webnovel

GORESAN WARNA PELANGI

Kehidupan bagaikan warna warni Pelangi Kadang Merah, kadang Kuning, kadang Hijau. Kadang bahagia, kadang senang, kadang sedih, kadang ceria. Namun ... Bukankah warna warni itu yang membut pelangi menjadi indah? Kisah Anggun dan Arya bagaikan pelangi, membawamu naik turun dalam indahnya rasa dan perihnya kenyataan. Arya adalah pria mapan dan bergelimang harta, seorang workaholic sejati, ia jatuh cinta dengan sosok Anggun yang lembut, pintar, dan pengertian. Anggun yang baru saja kehilangan cintanya pun akhirnya menerima cinta Arya, tanpa tahu bahwa ternyata Arya adalah alasan dibalik ia kehilangan cintanya. Beda antara cinta dan benci hanya setipis benang — Anggun. Aku cemburu pada orang yang telah tiada — Arya. Akankah Anggun menerima cinta Arya kembali setelah mengetahui semua kebenaran itu? A beautiful love story Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa sangat luar biasa - dee.Meliana

BELLEAME · perkotaan
Peringkat tidak cukup
18 Chs

JINGGA

GORESAN WARNA PELANGI

WARNA KE DUA - JINGGA

_______________

Deringan telepon dan ponsel terus berdering membuat telinga Anggun panas, dokumen belum selesai dibuat dan telepon tak pernah berhenti berdering hanya untuk sekedar menanyakan pertemuan mereka dengan pimpinan perusahaan. Padahal jam sudah menunjukan pukul 18.00,sudah bukan lagi jam ngantor. Malam ini Anggun memang sengaja lembur untuk menyelesaikan dokumen yang akan dipakai Arya untuk meeting besok Senin.

Bodo amat, males ngangkat, pikir Anggun sambil terus melanjutkan ketikannya.

Deringan telepon masih terus berbunyi, sampai akhirnya Anggun terpaksa mengangkat teleponnya.

"HALO!!" sapa Anggun agak keras.

"Anggun, untung kamu masih di kantor saya hampir putus asa."

"Pak Arya?" Anggun mengenali suara itu adalah suara bossnya.

"Saya telepon kamu berkali-kali nggak ada jawaban?"

"Maaf, Pak, saya dari toilet," jawab Anggun ngeles.

"Gini, dokumen yang mau saya serahkan ke Papa ketinggalan di ruangan saya, bisa kamu scan trus e-mail ke saya?" tanya Arya.

"Bisa, Pak. Tunggu sebentar saya cari dulu dokumennya."

"Oke-oke saya tunggu, kabari saya kalau ada apa-apa. Terima kasih."

"Iya, Pak, sama-sama." Anggun menutup teleponnya pelan-pelan, untung saja si boss nggak marah waktu dia bentak tadi. Kalau marah, hilang sudah pekerjaan Anggun.

Cepat-cepat Anggun bangkit dan masuk ke dalam ruangan Arya, dicarinya lembaran-lembaran dokumen yang diminta Arya lalu menscan-nya satu persatu.

"Pak, sudah saya kirim, coba di cek betul atau tidak?" Anggun langsung menghubungi Arya begitu selesai melakukan tugasnya.

"Iya, sudah masuk, terima kasih, ya. Kalau nggak ada kamu saya terpaksa balik dari Bogor ke Jakarta hanya untuk ambil dokumen."

"Iya, Pak, sama-sama."

"Oh, iya, kamu masih lembur?"

"Iya, Pak, dokumen untuk besok Senin belum selesai saya susun."

"Oh, Oke, terima kasih, ya."

"Kok Bapak ngucapin terima kasih terus? Kan memang sudah jadi kewajiban saya, Pak."

"Ah, iya, ya ... hahah, ya, sudah, bye."

"Iya, Pak." Anggun menutup telepon dan tersenyum sendiri lalu melanjutkan kerjaannya yang sempat tertunda.

Bagi seluruh pegawai kantor, sosok Arya sedikit menakutkan, apa lagi dengan tempramennya yang sedikit over dosis. Tapi kalau menurut Anggun, Arya good enough sebagai seorang bos. Mungkin sikap tegasnya itu ditunjukkan karena memang posisinya sebagai seorang presdir dari sebuah grup besar.

"Akhirnya kelar juga." Anggun merenggangkan badannya dan menarik napas panjang.

"Jam berapa, ya? Waduh gila hampir jam 12 malam, harus cepet-cepet pulang, nih." Anggun langsung bergegas menyahut tas.

Kantor sudah terihat begitu sepi, hanya beberapa security dan OB yang masih aktif menonton siaran bola di pos satpam. Setelah menyapa mereka Anggun melangkah keluar untuk mencari taxi offline maupun online yang bisa ditungganginya pulang.

Ciiit ...!

Tiba-tiba sebuah motor sport hitam berhenti tepat di depan Anggun, membawa sesosok pria di atasnya. Kepalanya mengenakan helm racing yang tertutup rapat, membuat Anggun tidak bisa mengenali wajah pria itu. Dalam hati Anggun mulai khawatir, jangan-jangan ada anggota genk motor yang mau menyerangnya.

Gawat! Gue mesti lari kembali ke kantor, pikir Anggun dalam hati.

Saat Anggun berbalik pria tadi langsung menarik siku tangan Anggun, membuat Anggun kaget dan langsung memberontak.

"TOLONG!!!" teriak Anggun sambil memukulkan tasnya ke pria itu.

"Woi, Anggun, ini saya!!" sergahnya, ternyata pria di depannya saat ini tak lain adalah Arya.

"Pak Arya?" Anggun langsung mengenalinya saat Arya membuka helm.

"Iya ini saya."

"Maaf, Pak saya nggak tahu. Sakit, ya, Pak?" Anggun merasa bersalah karena telah memukul bossnya dengan totte bag super besarnya berkali-kali.

"Nggak apa-apa, kok."

"Kok, Bapak kemari, bukannya lagi di Bogor? Apa masih ada dokumen yang ketinggalan waktu saya kirim tadi?"

"Nggak kok, saya cuma khawatir sama kamu."

"HAH?" Anggun bingung dengan ucapan bossnya.

"Khawatir sama saya, Pak?" Anggun memperjelas ucapan bossnya.

"Iya, untung saja saya nggak terlambat jemput kamu. Ayo saya antar pulang!" tawar Arya.

"Tapi, Pak?"

"Kamu nggak mau?"

"I ... iya, Pak, saya mau. Tapikan saya pake rok, Pak. Mana bisa naik motornya Bapak?" Senyum Anggun malu-malu.

"Oh, maaf, saya kira lebih cepat kalau naik motor, nggak ngira kalau kamu pake rok." Senyum Arya juga saat melihat ke arah rok Anggun.

Anggun tersipu malu, tidak nyangka pria ganteng yang tak lain adalah bossnya ini rela jauh-jauh naik motor dari Bogor ke Jakarta hanya untuk menjemputnya. Hish..., jadi GR-kan?

"Gimana, ya?" Arya jadi bingung juga.

"Kamu coba naik dulu deh, pegangan di pundak saya," kata Arya.

"HAH?" Anggun kembali bingung.

Gila masa aku harus pegangan di pundaknya, gimana, nih? pikir Anggun sungkan.

"Ayo keburu malam!" Arya memakai helmnya.

"Ma ..., maaf, ya, Pak," lirih Anggun, dengan ragu-ragu Anggun naik ke atas motor Arya.

Posisi motornya yang tinggi dan model rok Anggun yang tak cocok ternyata menyebabkan suatu hal yang tak terduga. Yap, rok Anggun sobek di kedua sisi jahitanya.

Breet ...!

"Ah ... , sobek!" pekik Anggun spontan, wajahnya sudah berubah menjadi semerah tomat saat Arya menoleh melihatnya.

"Hahahahaha …!" tawa Arya.

"Kok, Bapak malah ketawa, sih?" Anggun sewot.

"Nggak kok, heran aja, ternyata jadi cewek itu ribet banget, ya?" Arya menundukkan kepalanya sambil menahan geli.

"Ck .... Memang." Anggun berdecak sebal.

"Ini pakai buat nutupin." Arya melepaskan jaket kulitnya.

"Jangan, Pak! Nanti Bapak kedinginan," tolak Anggun.

"Nggak, sudah pakai aja! Ini perintah!" Arya mencoba untuk tidak tertawa saat teringat wajah Anggun yang malu karena roknya sobek.

Akhirnya Arya mulai melajukan motornya menyelusuri jalanan sepi. Selama perjalanan Arya lebih banyak diam dan berkonsentrasi melajukan motornya dengan kencang, membuat Anggun takut. Reflek Anggun membuatnya memeluk kencang perut Arya.

"Maaf, Pak."

"Nggak apa-apa kok, pegangan aja!" Arya menarik kembalipunggung tangan Anggun saat hendak terlepas.

Perlahan-lahan Anggun melingkarkan kembali lengannya ke perut Arya, menjadikan tubuh depan Anggun begitu rapat dengan tubuh Arya. Anggun bisa merasakan debaran jantung Arya yang berirama, terus menggema begitu indah di telinga Anggun. Wangi tubuh Arya yang khas membuat Anggun ikut merasakan debaran yang sama.

"Nah, sudah sampai." Arya melepaskan helmnya.

"Agh, i..., iya, Pak." Anggun tersentak dan langsung melepaskan pelukannya.

"Kamu tidur di jalan?" tanya Arya keheranan.

"Maaf, Pak," kata Anggun polos, kantuknya tak terelakan.

"Untung saja kamu nggak jatuh, Nggun. Bahayakan?" Arya menggelengkan kepalanya.

"Hehe, makasih, ya, Pak." Anggun menyerahkan jaket Arya sebelum turun.

Srrreeetttt ...!

Terdengar bunyi rok Anggun sobek semakin tinggi saat mencoba turun dari motor Arya. Membuat Anggun kebingungan untuk menutup sebagian pahanya yang hampir terlihat.

"Erm …, saya pamit dulu." Arya menggaruk pelan dahinya, nampaknya Arya juga jadi salah tingkah dengan kondisi mereka barusan.

"Makasih, ya, Pak."

"Iya, udah cepat sana masuk sebelum ada yang lihat!" perintah Arya.

Anggun berlari masuk dan melambaikan tangan, disusul dengan sebuah senyuman manis dari Arya sebelum ia meninggalkan area pekarangan rumah Anggun.

Wah, Gila!! Malu banget!

— GORESAN WARNA PELANGI —

Pagi hari ini udara terasa begitu dingin, Anggun menggulung kembali tubuhnya masuk ke dalam selimut. Matanya masih ingin tertutup lebih lama lagi. Tapi, entah kenapa jam yang biasanya bergerak begitu lambat kini seakan-akan menjadi berlalu begitu cepat.

"Gawat!! Kesiangan!" teriak Anggun begitu melirik ke arah jam bergambar Winnie the Pooh di atas ambang pintu kamarnya.

Secepat kilat Anggun menyahut handuknya, mandi, dan bersiap untuk bekerja. Blouse pink dengan renda pada bagian depan dan juga rok model pensil berwarna hitam menjadi outfit Anggun hari ini.

"Nggak sarapan dulu?" tanya Sukma saat melihat Anggun hanya menenggak segelas susu dengan cepat.

"Nggak sempat, Bu, Anggun kesiangan. Anggun berangkat, ya, Bu," terang Anggun sembari mencium punggung tangan Sukma.

"Hati-hati," pesan Sukma. Kepalanya bergeleng pelan, tak biasanya Anggun keteteran, selama ini Anggun adalah anaknya yang palingdisiplin dan tepat waktu.

Anggun sendiri kesiangan karena sering bergadang lembur di kantor. Tak jarang Anggun membawa pekerjaannya pulang. Anggun memang sangat ingin membantu meringankan pekerjaan Arya, makanya Anggun selalu pulang terlambat agar Arya bisa pulang cepat.

Anggun menghela napas panjang begitu tiba di depan pintu ruangan Arya. Terlambat 10 menit dari jam masuknya, dalam hati Anggun berharap Arya belum datang.

Semoga dia belum datang, jadi nggak bakal kena omelan Pak Arya.

Tok ... Tok ...!

Anggun mengetuk pintu kayu besar di depannya.

"Masuk!" sahut Arya dari dalam.

Duh, Pak Arya sudah datang.

"Maaf, Pak, macet," tutur Anggun begitu masuk ke dalam.

"Nggak apa-apa, saya juga baru saja datang. Bagaimana agenda saya hari ini?" tanya Arya sembari membuka koran harian.

"Ada meeting, Pak. Dokumennya sudah saya siapkan. Jam 09.30 pagi ini," jawab Anggun sedikit takut, pasalnya ia terlambat mengingatkan jadwal Arya karena datang kesiangan.

"Sekarang sudah hampir jam sembilan." Arya menunjukkan arloji mahalnya pada Anggun.

"Maaf, Pak. Mungkin belum terlambat kalau Bapak berangkat sekarang."

"Ya sudah, ayo kita berangkat sekarang!" ajak Arya.

"Saya ikut, Pak?" tanya Anggun bingung.

"Ya, iyalah," tukas Arya

"Saya panggil Pak Gunardi dulu, Pak."

"Nggak usah!" cegahArya, "kita bisa terlambat kalau mesti naik mobil. Kita naik motor saja."

"Apa??!" seru Anggun kaget.

"Kenapa?"

"Saya pakai rok, Pak." Anggun tersenyum simpul.

"Oo ...."

"Saya nggak ikutan, ya, Pak."

"Kamu mesti ikut, Nggun, kan kamu yang bikin kontraknya!" pinta Arya.

"Duh, rok saya sempit, Pak."

"Ya, sudah, kita cari celana dulu, mampir ke butik dekat sini!" ajak Arya, dengan tak sabar dia menggandeng Anggun keluar.

Akhirnya sekali lagi, Anggun harus merelakan roknya robek saat menaiki motor tinggi Arya. Arya menutup paha Anggun dengan jasnya. Pergunjingan langsung muncul di kalangan staff kantor yang kebetulan melihat mereka berdua berboncengan. Mereka semua merasa aneh, masa iya seorang Arya yang terkenal kejam, jaim, dan a killer boss mau memboncengkan karyawannya kalau tak terjadi hubungan apa pun di antara mereka?

"Berapa?"

"950 ribu, Pak."

What?! pikir Anggun heran, kenapa harga celana katun panjang saja bisa semahal ini?

"Pak, saya cari yang lebih murah saja," kata Anggun sungkan. Sebenarnya celana ini Arya yang memilihkannya begitu mereka sampai ke butik tadi.

"Ini." Arya tak menggubris ucapan Anggun, dia tetap menyerahkan debit cardnya pada petugas kasir.

"Terima kasih, Pak," ucap petugas kasir sembari memberikan kembali kartu Arya.

"Ayo! Kita sudah hampir terlambat." Arya sekali lagi menggandeng tangan Anggun keluar dari butik. Anggun menggigit bibirnya, ada rasa sungkan berbaur dengan rasa senang yang sangat sulit untuk diungkapkan.

"Iya, Pak."

Setelah berganti celana, Anggun bisa menaiki motor tinggi Arya dengan mudah. Tapi dengan malu-malu Anggun masih saja berpegangan di pundak Arya saat menaiki motornya. Arya sendiri sepertinya tak berkeberatan dengan kelakuan Anggun, dia malah tersenyum saat Anggun menyentuh pundaknya.

"Terima kasih, Pak."

"Sama-sama."

— GORESAN WARNA PELANGI —

IG @dee.Meliana

Please like and comment

Vote if you like

Love, dee