Dua minggu tidak bertemu Ya Lam, banyak perubahan yang terjadi padanya. Setiap hari berolahraga membuat tubuh Ya Lam terlihat bugar dan berotot. Hampir tidak ada yang menyangka kalau Ya Lam adalah pasien di rumah sakit jiwa itu. Dr Fatma hanya memberinya obat penenang di minggu pertama selanjutnya dr Fatma memberi vitamin daya tahan tubuh.
Setiap hari Ya Lam bekerja membantu para tukang yang bekerja merenovasi bangunan rumah sakit sehingga kulit putihnya menjadi lebih hitam. Hampir semua orang yang mengenal yang Ya Lam beranggapan kalau dia tidak mengalami gangguan mental atau ada kelainan khusus seperti dugaan Piya selama ini. Hanya saja Ya Lam tidak bisa menulis dan membaca huruf latin, dia hanya bisa menulis huruf kanji Jepang, hanya Ratna yang bisa membaca dan mengerti apa yang di tulis oleh Ya Lam. Ratna kemudian menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Ratna menyerahkan hasil terjemahannya kepada Piya. "Ya Lam sangat pandai mengarang cerita," Komentar Ratna. Dia sama sekali tidak mempercayai apa yang di tulis Ya Lam, sebagai suatu kebenaran. Baguslah, Piya juga tak ingin orang lain beranggapan kalau hasil tulisan Ya Lam adalah sebuah kebenaran.
Piya membaca berkas itu, keningnya berkerut. Dia setengah percaya. Isinya membuatnya termangu.
.....
Namaku Ryozo Tachibana, Lahir di Nagasaki, 12 Maret 1930, aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dua adik perempuanku bernama Riye dan Riyeko. aku selisih dua tahun dari Riye dan 3 tahun dari Riyeko. Orang tuaku hanya seorang petani miskin. Ayahku sakit-sakitan dan tidak bisa memenuhi perintah kaisar yakni wajib militer bagi laki-laki dewasa. Kami semua wajib ikut serta untuk membela negara. Aku menggantikan ayahku wajib militer. Karena usiaku belum cukup umur, aku bertugas di dapur melayani para prajurit yang terjun ke medan laga.
Tahun 1942, aku mengikuti pasukan yang di tugaskan di Kalimantan, tepatnya di Sanga-Sanga. Di tempat itu kami ditugaskan membangun fasilitas pengeboran dan menambah sumur-sumur minyak guna kepentingannya dalam menghadapi perang dengan sekutu.
Tugasku hanya memasak untuk tentara yang mengawasi para pekerja paksa dari Jawa. Para pekerja paksa itu membuat bangunan barak atau bangsal untuk menampung para pekerja paksa itu sendiri.
Aku tidak diterjunkan sebagai prajurit, karena dari awalku tugasku adalah sebagai tukang masak atau perawat bagi prajurit yang terluka.
Tahun 1945, negaraku mengalami kekalahan, tempatku bekerja di bumi hanguskan oleh sekutu. Kami semua kocar-kacir, aku bersama teman-temanku yang masih bersembunyi di hutan. Kami menemukan sebuah gua. Entah apa yang terjadi setelah itu, aku tertidur hingga terbangun oleh seorang gadis aneh, kukira dia mata-mata sekutu. Aku mengikatnya. Dia bisa membebaskan diri dan membuatku pingsan. Ketika terbangun aku sudah di penjara bersama orang-orang gila.
...
Benar kata Ratna, Ya Lam pandai mengarang indah.
Piya membawa Ryozo alias Ya Lam pindah ke rumah baru. Piya membayar perawat untuk menjaganya dan seorang asisten rumah tangga. Rumah itu sangat besar terletak di lingkungan perumahan elit di ibukota.
Piya mendatangkan guru yang mengajari membaca dan menulis. Dalam waktu 2 minggu, Ya Lam sudah bisa membaca dan menulis.
Ya Lam mengisi kebosanannya dengan berenang atau olah raga lainnya, selebihnya waktunya di habiskan dengan membaca dan memasak.
Ya Lam hampir setiap hari memasak, masakan Jepang dalam berbagai menu.
Masakannya sangat enak. Ya Lam membuat masakan selalu dalam porsi banyak. Hasilnya setiap hari asisten dan perawat itu membagikan hasil masakannya ke tetangga sebelah rumah, sekuriti, petugas taman atau kebersihan.
Setiap tetangga secara bergiliran mencicipi masakan secara gratis. Mereka menyukai hasil masakan Ya Lam, bahkan ada yang memesan masakannya.
Piya tidak mengetahui apa yang di kerjakan Ya Lam setiap harinya, karena dia selalu pergi pagi-pagi sekali dan pulang sudah malam. Ya Lam membuatkan makannya setiap pagi sebelum kerja. Piya pikir Ya Lam memasak hanya untuk mereka saja. Hingga asisten rumah tangga melapor dan meminta uang belanja harian.
Piya kaget uang 10 juta untuk belanja satu bulan habis dalam 2 minggu. "Kemana uangnya pergi?" Piya marah-marah. Asisten itu memberikan rincian belanja dapur Ya Lam. "Untuk apa dia memasak sebanyak itu? apa dia mau buka restoran?".
Piya menuju dapur dan menemukan persediaan makanan melimpah. Piya baru melihat kalau Ya Lam membeli kulkas preezer yang besar dan menampung banyak daging, ayam dan ikan. Dia juga membeli kompor tambahan.
Piya benar-benar tidak memperhatikan keadaan rumah itu. Dia terlalu sibuk dengan kasus penangkapan kelompok begal yang hampir memperkosanya tempo hari. Rumah ini memang sangat besar dan memiliki dapur besar pula.
Piya tidak menghabiskan waktu dengan mengamati isi rumah ini. Dia hanya berada di dapur selama sepuluh menit setiap hari, lalu kerja hingga larut malam kadang juga keluar kota. Jadi dia tidak mengamati perubahan di dalam rumah. Piya keluar dari dapur bertemu Ya Lam yang ingin masuk ke dapur, mereka hampir bertabrakan.
Sebenarnya Piya agak canggung juga, tinggal serumah dengan pria yang baru di kenalnya, aneh memang. Kalau ayahnya tahu, jelas, pasti ngamuk. Pasti tidak menyenangkan di usia seperti ini di marahi orang tua, lebih tidak enaknya lagi, masa polisi macam dia, yang setiap hari berurusan dengan preman, tak berdaya di depan orang tuanya. Untung orang tuanya tidak tahu dimana dia tinggal. Mereka hanya tahu kalau dirinya kost. Bukankah rumah besar ini bisa dianggap rumah kost juga? Ini bisa di jadikan alasan bila orang tuanya, akhirnya tahu di mana tempat tinggalnya.
"Piya, saya ingin bicara", Piya bergerak ke ruang tamu diikuti Ya Lam. "Bisakah saya dibuatkan KTP?" Kata Ya Lam setelah mereka duduk.
KTP!. Ya Lam tidak punya identitas. Saking sibuknya dia tidak memikirkan itu. Piya berpikir sejenak. "Oke! tunggulah!" Ya Lam senang. Dia baru saja ingin naik ke lantai dua menuju kamarnya, ketika bel pintu berbunyi. Atika, asistennya membuka pintu. Seorang gadis kecil, Saskia, keponakan Fatma, berdiri dengan wajah lucu. "Saskia apa kabar?" Ya Lam menyapa Saskia sebelum Piya, dia langsung turun dari tangga menghampiri Saskia, gadis kecil itu bergelayut manja di lengan Ya Lam. Piya heran Ya Lam mengenal Saskia. "Kakek, minta dibuatkan nasi kepal lagi". "Nasi kepal?" Piya heran. "Tunggu ya, kakak buatkan", Ya Lam menuju dapur di ikuti Saskia.
Jadi Ya Lam menerima orderan makanan di rumah. Hebat juga.
Rumah besar kedua yang dititipkan Piya atas nama Fatma akhirnya di tempati kakek Fatma dan pamannya berserta istri dan anaknya Saskia. Letaknya tidak jauh dari rumah yang ditempati Piya dan Ya Lam.
Kakek buyut Fatma, Basuki, adalah seorang veteran pejuang kemerdekaan, umurnya hampir 100 tahun, tetapi pikirannya sangat baik, tidak pikun, suaranya jernih dan jelas. Meski sekarang tidak bisa berjalan lagi dan duduk di kursi roda. Kakek Basuki yang hidup di segala zaman, dia lebih panjang umurnya dari anak cucunya.
Nasi kepal pesanan Kakek sudah jadi, dalam waktu 15 menit. Saskia pamit pulang. "Sebentar Kia, kakak antar kamu pulang", Piya menuntun Saskia.
"Boleh saya ikut?!" Kata Ya Lam penuh harap. "Saya ingin bertemu pelanggan pertama saya", Ya Lam tersenyum bangga. Sekarang hidupnya terasa bermanfaat.
Piya mengangguk. Tidak masalah.
Tetapi tak disangka pertemuan kakek Basuki dan Ya Lam, bakal membuka tabir kebenaran Ya Lam