webnovel

Part 4. Rumah Putri

Olivia mengecek lagi alamat dalam kartu nama di tangannya. Benar! Tidak salah, memang alamat tersebut ada di depan sana.

Mansion, bangunan bak istana milik aristokrat atau orang tajir, itu kesan pertama yang dilihat Olivia. Bangunan itu berdiri di atas bukit. Pekarangannya pun luas dan teduh penuh pepohonan. Taman-taman di setiap sudut. Pagarnya berupa tanaman berpangkas wild tea. Diselingi bunga alamanda, stefanot, beauty bush, maupun morning glory dalam varian warna menghiasinya di setiap jengkal memayungi kursi taman yang ditata indah. Kolam-kolam kecil dilengkapi air terjun buatan di depan tempat duduk sedang kolam besar dengan air mancur berada di depan pintu utama. Berlantai tiga kalau Olivia tidak salah hitung. Karena ada di sisi belakang sana, bangunan yang lebih tinggi bertingkat dua. Jadi lima tingkat. Olivia masih tertegun melihat pemandangan itu.

Dan,

Jangan lupa kalau ada photographer yang ingin mengabadikan hunian ini dalam bentuk lanskap akan ada beringin kurung di sisi kanan-kiri hingga membentuk frame yang menakjubkan. Andai Andi tau tempat ini.

Eh?

Olivia tersentak dengan pikirannya yang malah tertuju pada pria itu. Senyum-senyum nggak jelas lagi.. Olivia mengusap wajahnya yang lumayan berpeluh. Jauh juga, ya dari jalan besar tadi?

Kok, banyak orang, sih? Apa ada hajatan? Tidak ada bendera atau apapun sebagai penanda. Terus, Olivia harus masuk darimana kalau di setiap sisi ada pintunya? Sama besar dengan pintu utama di hadapannya. Aih! Olivia mulai rancu mau melangkah menuju gerbang karena pemandangan rumah di depannya.

Mendadak langkahnya terhenti di sisi gerbang, gerbang rindang dari bougenville dengan aksen bambu yang begitu indah. Dering hapenya mengusik meski sudah menyeting dengan volume paling rendah. Di tempat sunyi ini deringnya jadi berisik. Malik menelponnya. Tapi akhirnya tidak ia hiraukan terus saja melangkah karena sudah mengaktifkan pesan suaranya.

Perhatian Malik begitu besarnya hingga harus mengkhawatirkan kesibukannya. Dipikir, hari ini libur Olivia malah pergi kesini. Dorongan hati membuat Olivia menolak janjian dengan Malik, kemarin. Padahal mereka sudah lama tidak bertemu. Masing-masing sibuk dengan pekerjaan. Malik bekerja di sebuah Production House sedang Olivia tenggelam dengan berbagai tugasnya hingga terdampar sendirian disini.

Olivia merasa hampa dengan hubungannya bersama Malik yang ia kenal dua tahun lalu. Sudah hampir setahun mereka tidak bertemu. Tepatnya, sehari setelah jadian. Olivia illfeel walaupun mengakui Malik itu baik, perhatian, dan romantis. Pekerjaan yang membuat Olivia mendapatkan upaya untuk mengintrospeksi diri. Apa ini yang namanya lari dari masalah? Renungnya sambil berjalan perlahan hingga suasana ramai di sekelilingny tak dihiraukan. Satu sapaan menyadarkannya,

"Non... Non Olivia! Kok, ada disini.. ?" Pak Ridwan, Kadus Rumah Petak mengulang sapaannya. Rupanya, pak Ridwan mengenalinya.

Bagai dunia mimpi ketika pikirannya terbang entah kemana lalu ada kejutan yang menjatuhkan awang-awang itu dengan tiba-tiba membuat Olivia seperti kehilangan nafasnya.

"Hah! Eh.. ya.. iya.. Pak Ridwan! Saya.. dapat alamat rumah Tuan Putri dan ingin memastikan kalau ini benar alamat rumahnya.. " Olivia bersusah payah menenangkan diri. Menghilangkan kekagetannya dan melekatkan kesadarannya.

"Ini memang alamat Den Putri! Dan kami kesini mau ambil bahan. Non Olivia mau berkunjung, kan? Mari saya antar!" ajak pak Ridwan dengan ramah. Orang-orang yang bersama pak Ridwan ikut mengangguk segan.

"Terima Kasih!" balas Olivia sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Debaran di dalamnya membuat Olivia seolah melangkah ragu. Ada apa ini?

Di sekelilingnya penuh tanaman yang terawat dengan sangat baik. Lihat saja! Bunga zinia, bunga pukul empat, dan pacar air berbagai warna di pot-pot besar terlihat seperti pohon cantik. Banyak ia temukan bunga-bunga itu di pekarangan orang-orang. Kadang dibiarkan tumbuh liar di sisi jurang maupun pojok ladang. Tapi disini, bunga-bunga diletakkan dalam pot satu-persatu dan tumbuh dengan ukuran raksasa. Dari sini pintu rumah tak terlihat.

Langkahnya masih menyusuri kebun bunga yang berpagar beluntas maupun soka yang tadi tak terlihat dari seberang sana. Ada bunga daisy, kenop, dan celosia. Berjajaran bunga matahari di sisi kanan-kirinya. Sebagian besar tanah di sekeliling rumah tertutup Pinto peanut dan aneka warna mose rose. Pintu rumah yang ditujunya terlihat kembali. Dilihatnya rumpun melati di teras diselingi mawar, kaca piring, Sri rejeki, dan rambatan Wijaya Kusuma yang kuncup-kuncupnya bermunculan. Pasti ada bunga kantil, nih. Benar tuh berupa pohon besar di sebelah sana. Heumh.. tanaman khas ciri pekarangan para Priyayi Jawa.

Bukan hanya bunga warna-warni, taman ini terdapat aneka macam puring berjajar beberapa meter di depan teras. Burung-burung tak jarang terbang bahkan mematuk-matuk. Tersedia ontel, otek, maupun jewawut di sana-sini. Tanaman-tanaman langka itu. Tak perlu heran kalau Olivia tau banyak tentang tanaman penting bagi orang Jawa karena ia tumbuh besar dalam asuhan abdi keraton yang setia dalam menjaga tradisi nenek moyang yang hampir ditinggalkan itu. Namun demikian, Olivia tidak merasa terkekang dengan adat yang kata orang kolot. Justru Olivia dengan sadar menyukai kulturnya kemudian bersinggungan tetapi tetap memilah yang sesuai kepribadiannya.

Sampai tiba di depan pintu, Olivia tercenung lagi. Pak Ridwan membukakan pintu besar itu dan menyilahkan kembali membuatnya tersenyum malu.

Baru 'ngeh' begitu masuk, rumah sebesar ini terlihat jadi sebuah home industri. Masih terkejut, dilihatnya semua yang disana yang menurutnya para pekerja memakai pakaian tradisional. Yang pria memakai Surjan lurik ada juga yang batik. Sedangkan yang wanita memakai kebaya. Sayup-sayup terdengar langgam Jawa yang ia tak mengerti maknanya namun begitu nyaman mendengarkannya. Pak Ridwan dan rombongannya mengikuti tempo langkahnya yang pelan-pelan seolah memberi kesempatan kepada Olivia menikmati kehadirannya disini.

Mendekati suatu tangga,

"Mbok! Den Putri ada?" tanya Pak Ridwan pada seorang sepuh. Kira-kira seumuran nenek pengasuhnya. Kalau beliaunya masih hidup.

"Iya.. beliau di balkon lagi mbatik sama anak-anak"

Nenek itu, oh.. biarkan Olivia memanggilnya 'Nenek' memandang ke arah Olivia yang langsung disambutnya dengan anggukan dan senyuman.

" Rupanya ada tamu tho.."

"Mbok Surip, ini ada Non Olivia dari majalah ibukota ingin bertemu dengan Den Putri.."

Pak Ridwan memberitahu.

"M'angg'a!!"

(bukan buah tapi bahasa Jawa untuk mempersilahkan yang ejaan 'a' menjadi lafal antara huruf o dan 'a'

"Langsung ke atas saja kalo gitu. Mari, Mbok nderek'aken.."

Mbok Surip mempersilahkan Olivia berjalan lebih dulu. Mereka naik ke atas setelah Olivia berterimakasih pada pak Ridwan beserta rombongannya.

"Mbok! Apa disini sering menerima tamu? Kok, saya langsung dipersilahkan masuk bukannya melapor dulu?"

Olivia tidak mampu menutupi keheranannya.

"Nggak perlu, Non! Kalau ada orang yang punya kepentingan dan kami bisa membantu sudah merasa senang. Itu lah pesan Den Putri..."

Mbok Surip menjawab setelah berhenti untuk menghadapnya.

Olivia tercenung, ia juga menyempatkan berhenti. Orang kaya atau orang yang menganggap dirinya penting kan biasanya membuat aturan untuk dirinya sendiri menjadi eksklusif di mata orang lain. Seperti halnya seorang bawahan mesti membuat janjian bertemu terlebih dulu pada atasan. Tak sadar Olivia menghela nafas memikirkannya. Ia menormalkan kembali dengan senyuman ketika Mbok Surip menoleh ke arahnya.

Dan matanya tak henti melihat sekeliling. Dari atas sini dia bisa memahami bangunan modern klasik ini memenuhi filosofi struktur bangunan kejawen. Diantaranya pendapa berupa ruang yang agak terbuka setelah masuk pintu. Ada gandok yakni bangunan sayap kanan dan sayap kiri. Lalu tangga yang sedang dijejakinya menuju ke tempat lapang yang lebih tinggi layaknya Sitinggil. Semacam balai pertemuan bagi raja dengan rakyatnya. Harum sedap malam, seruni, kenanga, dan melati bergantian menyapa Indra penciumannya.

Biasanya, Olivia melengok kesana-sini menilai bebas suatu ruangan. Tapi ia segan melakukannya saat menapak lantai ruangan ini. Di depan, ada remaja putri berparas manis menyambut. Mbok Surip memintanya membuatkan minuman untuk Olivia. Lalu turun menyapa Olivia ketika melewatinya.

******