webnovel

Part 11. Dipersiapkan

"Maaf, Bos! Tapi… "

"Buat apa aku bayar kalian, Ha! Begitu saja tidak becus! Memang kalian ingin kerjaan kalian diambil alih rupanya..?!"

"Jangan, Bos! Saya mohon jangan, Bos! Kasihani saya, Bos! Kan saya berhasil menyingkirkannya, Bos?!"

"Menyingkirkan Gundulmu.."

Yang merasa gundul mengelus kepala plontosnya seperti akan kehilangan

"Anak itu masih hidup, G*bl*k!  Yang terbunuh ayahnya meski tidak ada yang curiga. Kalo kasus itu ketahuan maka kamu aja tumbalnya! Awas kalo kamu bawa-bawa nama kami, keluargamu juga tak akan selamat!"

Orang yang mengenalnya bernama  Gadung itu menahan emosi terpendamnya. Dunia kelam yang ingin dia hindari sebenarnya. Namun tidak bisa. Bukan tidak pernah ia mencoba keluar. Tetapi ia tidak mau membawa-bawa keluarganya. Karena lingkaran setan yang membuatnya terperangkap disana membuat keluarganya sebagai jaminan. Gagal atau berhasil. Seolah ia takkan menemukan cara lain melindungi keluarga selain berbuat kejahatan.

"Beri kami kesempatan lagi, Bos!"

Gadung memperhatikan satu-persatu anak buahnya yang berkeringat dan pandangan penuh kecemasan. Semua tau resiko kerjaan mereka

"Kami akan mengatur lagi siasat lewat gadis itu, Bos! Cuman.. "

"APA   LAGI? Terserah bagaimana kamu  menyingkirkan pewaris tunggal itu asal lakukan dengan bersih!"

Ya.. ya.. ya.. semua tau maksud 'bersih' oleh Bosnya adalah tidak mencurigakan hingga pihak yang berwajib menduganya sebagai kecelakaan bukan percobaan pembunuhan. Dan nama Bos tidak disangkutpautkan atas tindakan kriminal.

"Masalahnya gadis itu dikawal, Bos! Kami sudah mencoba.."

"HashhahH! Begitu saja tidak bisa? Jangan salahkan kalo ada geng lain yang mengambil tugasmu..!"

"Tapi, Bos! Kami sudah berjalan sejauh ini? Mosok…"

"Ada yang sudah berhasil masuk ke perusahaan dengan akal cerdas dan lihainya menjadi staf penting. Halus dan bersih yang tidak pernah bisa kamu lakukan… !"

"Tapi Bos masih memerlukan saya, Bos!"

"Kita lihat! Apa kamu dan gerombolan bodohmu itu bisa bersaing dengan sehat atau …!"

"Bos.. Jangan, Bos.. ! Bos..!"

Berkali-kali Gadung gugup memanggil. Telpon dimatikan sepihak dari sebrang. Suara ketawa sang bos sebelum menutup sambungan seluler membuatnya cemas.

Persaingan antar geng tidak pernah sportif. Geng antar geng berebut lahan bisnis. Mengalahkan atau dikalahkan. Tidak ada istilah menang sama menang. Yang artinya yang kalah akan tertindas atau paling buruknya adalah tersingkir. Pertanda tidak baik bagi gengnya termasuk keluarga mereka. Tanpa dikomando semua bergerak panik.

€€€€€€

"Bunda.. apa ini tidak keterlaluan? Acara ini untuk apa? Bunda tidak pernah mengajarkan membuang-buang uang demi pesta semewah ini…?"

"Ini bagian dari rencana, jadi jangan bikin semua sia-sia!"

Ibunda ratu membenahi penampilan putranya.

"Tapi… "

Andi sangat tidak nyaman dengan busana yang dikenakan ditambah suasana yang dibangun di sekitarnya.

Andi mengenakan beskap kembang berwarna dasar hijau. Dhestar dengan pucuk udheng cakrik kasatriyan. Bawahannya berupa jarik motif parang rusak. Menutupi celana panjangnya sebatas mata kaki. Mengganti gelang ksatria di kedua pergelangan kakinya karena Ibunda yang melarang memakainya.

"Lakukan sebagaimana Seorang Pewaris Tunggal Generasi Ketujuh Kerajaan Memetri berlaku! Acara ini khusus diadakan untukmu! Jadi jangan kecewakan Ibunda.. Mengerti!"

Ibunda Ratu menepuk bahu putranya.

"Raden Ngabehi Widagdo! Persiapan untuk Gusti Pangeran!"

Ibunda Ratu memberi titah pada pengawal pribadi pangeran begitu abdi dalem meminta ijin untuk memberitahukan bahwa acara penyambutan kedatangan Sang Putra Mahkota sudah dimulai. Keris Luk tujuh disampaikan Ibunda Ratu padanya. Yang diterima dengan penuh penghormatan.

Lalu Ibunda Ratu menyilakan abdi dalem itu keluar dengan isyarat gerakan tangannya setelah selesai memberi laporan.

"Dia sudah datang?"

Bisik Ibunda Ratu pada si sulung yang tak lain tak bukan adalah pengawal pribadi yang disebut barusan.

"Dalem, Ibunda! Dia sudah datang! Para dayang  akan mengantarkannya pada posisi yang Ibunda maksud!"

Dodo memperlihatkan gambaran live kamera CCTV lewat selulernya.

"Lanjutkan rencana kita!"

Dodo mengangguk patuh. Ia melihat ketegangan di wajah adik lelakinya sekaligus Gustinya. Seperti permohonan padanya ketika mata elang itu menatapnya. Dodo hanya mengangguk dengan wajah datar.

Dodo mengangkat keris warisan turun-temurun keluarga PrabaNdaru. Keluarga dari pihak Ibunda Ratu. Ia menempelkan di keningnya sambil menekuk salah satu lututnya menempel lantai, berlutut. Di hadapkan pada pangeran untuk diserahkan.

Andi tidak bergeming.

"Gusti Pangeran..!"

Ibunda Ratu memperingati. Para abdi dalem datang sambil menunduk. Mengiringi  Duta Cucuk Lampah yang akan memandunya menuju ke tempat acara dilaksanakan.

Andi menatap nanar ibundanya yang mengangkat jempolnya sebagai isyarat mempersilahkan. Akhirnya, ia mengambil keris dari kedua tangan pengawal pribadinya. Dodo bangkit dari berlututnya sambil menunduk.

Ibunda Ratu memasangkan keris pada sabuk luar yang dipakai Andi.

"Apa kamu ingin keduluan sama pacarnya yang bernama Malik itu? Seorang keturunan Arab-Jawa. Dengar info yang dapat dipercaya, Malik itu calon CEO. Eksekutif muda yang tak kalah sukses menjadikannya setara denganmu! Dia menapaki jenjang karirnya di perusahaan dari seorang cleaning servis"

Bisik Ibunda Ratu.

Wajah Andi mengeras. Ibunda Ratu ternyata juga tau.

"Malik sudah lebih dulu menyatakan perasaannya.  Dan berniat serius tentang hubungan yang sudah dijalin bersamanya. Sedang dirimu hanya teman sekerjanya… ?" 

Tangan Andi terkepal erat. Seolah tidak punya pilihan lain selain menurut dhawuh ibundanya. Patuh ketika pengawal pribadinya membimbingnya menuju Duta Cucuk Lampah di depan pintu yang tengah menunggunya. Sang Duta menangkup kedua tangan di dada sambil terlutut sebelum melaksanakan tugasnya.

Bersama pengawal yang lain mengiringi menuju tempat acara.

Di ruangan lain.

Olivia mendadak canggung. Sama ketika berada di dekat seseorang…

Olivia menggelengkan kepalanya. Mengapa wajah itu yang membayang?

Apa karena tidak bertemu selama beberapa hari ini?

Sejak pulang dari tanah lapang dekat pembangunan Mall Metropolis. Olivia tidak bertemu dengan Andi.

Hari ini ia ke rumah Putri guna memenuhi undangannya. Putri mengatakan ada acara keluarga yang penting. Putri tidak menyebut acara apa itu dan hanya memintanya untuk datang. Dengan kemeja putih sebagai dress code. Syukurlah, kerjaannya libur jadi bisa menyempatkan datang. Meski harus menunda keinginannya untuk pulang mengunjungi sang  papa.

Olivia menoleh.  Para wanita berkebaya seragam yang menyambutnya dan mengajaknya ke suatu ruangan tadi tidak kelihatan satu pun. Ia sendiri sekarang tetapi merasa ada yang mengawasi.

"Maaf, Non Olivia! Ndara Putri meminta Anda memakai kebaya ini..!"

Olivia rada kaget Mbok Surip menemuinya kali ini.

"Ijinkan Kami membantu..!"

Olivia segan untuk menolak. Mbok Surip bersama beberapa wanita membantunya merias diri. Ada juga Laras yang sudah dikenalnya dan Tasya yang merupakan teman kost baru. Menggantikan teman kost yang pindah kuliah ke kota lain.

Tak lama, Olivia sudah bersiap. Pasti karena mereka cekatan dan banyak. Serasa putri raja yang didandani kayak di drama-drama  kolosal itu.

Karena busana yang dikenakannya, Olivia agak terbatasi gerakannya. Mau tak mau mempengaruhi cara jalan dan perilakunya.

Kemben batik yang diikat sedemikian dan tapih berupa jarik dengan motif serupa yang diberi setagen seperti mematok gerakannya. Ia mengenali motif batik yang dikenakannya adalah parang centung. Tapi keliru. Karena yang dipakainya sebenarnya adalah motif parang pamor klasik khas Jogja yang berwarna coklat tua kombinasi coklat muda dan hitam.

Kebaya hijau dengan kutubaru dari kain satin sepanjang tengah pahanya. Bros dari rangkaian bunga melati tersemat di dada.

Apalagi ditambah gelungan konde ukel Ageng berupa kupu tarung yang dibentuk dari rambutnya sendiri. Yang bentuknya gelungan memanjang. Aroma melati, pandan, dan kenanga menguar dari sana.

Olivia mendengar kasak-kusuk di kanan-kirinya ketika Mbok Surip dan yang menyertainya membawanya ke keramaian acara. Semua pandangan seolah tertuju ke arahnya membuatnya semakin tidak nyaman. 

Debaran di dadanya menggila seiring langkahnya dengan rombongan dari arah kanannya. Sekilas mengenali sosok yang berjalan di belakang penari yang menunjuki jalannya. Tidak!

Olivia pasti salah lihat!

Atau karena merindu hingga sosok itu menyerupainya?

Olivia tersadar akan kilasan lamunan ngawurnya begitu lengannya dicekal lembut oleh Mbok Surip dan Tasya yang mengapitnya. Sepertinya, mereka memilihkannya tempat duduk disini. Paling depan. Tapi Mbok Surip, Tasya dan yang lain malah ke deretan paling belakang. Olivia baru 'ngeh' tuan rumah yang mengundangnya, Putri duduk lebih dulu di sampingnya. Buru-buru ia menghampiri untuk menyapanya dengan menangkupkan kedua  tangan dan membungkukkan badannya. Putri tersenyum mengangguk dan dengan isyarat tangan mempersilahkannya untuk duduk.

Selain Putri, Mbok Surip dan kawan-kawan, wajah-wajah yang duduk bersamanya belum dikenal Olivia. Meski ia punya ingatan kuat dalam mengenali orang.

Sayup-sayup, Pranata Acara menyebut putra mahkota yang ditunggu-tunggu. Penerus Ketujuh Kerajaan Bisnis Memetri. Gendang telinga Olivia serasa pekak saat rangkaian sebuah nama disebut.

Apa?

Mungkin yang dimaksud adalah nama orang lain.

Olivia memberanikan hatinya untuk memastikan siapa pemilik nama :

'Gusti Pangeran Arya Andi Kusuma Padma Atmaja'

Tidak mungkin!

Ada rasa bangga saat nama itu disebut. Ternyata, dia kenal dekat dengan sang pangeran. Tapi hatinya mencelos. Kenapa ia baru tahu kenyataan ini?

Entah apa yang dirasa dalam hati Olivia. Senang atau malah sedih?

Sedih karena merasa tidak sebanding dengan kedudukan Andi?

Memangnya siapa dirinya?

Bukankah Olivia hanya teman bagi Andi?

Mengingat kembali hal itu terasa menyakitkan. Mata Olivia memanas. Beberapa kali ia berusaha mengenyahkan kegelisahannya dengan memejamkan mata rapat-rapat. Berusaha menahan tegar di ujung mata. Persis lirik senandung ' Menangislah di Bahuku' di radio Islami itu.

Bukan tidak mungkin, calon mempelai Andi ada disini. Banyak wanita muda dan mereka cantik-cantik serta berkelas. Yang kemungkinan besar jauh unggul di atasnya.

Olivia jadi ingin segera pergi dari sini. Tetapi ia segan pada Tuan Rumah yang telah mengundangnya.  Ia berkali-kali menolak ajakan untuk ke ruang prasmanan. Karena yakin tidak akan sanggup menelan apapun. Bahkan ludahnya sendiri terasa seret di kerongkongan. Meskipun begitu ia menerima segelas minuman yang ditawarkan Tuan Rumah dan meneguknya barang sedikit. Dengan susah payah.

Buru-buru ia meletakkan gelasnya di meja paling dekat dengannya. Takut terlempar. Tangannya terasa gemetar. Olivia berusaha menutupi kegugupannya dengan menggenggam erat-erat clutch bag yang dibawanya. Sedikit takjub clutch bag yang dibawanya ternyata serasi dengan busana yang dikenakannya.

Andi menuju ke arahnya. Lebih tepatnya ke Ndara Putri dan wanita cantik di samping kanan sana. Apa dia? Pikiran Olivia berkecamuk.

Mereka saling menyapa dan berbasa-basi. Kaki Olivia seperti tidak berpijak di tanah. Andai punya aji panglimunan, ia pingin sekali melenyapkan diri dan pergi dari sini. Tidak perlu lagi melihat tatapan memuja itu yang sanggup membuat dada Olivia terasa begitu nyeri.

Dan keakraban yang terjalin diantara mereka.. Ya Tuhan! Demi Tuhan, Olivia ingin dibebaskan dari suasana ini... Olivia menjerit dalam hati.

Jangan tanya bila ada yang ikut bergabung dan menanyakan calon Andi. Hati Olivia semakin teriris-iris. Ingin menutup telinganya rapat-rapat meski mendengar jawaban Andi yang terngiang di gendang telinga Olivia

"Paling lambat akhir tahun ini. Mohon doanya.. "

Oh! Secepat itukah kisah kasih Andi? Olivia tidak tahan lagi..

"Kalian sudah saling mengenal, kan?"

Pertanyaan Tuan Rumah membuat Olivia serasa kehilangan nafas. Tatapannya bertemu dengan Andi. Pandangannya sulit diartikan. Olivia hanya bisa membuka mulutnya tanpa mampu mengeluarkan kata-kata. Olivia tersenyum kikuk.

Syukurlah ada interupsi. Orang-orang berpamitan sambil memberikan ucapan selamat. Apalagi Olivia yang sedari tadi ingin segera pergi dari sini.

Olivia hanya sanggup berpamitan pada Tuan Rumah. Itupun tidak dihiraukan karena lebih sibuk menyalami yang lain.

 

Olivia pergi ke belakang di deretan dimana ia duduk tadi. Syukurlah, Tasya dan Laras ada disana. Ia meminta dibantu untuk ganti busana. Mereka menuruti begitu mendapat isyarat dari pengawal pribadi Andi tanpa Olivia ketahui.

"Kamu baik-baik saja? Mau kuantar balik?"

Yang ditanya hanya menggeleng.

Tasya menawarkan diri. Cemas karena Olivia memucat dan terlihat kacau. 

Apalagi terdengar celotehan tentang calon mempelai Andi dan yang akan menikah tidak lama lagi. Olivia berkaca-kaca. Menutup mulutnya dan wajahnya memerah.

Tasya dan Laras berpandangan lalu saling mengangguk. Mereka seolah punya kesepakatan mengikuti kemana arah Olivia berlari keluar. Mereka hanya mengamati. Memberi ruang bagi Olivia menumpahkan tangisnya. Sendirian.

******