Fokusnya terbelah menjadi dua, terlalu banyak pertanyaan yang kembali tak bisa dia jawab. Sayangnya lagi Venus tak memiliki nomor Arka ataupun Ria, seharusnya dia minta, tapi bodohnya selalu lupa untuk bertanya atau meminta. Tak ada pula grup khusus kelas yang biasanya di pakai untuk bertanya soal tugas, atau menyontek, bahkan dia tidak memiliki kontak guru satu pun.
Venus sekolah di tempat yang terkenal mahal, tapi juga tak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Dia hanya bisa mengobrol di sekolah dengan temannya yang akrab, setelah itu mereka berpisah meskipun kata Arka mereka bertetangga. Beberapa rumah, dan kebun harus di lewati meskipun di katakan bertetangga.
Venus menghela samar, tangan kirinya menopang dagu sambil mengaduk mie ayam bercampur bakso sapi yang Atmaja bawa dari kantor. Suasana malam ini cukup tenang, tak ada yang memulai pembicaraan. Naratama nampak begitu tenang di samping Venus, Atmaja pun begitu, bahkan ibunya yang biasanya selalu bertanya pun ikut diam. Sayangnya Edgar tidak ada, dia harus lembur mendadak di kantor, katanya ada rapat, dan banyak pekerjaan penting yang harus di selesaikan.
Venus jadi berpikir tentang kehidupannya kelak, dia tidak mau sibuk seperti ayahnya, dan kakaknya. Ingin hidup yang menyenangkan seperti sekarang ini, tak banyak berbicara, dan tidak banyak bergerak juga. Sepertinya sulit untuk mencari pekerjaan yang seperti itu.
"Pa?" panggilnya tiba-tiba.
"Hm, kenapa sayang?" Atmaja menyahut tanpa menatap manik mata putrinya yang nampak begitu bersemangat malam ini.
"Papa sama kak Edgar kan kerja di perusahaan besar, terus... aku perhatiin juga sibuk banget, bahkan kayanya gak ada hari libur."
"Papa punya hari libur kok, setiap minggu kan libur Ven," potong Atmaja cepat, kali ini dia menatap Venus dengan senyum yang cukup tipis.
"Iya, tapi kan mendadak ada meeting, mendadak harus ketemu sama bos, terus mendadak ada pekerjaan penting. Itu namanya gak ada libur Papa." Venus menghembuskan napas panjang, garpu yang dia genggam pun di lepas secara perlahan, "Aku jadi mikir soal kehidupanku nanti, tapi sayangnya aku gak mau kaya Papa ataupun kak Edgar."
Kening Naratama bertaut, dia mulai tertarik dengan pembicaraan malam ini, "Kenapa malah gitu?"
"Pengen kerja yang santai, tapi gaji besar."
"Ha! Emang ada? Jangan mimpi deh!"
"Ih! Ada tau, pasti ada, gue yakin banget kalau ada!" ucap Venus yang mulai kesal, keningnya ikut bertaut ketika menatap Naratama.
Cowok di sebelahnya ini mendengus, menoleh ke arah Atmaja, dan berkata, "Emangnya ada Pa? Kerja yang santai, tapi bisa dapet gaji besar?"
"Ada dong," sahut Atmaja, dan Venus memberikan ekspresi mengejek pada kakak keduanya itu, "Tapi bukan berarti kamu bisa sesantai itu. Semua pekerjaan ada tingkat kesulitannya, ada banyak energi yang harus di keluarin juga. Dari yang kamu lihat soal papa sama Edgar itu kebanyakan geraknya, Edgar yang harus keliling di jalan buat dapet pelanggan, sementara papa yang harus di kantor, dan ketemu banyak orang baru."
Venus mulai mengerti, tapi dia sangat penasaran dengan kalimat selanjutnya. Kalimat soal macam pekerjaan yang akan membuatnya hidup dengan nyaman, tapi sayangnya Atmaja masih menjelaskan hal lain yang membuatnya tak tertarik. Sementara Naratama terus mendengarkan, terlihat jelas jika dia sangat tertarik, dan ingin mendengarkan lebih banyak sambil menyantap mie ayamnya.
"Penulis," ucap Atmaja akhirnya, "Profesi penulis ini yang menurut papa enak kerjanya, bisa di mana aja, tapi tetep aja nguras energi karena kamu harus punya ide yang bagus. Supaya nanti semua orang suka sama karya kamu."
"Selain penulis?"
"Penulis itu bukan berarti kamu nulis novel sayang, ada banyak macamnya. Misalnya copywriting, content writing buat di perusahaan atau mungkin kamu mau freelance juga bisa."
Kening Venus kembali bertaut, "Freelance?"
"Pekerja mandiri," sahut Naratama.
"Iya, pekerja mandiri itu kerjanya di rumah, kamu nyari pembeli sendiri, jadi tuh kaya... gimana ya? Mungkin bisa di bilang kamu jualan ide, atau kamu jual keahlian kamu ke orang yang butuh," jelas Atmaja, "Cuman sayangnya freelance ini gak dapet uang tetap, dapetnya pas ada job, kalau job kosong atau lagi sepi ya... otomatis kamu gak punya uang."
Venus mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, dia baru tahu soal pekerjaan ini. Seharusnya dia tahu dari awal, dan menekuni hobi baru yang disebut menulis. Mungkin akan menjadi jalan utama agar dia bisa hidup dengan nyaman lima atau enam tahun ke depan, "Harus kuliah Pa?"
"Gak juga, ada banyak yang lulusan SMA, tapi mereka ikut kelas khusus gitu beberapa bulan. Ada juga sih yang engga, tapi emang punya kemampuan di atas rata-rata, maksud papa lebih pinter dari yang ikutan kursus." Atmaja memberikan mangkok kotornya pada Indira, "Kamu mulai nulis yang kamu suka aja! Misalnya nulis novel, atau kegiatan kamu seharian ini, nulis kalimat mutiara, atau mungkin... kamu mau nulis puisi. Di mulai dari yang kecil dulu aja, kalau nanti udah terbiasa bakalan gampang kok."
"Oh ya?" raut muka Venus berubah begitu bersemangat sekarang, terlalu senang untuk jawaban Atmaja barusan, "Wah! Keren, tapi menurut Papa sendiri aku harus kuliah atau engga?"
"Papa gak mau nyuruh sih Ven, sebagaimana kakakku edgar. Dia nyari jalannya sendiri, terserah kalian mau kuliah atau mau kerja, intinya kalian bisa tanggung jawab sama apa yang kalian pilih!"
Venus mengangguk, dia baru tahu soal ini. Dia pikir Atmaja melarang Edgar untuk tidak kuliah atau karena mereka tidak memiliki cukup uang, tapi ternyata memang di serahkan pada si pemilik. Dia bersyukur memiliki keluarga yang begitu menyayangi, mencintai, dan selalu mendukung apa yang dia mau.
Sekarang malah merasa kasihan pada teman-temannya yang selalu di tuntut mendapatkan nilai bagus, harus menjadi yang nomor satu, dan harus kuliah di kampus yang sangat bagus. Jika Venus memiliki keluarga yang suka menuntut seperti itu, bisa di pastikan dia tak akan bisa bertahan untuk melanjutkan hidup yang begitu kejam.
"Kalian berdua, pikir baik-baik ya! Perjalan kalian masih panjang, Naratama harus lulus SMA dulu, sementara Venus harus lulus SMP dulu. Kalau mau kuliah juga boleh, cari kampus negeri yang bagus, prodi yang sesuai sama kemampuan kalian, nanti soal biaya bisa papa yang atur. Papa sama Mama emang gak pernah minta sesuatu atau ngekang kalian, tapi tolong jangan mikirin soal cinta dulu ya!" ucap Atmaja setelah diam beberapa lama.
"Maksudnya kita gak boleh pacaran dulu?" tanya Naratama bingung.
"Boleh kok, tapi di bikin seneng aja, jangan selalu soal cinta, jangan selalu di utamain pacar kalian! Sekarang ada banyak contohnya, ada banyak anak muda yang lebih sayang pacar ketimbang orang tua, bahkan mereka rela buat nentang orang tua." Atmaja menghela panjang, raut mukanya nampak begitu gelisah, "Papa harap kalian berdua pintar-pintar pilih pacar, cari yang sesuai kriteria, tapi juga yang baik sikapnya! Jangan karena kalian sayang, dia cantik atau ganteng, akhirnya kalian mau di bodohi, jangan!"