webnovel

Free World Online

2050, sebuah game berbasis Virtual Reality Massive Multiplayer Online sudah di buat oleh perusahaan game terkemuka di dunia, Free World Company. Saat pembukaan game yang dinantikan itu, kengerian telah terjadi. Menu Log Out yang harusnya tersanding di Sistem Menu, telah menghilang, dan kematian di dunia itu sama dengan kematian di dunia nyata. Jika kau ingin keluar dari game itu, maka satu-satunya jalan adalah dengan membuka seluruh Map Area yang berjumlah sepuluh Area dengan masing-masing Area di kuasai oleh Boss kuat yang bisa mengancam nyawa para Player.

Hadi_Prayoga · Game
Peringkat tidak cukup
20 Chs

20: Pertarungan Terakhir - 2

Zack dan Layla saling menatap di padang rumput hijau yang luasnya sejauh mata memandang itu. Tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut mereka, tapi suasana tegang sangat terasa, bahkan bagi Rick, Nay, dan Maya yang melihat layar itu dengan fokus, mereka bisa merasakan ketegangan yang Zack rasakan.

Layla tersenyum begitu manis pada Zack, tapi Zack tidak menanggapi senyuman itu dan masih pada ekspresi dingin depresinya.

"Zack," Layla memiringkan kepalanya, "Ayo mulai?"

"Iya."

Zack dan Layla masing-masing berlari mendekati satu sama lain.

Layla melepaskan tusukan dari tangan kirinya pada dada Zack. Zack melompat ke arah kiri nya untuk menghindari tusukan tangan itu, lalu menendang kaki kanan Layla, dan saat Layla jatuh berlutut, Zack dengan cepat memenggal kepala Layla.

Zack langsung melompat mundur setelah menebas leher Layla.

Tapi aku rasa itu saja tidak akan membunuhnya. Bahkan serangan yang mengoyak tubuhnya saat serangan pertama saja tidak berhasil, apalagi hanya sebuah tebasan yang memotong leher seperti tadi.

Zack tetap waspada.

"Ada apa, Layla? Apa hanya itu saja?"

Layla tertawa kecil. "Engga lah. Serangan semacam itu tidak akan berpengaruh pada ku." Perlahan Layla mulai bangkit, lalu menyambungkan lagi kepalanya seperti sedia kala.

"Nah Layla?"

"Apa, Sayang?"

"Kau menyukai ku kan?"

Layla mengangguk senang, "Iya, itu benar."

"Kalau begitu, mati lah untukku."

Layla menggeleng, "Itu adalah tindakan bodoh, Zack. Karena jika aku melakukan itu, aku tidak bisa bersama mu."

"Bahkan jika kau tidak melakukannya, aku tidak mau bersama mu."

"Jahat..."

"Kalau begitu aku ganti permintaanku. Karena kau menyukaiku, mau kah kau memberi tahu kelemahan mu padaku?"

Layla tersenyum manis, "Sayang sekali, di dunia ini aku tidak punya kelemahan."

"Jadi, di dunia ini, kau tidak terkalahkan?"

Layla mengangguk pelan, "Iya, itu benar. Kau memang cerdas, Zack."

"Yah, yang bisa kulakukan hanyalah terus bermain bersama mu."

"Iya, aku juga senang bermain bersama mu, Zack."

Zack melesat ke arah Layla, lalu menebaskan pedangnya secara vertikal. Layla menahan tebasan Zack dengan tangan kirinya, lalu melayangkan pukulan pada perut Zack. Zack langsung menahan pukulan itu dengan perisai di tangan kirinya, lalu menghantamkan kepalanya sendiri pada kepala Layla. Layla yang hampir melangkah mundur langsung memegang kerah Zack dengan tangan kanannya, lalu menghantam ulu hati Zack dengan lutut kanannya, walau Zack memuntahkan darah, Layla masih lanjut dengan menghantamkan lutut kirinya pada wajah Zack, setelah itu Layla langsung menghantam tengkuk Zack dengan tangan kirinya dan membuat Zack jatuh tepat di bawah Layla.

Layla tersenyum dan tertawa genit, lalu menginjak kepala Zack dengan kaki kirinya. "Niatku berubah, Zack. Dari pada jadi Dewa, kau lebih pantas jadi budak ku saja."

"Si-Siapa juga yang mau jadi budak mu?"

"Eh? Kau tidak menikmati setiap pukulan ku?"

"Tentu saja tidak."

"Ahh, sayang sekali."

Zack mengerahkan seluruh kekuatannya dan berhasil mengangkat kaki kiri Layla hanya dengan kepalanya.

"Wow! Kau kuat, Zack."

"Haa!"

Zack menghentakan kekuatannya dan berhasil membuat Layla menggunakan salto kebelakang untuk menghindari jatuh.

Zack langsung berlari menuju Layla dan menebaskan pedangnya lagi, dan mereka langsung terlibat dengan pertarungan sengit.

Kecepatan Zack dan Layla sama sekali tidak menurun, dan malah semakin cepat saat detik berlalu. Saat itulah tubuh Zack mulai terasa sangat panas dan mulai mengeluarkan asap berwarna putih dari tubuhnya.

"Oh, kau memaksakan jantung mu berdetak lebih cepat ya, Zack?"

Zack tidak menjawab pertanyaan Layla dan terus saja menebaskan pedangnya.

"Tapi, karena tubuh mu di dunia ini bukanlah tubuh nyata, yang terkena efek nya adalah tubuh mu di dunia nyata lho, Zack."

Untuk sesaat Zack berpikir untuk menghentikan serangannya, tapi pikiran itu langsung menghilang dan malah membuatnya semakin cepat, semakin cepat dan lebih cepat lagi, bahkan pandangan Zack mulai memerah dan tidak bisa melihat dengan jelas, bersamaan dengan pendengarannya juga yang kini mulai tidak berfungsi dengan baik.

Zack memang melihat bibir Layla yang bergerak karena berbicara, tapi Zack sama sekali tidak bisa mendengar apa yang Layla katakan.

"Kau sudah tidak bisa melihat dengan baik kan? Kau juga mulai kehilangan indera pendengaran mu kan? Lanjutkan saja, maka kau pasti akan mati."

Lalu, entah apa yang terjadi, Zack tidak sadarkan diri, tapi tubuh nya terus bergerak menyerang Layla.

---

Eh? Di mana aku?

Bukankah aku sedang bertarung dengan seseorang?

Bertarung?

Kenapa aku harus bertarung?

Dari dulu sampai sekarang, aku hanyalah seseorang yang suka dengan perdamaian, jadi aku mana mungkin bertarung dengan seseorang. Lagian, aku tidak pernah punya musuh, karena teman ku pun bisa di hitung dengan jari.

Langit-langit yang aku lihat memang bukan langit-langit kamarku, tapi entah kenapa aku merasa tenang saat melihat cahaya lampunya.

Aku melirik ke arah kiri ku.

Hanya ada tembok berwarna putih.

Aku melirik ke arah kananku.

Ada sesuatu seperti besi seukuran pipa kecil yang di atasnya tergantung sesuatu seperti cairan berwarna putih.

Hmm? Aku rasa aku tahu apa itu. Iya, tidak salah lagi, itu adalah cairan infus. Tapi kenapa ada di sini? Yah, aku rasa itu bukan urusanku.

Ibu?

Apa yang Ibu lakukan? Kenapa Ibu melihat layar ponsel nya sambil menangis? Ah, mungkin dia terkontaminasi oleh Kakak yang suka melihat drama korea.

Ayah?

Dia juga terlihat sedang menatap layar ponsel nya di dekat jendela. Dia terlihat begitu emosional, tapi dia berhasil menahan air matanya.

Di belakang Ayah ada Kakak? Itu Kakak ku kan? Itu Kak Anna kan? Dia terlihat lebih gemuk? Apa dia gagal diet? Atau mungkin dia memang tidak sedang diet?

Ah, di samping Kak Anna ada seorang pria tinggi dan lumayan tampan. Aku tidak tahu siapa dia, tapi dia terlihat dekat sekali dengan Kak Anna. Tunggu! Aku rasa aku tahu siapa dia. Ah, dia pacar Kak Anna yang katanya akan menikah satu bulan lagi. Benar kan satu bulan? Terserahlah, nanti saja aku akan tanya pada Ayah dan Ibu.

Dan sebenarnya dari tadi ini sangat menggangguku.

Apa sih yang ada di mata ku ini? Terlihat seperti kacamata? Yah, walaupun mata ku memang minus dan memakai kacamata, tapi tidak semengganggu ini.

Dan juga, kabel-kabel ini kenapa menempel di tubuh ku sih? Mengerikan! Apa aku sedang dalam proses uji coba Manusia? Yah, mana mungkin.

Ah, dan aku tidak bisa menggerakan tubuhku.

Mungkin ini yang di namakan ketindihan ya? Tapi aku tidak merasa takut dan malah terasa sangat tenang.

"Berjuanglah, Zack!"

Ibu? Kenapa Ibu menyemangatiku?

Ah, aku benar-benar subjek uji coba ya?

Sakit!

Sakit!

Jantungku terasa sakit.

Kepala ku juga sakit.

Apa-apa'an sih?

'Kau tidak akan menang melawan ku, Zack.'

Ha? Suara perempuan? Imut lagi.

'Kau memang cepat, tapi apa jantung dan otak mu bisa menahan beban ini lebih lama lagi?'

Beban? Apa aku sedang berolahraga?

'Sudahlah, Zack, menyerah saja.'

Menyerah?

'Istirahatlah, Zack.'

Ah, benar juga, entah kenapa aku mengantuk.

'Tidak perlu berjuang untuk orang lain.'

Tentu saja aku tidak akan melakukan itu. Lagian aku memang tidak ada niatan untuk melakukan hal itu sih.

'Bagus, Zack.'

Iya.

'Gerakan mu mulai melambat. Apa kau lelah?'

Iya, ini aneh. Entah kenapa aku merasa sangat lelah.

'Seperti yang aku bilang, Zack. Istirahatlah.'

Iya, aku akan istirahat.

Tapi, entah kenapa seperti aku tidak boleh istirahat. Tapi aku sangat lelah, rasanya aku memang ingin tidur, tapi aku tidak boleh tidur, seperti ada hal yang aku tunggu, seperti ada sesuatu yang tidak memperbolehkan aku untuk istirahat. Oh ayolah, siapapun gantikan aku! Aku lelah.

Tidur saja lah

'Jangan!'

Eh? Suara siapa lagi itu?

'Zack, jangan menyerah!'

Ha? Suara dingin dan lembut ini, sepertinya aku kenal, tapi... Memangnya aku pernah punya teman perempuan?

'Kau sudah berjanji padaku untuk menang.'

Janji? Menang? Apa sih yang suara itu bicarakan?

'Kumohon, Zack, bebaskan semua orang.'

Bebaskan? Siapa yang terkurung?

'Sebagai Pengelana Hitam, kau harus menang.'

Pe-Pengelana Hitam? Ahahaha, nama macam- eh? Ke-Kenapa aku seperti ingin menangis? Ada apa? Kenapa kata Pengelana Hitam itu membuat ku emosional? Ada apa ini?

'Zack...'

Iya?

'Bukankah kau akan menang untuk ku?'

Eh? U-Untuk siapa? Ah, kepala ku sakit.

---

"Ada apa, Zack?" Tanya Layla yang masih menahan tebasan-tebasan Zack yang tanpa arah itu. "Apa kau tidak sadarkan diri?"

Tiba-tiba Zack merasa seperti kepalanya di pukul dengan keras dan cahaya berwarna putih menerangi matanya.

Zack langsung sadar, dan melompat ke belakang.

"Apa yang kau lakukan pada ku?"

"Eh? Tidak ada."

Itu bukanlah mimpi, itu adalah kenyataan. Infus, tembok dan langit-langit putih, Ibu, Ayah, Kak Anna dan suaminya. Itu jelaslah dunia nyata. Tubuhku sekarang ada di rumah sakit, dan tadi walau sebentar dan terasa sangat aneh, aku memang sadar.

"Ada apa, Zack?" Tanya Layla. "Apa kau tidak mau meneruskan serangan mu?"

'Zack!' Suara seorang pria terdengar di kepala Zack.

Siapa?

'Gunakan pedang Sharp and healing mu untuk menusuk jantungnya, maka Boss Area sepuluh itu akan tersegel di dalam Pandora's Bos, lalu kau dan seluruh player akan terbebas dari game Free World Online. Kami sangat berterima kasih, karena kau yang sudah membuatnya sibuk, kami berhasil membuat Program yang bisa mengalahkan Boss Area sepuluh itu. Lakukan, Zack! Tusuk Boss Area sepuluh itu tepat di jantungnya dengan pedang itu!'

Si-Siapa sih yang bicara? Ta-Tapi, aku rasa ini layak di coba.

"Layla."

"Iya, sayang?"

"Aku akan jadi budak mu."

"Serius?"

"Iya, tapi dengan satu syarat."

"Iya, apa itu?"

"Biarkan aku menusuk mu dulu dengan pedang ini sebagai janji kita."

"Ha?"

"Apa kau tahu tentang perjanjian darah? Aku akan akan menusuk mu, lalu aku akan menusuk diriku sendiri setelah nya, maka darah mu akan bercampur dengan darahku, dan aku akan secara utuh menjadi milikmu, jiwa dan raga ku akan seutuhnya menjadi milik mu."

Layla tersenyum, "Iya, lakukan."

"Baiklah."

Zack berjalan mendekati Layla. Saat jarak di antara mereka hanya di pisahkan oleh jengkalan jari, Layla tersenyum.

"Apa kau sudah menyerah, Zack?"

"Iya, kau memang wanita yang sempurna dan kuat, Layla."

"Makasih."

"Kalau begitu, aku akan membuat janji nya."

"Iya."

Zack menarik pedangnya, lalu menusuk Layla tepat di jantungnya.

Walau ada darah yang keluar dari mulutnya, Layla tersenyum, "Sekarang giliran-"

"A-Ada apa?"

"A-Aku tidak bisa mengendalikan diri ku."

"A-Apa yang kau bicarakan?"

"Zack!" Layla terlihat marah, lalu mendorong Zack menjauh. "Apa yang kau lakukan pada ku?!" Layla mencoba mencabut pedangnya, tapi dia tidak bisa melakukan itu. "Kenapa pedang ini tidak bisa di tarik?!" Layla menatap Zack dengan wajah marah, "Apa yang kau lakukan pada ku?!"

"Mengalahkanmu!"

Perlahan pedang hitam legam itu mengeluarkan cahaya merah, dan tiba-tiba kotak pandora muncul di samping kiri Layla.

"Ko-Kotak ini kan... Kau masih memilikinya, Zack?!"

"Dari awal aku memang masih memilikinya."

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?!"

"Kenapa kau tidak bertanya?"

Layla terdiam, lalu entah kenapa dia tersenyum, "Zack, apa aku akan mati?"

Zack mengangguk, "Iya."

"Begitu ya?"

"Iya."

"Zack,"

"Ada apa?"

"Sebelum aku mati, bisakah kau mengabulkan satu saja keinginanku?"

"Tergantung apa keinginanmu."

"Bisakah aku mencium mu sekali lagi?"

"Eh?"

Layla tersenyum lembut, "Tidak apa. Aku janji ini hanya akan jadi ciuman perpisahan."

"Baiklah."

Zack berjalan mendekati Layla.

"Bisakau kau yang melakukannya, Zack?"

"Yah, walau aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya, tapi aku akan mencoba."

"Aku juga sudah mematikan siaran langsung pertarungan kita."

"Siaran? Terserahlah."

Zack mendekatkan bibirnya pada bibir Layla, dan mereka mulai berciuman.

Saat mereka berciuman, tubuh Layla di selimuti oleh cahaya berwarna merah dan kotak pandora pun terbuka. Setelah itu, Layla dan pedang Sharp and healing berubah menjadi asap berwarna merah dan masuk ke dalam kotak pandora yang terbuka. Setelah seluruh asap merah itu masuk, kotak pandora kembali tertutup dan menghilang.

"Kau memiliki bibir yang sangat lembut, Layla."

---

"Kau memiliki bibir yang sangat lembut, Layla." Kataku.

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, karena setelah aku mengalahkan Layla, rasanya seperti aku baru saja pingsan. Dan saat aku membuka mataku, aku melihat langit-langit yang sama seperti yang aku lihat sebelumnya, hanya saja kali ini kacamata Free World Online sudah tidak terpasang.

Aku melirik ke arah kananku.

Aku bisa melihat Ayah, Ibu, Kak Anna dan suaminya. Mereka tersenyum ke arahku.

Di antara mereka, yang menangis memang hanya Ibu saja, tapi aku bisa melihat senyuman puas di wajah Ayah.

"Aku kembali." Kataku.

"Iya," Ibu ku mengangguk, "Selamat datang kembali, Zack."

Lalu, pelukan Ayah, Ibu, dan Kak Anna membuatku sadar kembali, bahwa ini adalah kehangatan yang selama ini aku rasakan dan menghilang saat aku masuk ke dalam game itu.

"Aku senang kamu baik-baik saja, Nak." Kata Ayahku.

"Iya." Kataku.

Setelah lebih dari satu menit, akhirnya mereka melepaskan pelukan mereka.

"Kamu bertarung dengan luar biasa." Kata Ayahku.

"Iya, itu pertarungan yang sangat sulit."

Kak Anna mendekatiku, "Zack."

"Iya?"

"Dia Ryan."

"Ah, aku minta maaf karena tidak bisa menghadiri pernikahan kalian."

Ryan menggeleng, "Kami membatalkan pernikahan kami."

"Eh? Kena- ah, karena aku ya?"

"Bukan, hanya saja kami pikir ini bukan waktu yang tepat."

Kak Anna tersenyum padaku, "Dan Kakak pikir kamu harus melakukan sesuatu pada ram-"

"Shh!" Ayah ku menyentuh bahu Kak Anna.

"Ada apa?" Tanyaku.

Mereka semua tersenyum, "Tidak ada."

"Begitu ya?"

"Iya."

Lalu, tiba-tiba saja aku menangis.

"Ke-Kenapa?" Tanya Ayahku.

"Zack?" Ibu ku langsung memegang tanganku.

"Lebih dari seribu orang mati saat pertarungan terakhir."

"Itu bukan salah mu." Kata Ayahku.

"Tidak! Seharusnya aku melindungi mereka."

"Bukan, mereka harus melindungi diri mereka sendiri."

"Ini salahku!"

"Eh?"

"Jika saja saat itu aku cukup berani untuk menantang Boss itu sendirian, mereka semua tidak perlu mati! Rio tidak perlu mati! Rena tidak perlu mati! Mary tidak perlu mati! Dan Yuki... Juga tidak perlu mati..."

"Zack..." Aku merasakan tangan Ibu yang memegang tanganku terasa lebih kuat. "Ibu mohon, jangan salahkan dirimu."

"Tapi, mereka..."

"Kamu hidup saja kami sangat bersyukur."

"Tapi..."

"Tenanglah, Zack."

"Iya..."

---

Satu minggu kemudian, aku mulai melatih otot kaki ku agar bisa berjalan dengan lebih baik.

Satu minggu setelahnya, aku mulai berjalan-jalan di lorong rumah sakit yang dekat dengan kamar ku.

Saat aku berjalan di lorong, tidak banyak orang yang tahu aku, tapi dua hari yang lalu, saat aku sedang berjalan di lorong, ada seorang perempuan muda yang mendekatiku.

"Sepertinya aku pernah melihat mu."

Aku tersenyum tipis, "Karena kita bermain di game yang sama."

Perempuan itu menggeleng, "Mata depresi itu... Ah! Kau si Pengelana Hitam ya?"

Bahkan setelah aku kembali ke dunia nyata, mata ku masih menunjukan kalau aku depresi ya?

"Iya, itu aku."

"Rambut mu putih di dunia nyata ya?"

"Iya, tapi tadi nya rambutku hitam, kok."

"Eh? Lalu kenapa jadi putih?"

"Dokter bilang, aku terkena syndrom Marie Antoinette."

"Apa itu?"

"Yah, intinya rambut yang memutih secara tiba-tiba."

"Oh... Aduh!"

"Ada apa?"

"Maaf, aku harus ke toilet."

"Iya."

Benar! Saat aku bangun dari tidurku, rambutku memutih seluruhnya, dan panjang rambutku sampai di bawah leherku setelah satu tahun tidak di potong.

Dua bulan kemudian, aku sudah boleh keluar dari gedung rumah sakit dan berjalan-jalan di taman rumah sakit.

Rumah sakit ini di khususkan untuk orang yang terjebak di dalam game itu, setidaknya untuk daerahku. Tapi tidak ada satu pun orang yang mengenalku karena perubahan raut wajah serta rambutku.

Tapi ini lebih baik.

Aku tidak mau di sebut sebagai Pahlawan Free World Online seperti yang di beritakan di Tv. Itu memalukan.

Lalu, satu bulan lagi pun terlewati.

Sudah tiga bulan lebih aku di rumah sakit ini, dan setiap hari nya aku selalu di hantui oleh bayangan seribu lebih orang yang mati terbunuh di pertarungan terakhir itu.

Di kanan dan kiri ku terdapat taman yang indah dan hijau. Orang-orang berjalan-jalan untuk meregangkan otot mereka.

Lalu, sesuatu seperti menarik mata ku untuk melihat ke arah kanan.

Di sana, berdiri seorang perempuan yang membelakangiku. Rambut putih panjangnya menari bersama angin, dan postur tubuh nya membuat ku sangat tertarik pada nya. Warna kulit tangan dan kaki nya yang terekspos itu terlihat cocok dengan rambut putih nya.

"Yuki." Tiba-tiba saja aku menggumamkan itu.

Mana mungkin lah, dia sudah mati.

Aku melanjutkan langkah ku.

"Anu..."

Aku berhenti, kemudian berbalik.

Di depanku, tepat di depanku.

"Zack, walau rambut mu jadi seperti itu, tapi aku bisa mengenali wajah dan mata mu yang suram itu."

"Eh?"

"Ini aku, Yuki."

"Tidak mungkin, karena dia..."

"Tidak, aku masih hidup. Seribu lebih player yang mati saat di pertarungan terakhir, semuanya masih hidup."

"Eh?"

Gadis cantik di depan ku yang mengatakan kalau nama nya adalah Yuki ini tersenyum begitu lembut. "Terima kasih, Zack. Karena kau sudah menepati janji mu pada ku."

"Ka-Kau beneran Yuki?"

"Iya."

Tanpa sadar, ternyata pipi ku sudah basah karena air mata ku. "Syukurlah karena kau masih hidup."

"Iya."

"Terima kasih, Yuki."

"Eh?"

"Terima kasih karena kau masih hidup."

"Oh, ahaha. Iya."

Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, bahkan saat Yuki berkata kalau semuanya masih hidup, aku seperti mewajarkan hal itu, tapi saat Yuki berkata dia masih hidup, aku sangat bersyukur.

Tiba-tiba, ingatan saat aku mengungkapkan perasaanku saat itu terlintas di kepalaku.

"Ah!"

"Apa?" Tanya Yuki.

"Ti-Tidak ada apa-apa. Aku hanya bingung harus mengatakan apa, tapi... Aku senang kau dan tim penyerang masih hidup."

"Iya."

"Ka-Kalau begitu, aku rasa aku akan kembali ke kamar ku."

Aku berbalik, tapi saat aku berbalik, Yuki memanggilku.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Te-Tentang waktu itu."

"Waktu apa?" Aku tidak berbalik dan masih membelakangi Yuki.

"Umm... Saat kau bilang kau suka padaku."

"Ah, iya. Maaf, saat itu aku entah kenapa lupa kalau kau kan menyukai Shiki."

"Apa sampai sekarang kau masih suka pada ku?"

"Aku tidak tahu."

"Eh?"

Aku sungguh-sungguh. Aku juga tidak tahu apakah aku masih menyukai Yuki, karena semenjak rasa stress itu membuatku depresi, aku sebenarnya sudah tidak memikirkan semua yang namanya cinta.

Aku berbalik dan menatap Yuki. "Jika aku berkata kalau itu hanyalah salah sangka. Apa yang akan kau lakukan?"

Yuki menggeleng, "Aku tidak akan melakukan apapun."

"Kalau begitu, bagaimana kalau bahkan sampai sekarang aku memang masih menyukai mu. Apa yang akan kau lakukan?"

"Zack, aku tidak mau sesuatu yang tidak pasti. Katakan saja apa kau masih suka padaku!"

Aku menggeleng, "Semenjak aku merasakan mati ribuan kali, aku merusak hatiku. Mungkin.

Yuki tersenyum, "Kalau begitu, biarkan aku saja yang memperbaiki hati mu."

"Eh?"

Wajah putih bersih Yuki merah merona. "Ma-Maksudku... Umm... Apa ya? A-Aku juga tidak tahu, tapi... Umm..." Yuki meremas-remas baju rumah sakitnya. "Zack!"

"I-Iya?"

"Jangan biarkan perempuan mengatakannya!"

"Eh? Yah, a-aku juga tidak tahu apa yang mau kau katakan."

Yuki menunduk malu. Iya, dia menunduk malu.

"Yuki," Kataku. "Jika kau bersedia memperbaiki hati ku, aku sudah pasti akan menyetujui nya."

"Eh?"

"Iya."

"Ka-Kalau begitu, sekarang kita pacaran?"

Aku menggaruk belakang kepalaku, "Aku juga tidak tahu, karena aku belum pernah pacaran."

"Ah, aku juga."

"Serius?"

"Iya."

Aku tersenyum, "Kalau begitu kita bisa belajar bersama."

"Aku rasa hati mu sudah sedikit di perbaiki, karena baru saja senyuman mu yang dulu kembali."

"Begitu ya?"

"Iya, memang begitu."

Tapi, saat aku menyadari nya, aku langsung kehilangan senyuman itu.