webnovel

Part 26. Kejutan Vs Kepastian

.

.

"Kenapa Papa merahasiakannya dari Aku?"

Olivia meluruh dalam pelukan papanya. Air matanya meleleh juga. Tak menyangka papanya mampu menyimpan rahasia yang menyangkut masa depannya.

Inilah hal besar yang sejak tadi membuatnya resah.

Olivia dijodohkan?

Statusnya sekarang menjadi seorang istri.

Tidak!

Bahkan ciuman pertama itu?

Ternyata... mereka sudah menjadi suami-istri?

Tapi kenapa Andi?

Dia...

"Liv'e! Singkirkan prasangkamu pada Gusti Pangeran! Apa yang dilakukannya semata-mata karena rasa cintanya! Yang malah menyakitimu..."

Isakan lirih terdengar.

Papanya yang meminta Andi agar menunggu sampai papanya bisa menjadi wali yang sah untuk Olivia.

Papanya masih dalam taraf mempersiapkan diri untuk mengucapkan kalimah Syahadat. Syarat menjadi satu keyakinan dengan Olivia.

Andi sebelum ini sudah melakukan ijab Qobul. Di hadapan papanya tanpa sepengetahuan Olivia. Pernikahannya dengan Andi dengan persetujuan kedua keluarga besarnya dan keluarga besar Andi. Dan nantinya papanya sendiri yang bertindak sebagai wali di KUA jika Olivia sendiri menyetujui atau mengijinkan dan menerima khitbah dari Andi.

Papanya mendesak lagi jawaban pinangan untuknya. Olivia hanya diam sebagai jawaban.

"Am'rta Olivia Laksana Binti Rudi Laksana! Diammu Papa anggap sebagai kesediaan menerima pinangan Andi! Katakan saja kalau Kamu menolak!"

Pernikahannya dengan Andi sudah terjadi kan?

Meski hanya ijab qobul di depan penghulu dengan saksi seluruh keluarganya dan keluarga Andi?

Meskipun tanpa sepengetahuan Olivia sekalipun?

Tapi Olivia sudah sah secara agama menjadi istri Andi.

Olivia sudah mengerti dan selama ini berusaha memahami apapun itu tentang pernikahan dalam agama yang baru dianutnya. Bahkan Mama maupun kakung dan putrinya sedari dirinya kecil telah memperkenalkan keyakinan itu padanya.

Olivia tidak bisa mengabaikan begitu saja arti suatu ijab qobul yang terucap dari seorang Andi dengan walinya. Menurut penuturan papanya, Paklik Sholeh, adik kandung papa yang menjadi wali nikahnya. Beliau menyempatkan datang dari Kampung Sebrang Lautan guna memenuhi permintaan papanya untuk putrinya. Adik papanya ini di masa mudanya suka merantau hingga memutuskan menetap di Kampung Sebrang Lautan dan menikah dengan putri guru ngajinya. Tau-tau, Pakliknya yang bernama Samuel mengganti namanya menjadi Sholeh. Foto pengantin mereka disertai nama resminya dan diberi pigura menjadi souvernir berharga yang tak terlupakan oleh keluarga besar papanya.

Betapa seriusnya perhatian papa untuk pernikahannya dengan Andi.

Ternyata Paklik Sholeh pula yang mengajukan syarat pelaksanaan ijab qobul tersebut pada Andi ketika meminang Olivia dihadapan papanya. Dan Andi telah memenuhinya.

Bagaimana Olivia bisa lari dari kenyataan ini. Bahwa Andi telah memuliakannya sebagai wanita. Betapa Olivia merasa sangat tersanjung.

Di sisi lain, Olivia kecewa tidak tau menahu tentang hal yang paling penting dalam hidupnya. Olivia belum puas dengan alasan apapun yang dikemukakan papanya mengenai hal tersebut.

Beberapa saat Olivia tetap diam tanpa membantah. Kedua tangannya saling meremas. Memandang sendu pada kedua tangannya. Tangan kirinya memegang tangan kanannya. Tamparan itu?

"Satu hal yang harus Kamu percaya bahwa Semua demi kebaikanmu, Liv'e!"

Papanya mengeratkan pelukan mengelus bahu putrinya lembut.

Papanya mengingatkan Olivia ketika mendapat undangan penobatan Andi menjadi pewaris tunggal Kerajaan Bisnis Memetri. Sebenarnya, Olivia juga telah diperkenalkan secara publik sebagai calon pendamping. Malam harinya, ijab qobul dilaksanakan.

Sengaja, ibundanya Andi membiarkan Olivia berlari pulang namun dengan pengawalan khusus untuk Olivia tanpa ia sadari.

Papanya menyebut Laras dan Tasya yang diutus khusus untuk mengawal Olivia. Itu sebabnya mereka ditempatkan satu kost bersama Olivia.

Rita direkrut kemudian dan seseorang lagi. Dimana Andi memperkenalkannya sebagai psikiater. Tapi dia juga seorang dokter muda yang ditugaskan khusus untuk memantau kesehatan Olivia.

Di samping bodyguard yang berada di sekitarnya dengan penyamaran khusus.

Mungkin itu sebabnya Olivia merasa selalu ada yang mengikuti kemana pun dia pergi. Merasa selalu diawasi.

Papa mengemukakan pengawalan untuknya diperketat semenjak Andi membawanya ke tanah lapang depan Mall Metropolis yang belum sepenuhnya rampung pengerjaannya.

Sebegitunya?

Andi juga mengikuti alur yang dipilih Olivia. Memberi kesempatan padanya untuk menyelesaikan pendidikannya. Hal yang pernah mereka bicarakan terutama mengenai cita-cita dan apa yang ingin diraih sekarang maupun nanti ternyata menjadi perhatian Andi.

Iya

Ya, Andi ingat betul kalau Olivia hanya ingin menikah setelah kuliahnya lulus. Pokoknya setelah Olivia berumur 25 tahun. Cuman, Olivia tidak mau mengakui bahwa keinginannya untuk segera menikah karena sudah yakin kebersamaannya dengan Andi.

Mangkanya pengawalan Andi juga menjangkau sampai di rumah budhenya karena Olivia memilih menyelesaikan pengerjaan skripsinya disana.

Makin tinggi pohon menjulang maka makin tinggi angin berhembus. Begitu pula posisinya di sisi Andi. Kedudukan Andi bukan main-main. Apa yang dilihat orang sebagai hal mentereng tidak sepenuhnya seperti yang terlihat. Semuanya penuh konsekuensi. Andi hanya berusaha melindunginya.

Tapi tetap saja kejutan ini bikin Olivia shock. Olivia jadi enggak punya muka bertemu dengan Andi. Olivia keluar dari kamarnya. Langkahnya gontai.

Apa yang ingin Olivia katakan? Apa yang akan Olivia lakukan memangnya kalau berjumpa dengan Andi? Gimana...?

Papanya memintanya untuk segera menemui Andi dan menyelesaikan hal apapun yang bisa mengganggu hubungan mereka.

Tapi!

Kemana Olivia menemui Andi? Papanya tidak memberitahukan Andi ada dimana. Mana mungkin juga Olivia bertanya. Kenapa mendadak hidupnya jadi rumit begini, sih?

"Putri Bunda!"

Dalam keadaan wajah masih ditekuk tujuh, Olivia mendapat pelukan hangat yang dirindukannya. Mengingat Mamanya yang telah lama tiada.

Sungguh! Dalam keadaan ini Olivia ingin mengeluarkan segala rasa isi hatinya pada Mamanya jika beliaunya masih ada. Seperti biasanya, mamanya akan menenangkannya dan membuat suasana hatinya membaik.. dulu.

Sekarang yang ada di hadapannya adalah wanita yang begitu hangat menyambutnya. Tidak seperti waktu terakhir kali beliau menusuknya dengan kata-kata yang begitu tajam. Anehnya, Olivia tidak merasa sakit hati lagi karena sambutan yang hangat itu. Padahal masih jelas terngiang kata demi kata yang beliau ucapkan waktu itu.

"Kamu pasti ingin menemui Andi, kan?! Dia ada di mobilnya.. tapi sebelumnya, Bunda ingin mengatakan sesuatu.."

Olivia menurut Ibunda Ratu menuntunnya duduk di sofa ruang tengah. Seolah mengerti apa yang ada di pikiran Olivia yang sedang menunduk. Berusaha menyembunyikan matanya yang sembab. Air mata itu tentunya masih mau mengalir. Tanpa peduli si pemilik menginginkannya untuk berhenti. Berkali-kali Olivia mengusap pipinya.

"Maafkan sikap Bunda selama ini, heum!" menangkup wajah sembab Olivia dan mengusap deraian air matanya yang tak kunjung berhenti.

Ibunda Ratu membawa kepala menantunya dalam dekapannya. Mengusap punggungnya dengan kasih sayang.

"Pernikahan kalian masih terbatas di depan penghulu. Berarti sah dalam hukum agama. Untuk berlanjut agar sah dalam hukum negara, Andi masih menunggu persetujuanmu.."

Ibunda Ratu melihat sekilas wajah Olivia yang menegang tanpa melepaskan pelukannya.

"Andi ingin pernikahan yang di-ridho-i oleh masing-masing dari kalian. Bukan itu saja.. ternyata anak itu juga memikirkan keluarga dimana kalian berasal dan berusaha menyatukannya.."

Mendengarnya, hati Olivia terasa menghangat. Tidak terdengar isakan lagi tapi lelehan di pipinya masih menderas.

"Dengarkan, Olivia Sayang!"

Ibunda Ratu kembali menangkup wajah Olivia dan mengarahkan tatapannya.

"Sebelum pernikahan Kalian sah dalam hukum agama maupun negara, Andi telah berjanji tidak akan meminta hak dan kewajibanmu sepenuhnya sebagai istri. Dan Kamu berhak memperingatinya.."

Ibunda Ratu mengerutkan keningnya lalu melepas tangkupan tangannya. Tapi Olivia tidak mengalihkan tatapannya karena ingin tau apa kata Ibunda Ratu selanjutnya.

"Tapi hal itu terserah apa yang menjadi keputusan Kamu.. menerimanya atau menolaknya! Tapi Bunda harap Kamu bisa mempertahankannya hingga terselenggaranya walimahan Kalian Nanti..!"

Ibunda Ratu mengambil tangannya lalu menepuk-nepuknya.

"Sudah seharusnya seorang istri mendukung suaminya, kan? Dukung lah Andi agar bisa memenuhi janjinya!"

Demi Allah wajah Olivia pasti merah merona saat ini karena mengerti betul apa yang dimaksud Ibunda Ratu meskipun beliau tidak menjabarkannya secara detail. Olivia hanya meringis malu sebagai jawabannya.

"Bunda sudah mengatakan apa yang harus Bunda katakan.. temuilah Andi sekarang! Papamu memintamu untuk mengajaknya makan malam bersama kan? Sebelum Kalian berangkat?"

Ibunda Ratu berdiri dan menarik lengan Olivia melihatnya yang tidak juga mau bergeming. Hanya menunduk. Sudah tidak menangis tapi matanya jelas terlihat masih sembab. Menepuk pundaknya dan mengusap-ngusapnya. Mengangguk memberi senyuman ketika Olivia hanya diam menatapnya lalu mendorong Olivia menuju pintu keluar.

Olivia masih ingat jelas dimana mobil MPV hitam yang membawanya pulang tadi terparkir. Mobil itu masih berada disana. Dengan pintu depan di bagian penumpang terbuka. Dengan ragu Olivia mendekat. Tidak ada orang lain satupun yang ia bisa temui ketika ia keluar. Olivia menengok sana-sini.

Dengan ragu melongok ke dalam mobil. Nafasnya jadi tercekat mengetahui siapa yang duduk di kursi sopir. Yang sedang melepas atributnya satu persatu.

Olivia menelan ludahnya. Kenapa Andi meniru gaya dandanan Mang Asep?

Pakai bucket hat dengan mantel model trench. Sedangkan Andi biasanya lebih suka memakai hoodie yang menurutnya simpel. Kadang parka atau mackintosh dengan kupluk windstopper.

Olivia tau sekarang kenapa Mang Asep yang dikiranya jadi sopir tadi. Yang biasanya berisik jadi sangat pendiam. Olivia sebenarnya sudah curiga dari awal tapi tidak sempat membuktikannya. Ada aja yang mereka kerjakan untuk mengalihkan perhatiannya pada sang sopir.

Seketika Olivia lupa status diantara mereka seperti apa. Menyedekapkan tangannya. Menatap nyalang ke arah pemuda yang sedang membereskan peralatan penyamarannya.

"Oh, pantes! Sejak kapan Tuan Andi bertingkah meniru orang lain?

Apa sudah kehilangan kepercayaan diri?"

Tidak ada sahutan. Olivia mengikuti gerakannya yang terhenti sebentar lalu keluar hingga terdengar pintu mobil bagian sopir ditutup. Dan suara langkah berderap lembut menuju ke arahnya.

Tidak menunggu waktu lama. Hanya sepersekian detik tatapan mereka bertemu. Olivia sudah gelagapan menghadapi sorot mata yang hanya tertuju untuknya. Serasa ingin menenggelamkan dirinya begitu dalam hingga menyesakkan sekaligus menenangkan pada waktu yang sama.

Silangan tangan Olivia bukan lagi sebagai bentuk kemarahan tapi upaya menutupi degupan jantungnya yang seolah ingin melompat dari tempatnya. Senyuman itu...

Wajah Olivia jadi terasa panas dengan senyuman itu. Apa yang ingin diluapkan enyah tanpa bekas. Yang ada hanya rindu.

Hah?

Mana bisa begitu? Olivia berperang dengan batinnya sendiri. Tidak sadar menggigit bibir bawahnya. Tau-tau rasa hangat menyelimutinya. Andi mendekapnya erat. Olivia berdesir ketika Andi mencium puncak kepalanya.

Mereka tidak beranjak dari posisi itu. Sampai-sampai hujan deras malah mempererat rangkulan mereka.

"Sepertinya mereka tidak akan kedinginan.."

"Iya lah! Biarin mereka.."

"Kalian kan orang tua! Nyuruh mereka masuk apa susahnya..."

Pak Rudi heran para orang tua menutup mata terus pergi begitu aja. Pak Rudi melihat ke arah luar langsung berdecak.

"Dasar anak muda!"

Pakde Dirun dan pakde Sukur menutup mulut karena menahan tawa mengetahui Pak Rudi yang geleng-geleng kepala lebih memilih menuju ke arah mereka. Membiarkan yang di luar dengan kegiatan mereka.

Percuma berteriak memanggil mereka karena jelas akan kalah dengan suara hujan.

"Aku berjanji tidak akan berbuat lebih dari ini, Olivia! Kamu berhak menolakku sampai walimahan Kita nanti.. ingatkan Aku, Olivia..!"

Hujan berhenti seiring ciuman panas mereka berakhir.

Ada teriakan dari dalam rumah agar mereka segera masuk.

"Apa Aku harus mandi lagi?"

Andi merangkul pundak Olivia yang tengah menatapnya jengkel. Harusnya Olivia kan yang mengeluh. Karena ia baru saja mandi sebelum berbincang dengan papa dan Ibunda Ratu lalu menemuinya disini. Ternyata Andi juga melakukan hal yang sama sebelum mereka bertemu.

"Apa kalian mau mandi bareng? Dan menunggu para orang tua di ruang makan berapa lama?"

Papanya mengagetkan keduanya. Andi dan Olivia kompak bersikap canggung. Perlahan Andi menurunkan tangannya dari pundak Olivia. Tapi sebelum melepaskannya malah meremas lembut bawah pinggulnya. Bikin Olivia tersentak dan melotot ke arah pelakunya.

Ada deheman yang membuyarkan kemesraan mereka. Olivia memanfaatkan itu untuk segera berlalu. Olivia jelas gugup dengan sikap Andi yang semakin berani. Mending ia menghindari Andi.

Ya! Itu lebih baik demi kesehatan jantung satu-satunya ini.

Duh! Mengingat respon tubuhnya di hadapan Andi, Olivia jadi ragu bisa mempertahankan diri. Pesan dari Ibunda Ratu malah bikin Olivia kalut.

Tolong! Kalo ada yang tau gimana dan apa itu buah simalakama... beritahu Olivia sekarang juga...

"Pangeran! Ada kamar mandi dan toilet di kamar papa.. dapur juga ada!"

Andi berhenti. Garuk-garuk kepala yang nggak gatal. Sepertinya itu peringatan khusus untuknya. Andi nyengir menuju tempat yang disebut papa. Tapi...

"Jangan langsung menyerang gitu aja.. nanti dia malah kabur! Mending kalem dengan bujuk rayu.."

"Apa yang Kalian bicarakan! Apa tidak ada hal yang lebih penting dari makan teratur?"

Papa yang ingin memberinya siasat dan Ibunda yang bersikap 11-12 sama Olivia. Andi lebih baik menghindari keduanya dan fokus pada perjalanan yang akan ditempuhnya bersama Olivia.

Di ruang makan penuh dengan nasehat demi nasehat. Olivia yang tidak begitu tau tentang rencana mereka hanya bisa diam. Andi yang lebih banyak menyahut.

Begitu selesai makan, Andi menyuruh Olivia menggosok gigi. Andi menunggunya sampai selesai di kamar lalu memakaikan parka dan beanie hat yang sampai menutup kupingnya. Mengalungkan ransel yang lumayan berat dan pas menutup seluruh punggungnya.

Olivia juga sempat melihat penampilan Andi yang mirip dengan apa yang dikenakannya kecuali dad hat light grey yang ada di kepalanya. Sewarna dengan beanie hat yang dipakaikan padanya.

Setelah mengamati sebentar perlengkapan mereka. Andi menuntun Olivia keluar.

Mereka berpamitan pada semua orang tua. Dan berangkat menggunakan MPV yang sama dengan yang menjemput Olivia tadi.

******