Di Jaladara & Bima
Kedua tank yang ada di sebrang sungai adalah Jaladara dan Bima yang di komandani oleh Dewi dan Dinda yang merupakan dua bersaudara kembar, meski pertandingan yang berlangsung adalah pertandingan annihilation dimana setiap peserta harus saling menghancurkan satu sama lain, namun hal itu tidak menutup kemungkinan untuk beberapa peserta dapat bekerja sama.
"Yes kena !" ucap Dinda dengan sangat gembira.
"ini pertandingan pertama kita tapi kitalah yang pertama berhasil melumpuhkan tank lain, kita memang terlalu hebat !" sahut Dewi dengan nada sombong.
"kenapa kita malah bekerja sama dengan mereka ya, padahal ini pertandingan pemusnahan loh" ucap pengemudi Jaladara yang di pimpin Dewi.
"yah, bukan berarti aku melakukan hal ini karena dia saudara kembarku, aku hanya sedang baik hati hari ini" ucap Dewi sambil tersenyum dan melirik ke arah dinda.
"terimakasih untuk bantuannya…." Jawab Dinda dengan nada menyindir.
"sudah aku bilang kalau titik ini tempat yang pas untuk membuat jebakan" ucap Dewi.
"hei itu ideku ya, enak aja kamu asal ngaku!" sahut Dinda dengan nada keras.
"orang tua sepertimu mana bisa berpikir dengan cepat, aku lebih muda jadi rencana brilian ini adalah ideku" jawab Dewi mengejek saudaranya yang sedikit lebih tua darinya. semua awak yang ada di kedua tank menutup telinga mereka untuk mencegah pendengaran mereka rusak karena celotehan dua bersaudara itu.
"gemblung! kita ini Cuma beda 5 menit, lagian juga sejak awal kamu Cuma ngekor di belakangku sampai aku kasih tahu harus gimana" balas Dinda menanggapi ucapan saudaranya yang konyol, buatnya hal itu sudah jadi makanan sehari hari yang membuatnya sudah kebal.
"non maaf mengganggu" ucap salah satu awak Dinda yang menempati posisi pengemudi.
"ada apa ?" tanya Dinda.
"ada tank lain di seberang sungai, coba lihat" lanjutnya menjelaskan apa yang di lihatnya.
Kedua komandan memerintahkan penembaknya untuk memutar turret ke arah kiri dan disanalah mereka menemukan sebuah M3A1 Stuart berwarna hijau krem gelap dengan turret yang mengarah ke mereka. Dewi mengira itu adalah tank yang di komandadi Retno sementara Dinda menduga itu adalah tank yang di komandani Ajeng, tanpa pikir panjang keduanya langsung memfokuskan serangan ke target baru mereka.
Di Ambarawa
Citra melihat turret Jaladara dan Bima berputar ke arah mereka dan ia tahu itu bukan hal yang bagus, Ajeng yang sedang mengisi ulang peluru terkejut karena tank bergerak tiba tiba tanpa ada perintah darinya dan peluru yang ada di tangannya hampir terjatuh.
"Citra apa apaan…..!?" Ajeng menegur Citra yang menggerakkan tank tanpa ada perintah namun kompainnya itu terganggu oleh guncangan yang ia rasakan, guncangan itu ternyata dari peluru yang meleset dan mendarat hanya beberapa meter dari sisi kanannya.
Ajeng Kembali mengintip dari periskopnya dan melihat dua tank di sebrang sungai sedang memfokuskan serangan ke arahnya.
"maaf untuk yang tadi, tapi sepertinya kita harus kabur" ucap Citra dengan datar.Citra membawa Ambarawa menjauh dari jembatan untuk berlindung kedalam hutan.
"mereka kabur, ayo kita kejar !" ucap Dewi dengan bersemangat.
"eh….tapi jembatannya Cuma kuat untuk satu tank" ucap Dinda.
"kalau begitu aku duluan, tolong lindungi aku ya saat aku menyebrang, Terimakasih!" ucap Dewi yang langsung bergerak menuju jembatan tanpa menghiraukan tanggapan saudarinya.
"Oiii, duh ngeribetin banget ini anak satu !" ucap Dinda Jengkel.
kedua tank itu harus bergantian karena jembatan itu hanya mampu menahan beban 20 ton sehingga Dewi adalah yang pertama menaiki jembatan sementara Dinda menunggu sambil menembaki Ajeng.
Ambarawa semakin menjauh dari Jembatan, Citra menginjak pedal gas sedalam mungkin dan berusaha untuk mendapatkan kecepatan tertinggi, Ajeng dan Rani berkelut di turret dan berusaha untuk menembak Bima yang juga sedang membidik mereka dari seberang sungai. Nur Kembali melihat petanya dan memberitahu Citra jika ada jalan setapak di dalam hutan yang bisa mereka lewati, Ajeng menerima saran itu dan memerintahkan Citra untuk mengambil jalur itu.
Ambarawa semakin dekat dengan barisan pepohonan yang ditandai dengan sebuah dataran melandai yang ditumbuhi rumput pendek, jalan setapak yang dimaksud Nur sudah terlihat dan Ajeng merasa lega karena dapat kabur dari kejaran dua bersaudara itu, namun saat Ambarawa akan menaiki landaian muncul tank lain dari dalam hutan yang juga mengikuti jalan setapak itu, tanpa diperintah Citra langsung refleks membelokkan tanknya ke kiri, tepat saat Ambarawa berbelok tank itu melepaskan tembakan, tembakan yang tadinya ditujukan kepada Ambarawa malah menghantam Jaladara yang sedang ada di jembatan, tembakan itu langsung melumpuhkannya dan bendera putih keluar dari kompartemen mesin. Memanfaatkan kekacauan itu Citra membawa Ambarawa kedalam hutan dan berusaha untuk menghilangkan jejaknya dengan berjalan zig-zag melewati rapatnya pepohonan yang tumbuh.