webnovel

GARKA AURIGA

Ketika sang sesal datang di akhir kisah. Awalnya Garka merasa kehadiran Seruni di rumahnya hanyalah malapetaka, kesialan, dan keburukan sejenisnya. "Gue muak sama lo, kapan sih lo sadar diri?" Tapi tidak, tidak lagi setelah semua kejadian yang mereka berdua lewati. Bolehkah Garka mengatakan sesal? "Uni, boleh nggak kalau gue minta waktu di putar lagi supaya lo bisa kembali?"

planeturanus · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
2 Chs

Gadis penyusup

Siang itu, ketika Garka baru saja berhasil menyelinap kedalam kamarnya tanpa ketahuan oleh sang bunda —akibat aksi bolosnya. Remaja laki-laki itu tidak bisa untuk tidak terkejut begitu mendapati seorang gadis remaja yang tidak ia kenali berdiri di tengah-tengah kamarnya sembari menatap polos kearahnya.

"Heh, siapa lo?!" setengah kesal, setelah melempari tas sekolahnya —yang hanya berisi satu buku dan satu bolpoin hasil curian kearah ranjang Garka mendekati gadis itu dengan langkah cepat. "Penyusup ya lo? ngapain ada di kamar gue?"

Mendapati serbuan tiba-tiba, gadis yang menjadi target Garka hanya mampu membuka dan menutup mulut tanpa mengeluarkan sedikitpun suara. Bagaimana tidak? rasanya tiba-tiba di datangi orang dan di tuduh sebagai penyusup itu bagaimana sih? pasti jadi serba salah kan, apalagi dengan posisinya yang seperti ini.

"Gue nanya!"

"Itu, aku —aku nyari toilet kak.."

Toilet? Garka mengernyitkan alis, mundur selangkah menjauhi gadis itu sembari menyebarkan pandangan. Garka menggeleng, terkekeh, "Lo pikir gue bodoh? nyari toilet sampai nyasar ke lantai dua?"

Gadis itu menggeleng sebagai pengelakkan, "Aku beneran nyari toilet—"

"Masih ngeles lo," dengan kesal, Garka menarik tangan gadis itu menuju pintu kamarnya. "Lo pasti salah satu orang-orang itu, lebih baik lo pergi. Gue muak sama kelakuan kalian."

Meringis, gadis itu menatap lengannya yang ditarik paksa oleh Garka. "Kak, lepasin kak, sakit!"

Garka menurut, melepaskan cengkramannya dengan kasar dan membuka pintu kamar. "Keluar dari kamar, dan rumah gue. se-ka-rang." tanpa menunggu jawaban Garka segera berbalik dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang.

Setelah mendengar cicitan maaf dan suara pintu hang menutup barulah Garka berganti posisi menjadi duduk. Mengusap rambutnya dengan frustasi sembari melempar tas sekolahnya kearah meja belajar. "Sialan emang!"

"Siapa yang kamu katakan sialan, Garka Auriga?"

Iris coklat Garka menajam waspada, dengan perlahan menolehkan kepala kearah pintu dan mendapati sang bunda —yang sedang ia hindari setidaknya sampai jam pulang sekolah kini berdiri di depan kamarnya bersama gadis penyusup tadi.

Gadis penyusup?

Garka bangkit, mendekati sang bunda dengan cepat. Mata elangnya menerobos kearah gadis penyusup yang berada di belakang sang bunda —sedang menunduk. "Lo masih disini? Nggak denger yang gue perintahin?"

"Perintahin apa? Nyuruh Seruni pergi, iya?"

Jadi nama gadis penyusup ini Seruni? oh!

"Seruni, bun?" dengan alis terangkat, Garka mengalihkan astensinya kearah sang bunda. "Bunda, dia udah nyusup ke rumah kita—"

"Dia tinggal disini, bukan penyusup."

"Ti—tinggal?" Garka tidak salah dengarkan?

Garka mengikuti gerakan sang bunda yang menarik lembut tangan gadis itu untuk berdiri di sebelahnya. Bantu Garka menahan umpatannya agar tidak keluar dengan mulus dihadapan sang bunda. "Ini, Seruni. Anaknya alm. tante Lily. Kamu kenal kan Ka? Kalian kan teman kecil, Bunda sama Ayah mutusin nyuruh Seruni tinggal disini karena tantenya sering dinas keluar Negeri, hitung-hitung biar kamu ada teman."

Ya Tuhan, dosa apalagi yang Garka perbuat?

Mengepalkan tangannya dengan erat, Garka tidak bisa untuk tidak mengamuk sekarang. Namun, Garka juga tidak bisa melampiaskan kemarahan yang ia tumpuk sedari tadi kepada sang bunda. Jadi, yang bisa Garka lakukan hanyalah menghela nafas berat. Menyebabkan gadis yang bernama Seruni itu semakin menundukkan kepalanya.

"Yaudah lah, terserah bunda." mungkin Garka akan mengeluarkan protesnya di malam hari, siang ini biarkan ia istirahat sejenak.

Namun rupanya, takdir memang belum berpihak kepada Garka ketika dengan kuatnya sang bunda menjewer telinga lelaki itu. "Aaaa Bun, kenapa lagi bun?!"

"Ini belum jam pulang sekolah, dan kamu sudah berada di rumah. Apa artinya itu, Garka Auriga?"

Tuhan, selamatkan Garka sekarang juga!