elang sampai tak sadar sedang diperhatikan oleh Jovanka. Suasana di dalam mobil tiba-tiba saja berubah menjadi hening sampai Jovanka menghela nafas berat.

Konsentrasi Elang terpecah. Helaan nafas Jovanka terdengar putus asa di telinganya. Elang mengangkat wajah, menoleh pada Jovanka yang sedang bersandar dengan mata terpejam.

"Kenapa lo, Jop? Berat banget itu nafas. Lo disuruh kawin sama bokap lo lagi?" tanya Elang beruntun. "Kenapa?" tanya Elang langsung begitu Jovanka membuka mata dan menatapnya dengan tajam.

"Nikah! Kawan kawin, kawan kawin. Lo kata gue kucing."

"Iya, iya. Nikah. Ngegas mulu perasaan." Elang menurunkan pandangannya pada script di atas pangkuannya lagi.

"Hmm,"

"Tinggal kawin aja, sih, Jop. Banyak yang ngejar-ngejar lo. Itu pemain FTV azab yang pernah nembak lo apa kabar?"

"Ck! Pemain FTV azab apaan?! Lo kalau ngawur bikin tangan gue pengen tempeleng kepala lo biar otak lo beres, El."

Elang mengedikkan bahunya tak acuh. Tak ingin konsentrasinya kembali terpecah oleh suara Jovanka lagi, Elang menyumpal kedua telinganya dengan earbuds. Menyalakan musik dengan volume lumayan keras. Elang kembali mempelajari script dengan kepalanya sesekali bergoyang ke kanan dan ke kiri mengikuti irama musik.

Suasana hati Elang sedang bagus-bagusnya. Cuaca mendung di luar sana tidak mampu menutupi wajah Elang yang luar biasa cerah. Hawa dingin AC mobil tidak bisa mengusik kehangatan yang sedang menyelimuti dadanya.

Tbc.