webnovel

Free World Online

2050, sebuah game berbasis Virtual Reality Massive Multiplayer Online sudah di buat oleh perusahaan game terkemuka di dunia, Free World Company. Saat pembukaan game yang dinantikan itu, kengerian telah terjadi. Menu Log Out yang harusnya tersanding di Sistem Menu, telah menghilang, dan kematian di dunia itu sama dengan kematian di dunia nyata. Jika kau ingin keluar dari game itu, maka satu-satunya jalan adalah dengan membuka seluruh Map Area yang berjumlah sepuluh Area dengan masing-masing Area di kuasai oleh Boss kuat yang bisa mengancam nyawa para Player.

Hadi_Prayoga · Game
Peringkat tidak cukup
20 Chs

16: Area Enam

Shiki sama sekali tidak merasa gugup atau apapun. Dia benar-benar orang hebat, karena kalau itu aku, aku sudah pasti panik setengah mati dan hanya akan tersipu. Yah, sebenarnya itu hanya karena aku yang tidak punya pengalaman apapun dengan seorang gadis. Ah, aku memang menyedihkan, aku harap segel keperjakaan ku ini segera terlepas.

Yuki terlihat gugup. Hal itu terlihat dari permainan pedangnya yang tidak karuan, bahkan terkadang dia malah menebas sisi Dungeon dan merugikan dirinya sendiri.

Aku mendengus dan menebas Monster yang berdiri di depanku.

Sudah berapa menit berlalu sejak kami masuk ke Dungeon ini, dan karena kami dari tadi terus masuk lebih dalam lagi, kemungkinan kami sudah ada di kedalaman yang belum pernah di jamah oleh Top Player lainnya.

Hmm? Tempat ini...

Aku menatap sekitar dan menyadari sesuatu yang ganjil.

"SEGERA PERGI DARI SINI!!!"

Tapi setelah aku mengatakan itu, suara seperti sesuatu terlepas dari intinya terdengar, dan beberapa mili detik setelahnya sebuah kurungan dari baja jatuh dari atas dengan kami masih di dalamnya.

Yuki dan Shiki berlari ke arahku.

"Zack!"

"Pengelana Hitam! Apa kau tahu sesuatu?!"

Aku mengangguk, "Kemungkinan besar ruangan ini adalah ruangan dari Boss Area Lima."

"Apa?!"

"Iya, itu terlihat dari ruangan ini yang tidak seperti dungeon yang biasanya berupa lorong."

Shiki menatap sekitar setelah aku mengatakan itu, "Kau benar! Ruangan ini bundar."

"Iya, itulah yang aku maksud."

Tiba-tiba suara seperti geraman terdengar dari atas kami, dan di saat yang sama seseorang turun dari atas sana. Aku tidak menyebutnya sebagai Monster, karena Boss yang aku lihat di depanku adalah seorang Manusia yang hanya memakai celana dalam berwarna hitam, kedua kaki nya di penuhi oleh luka cakaran yang masih baru dan sudah lama, tubuh bagian depannya terlihat ada bekas cambukan yang sudah lama, sedangkan punggungnya tertancap beberapa besi sepanjang satu meter, lalu kedua matanya entah kenapa ada lima paku beton yang menancap di sana, dan terakhir adalah mulutnya yang dijahit menggunakan kawat berkarat.

"Ma-Makhluk apa itu?" Setelah mengatakan itu, Yuki langsung bersembunyi di balik Shiki.

Shiki langsung menghunuskan pedang emasnya. "Pengelana Hitam, apa kau tahu sesuatu tentang Boss ini?"

Aku menggeleng, "Tidak!" Tapi di saat yang sama aku mengingat sesuatu. "Tapi sepertinya pemimpin guild The Green Eyes tahu tentang Boss ini."

"Kalo begitu lebih baik kau hubungi dia, Pengelana Hitam!" Shiki langsung berlari dengan kecepatan tinggi pada Boss itu. "Pengalihannya biarkan kami yang lakukan!"

"Baiklah!" Kataku.

Shiki dan Yuki dengan cepat melakukan combo mereka.

Saat akan menghubungi Rio dengan chat pribadi, sesuatu seperti glitch muncul di menu chatku, dan membuat semuanya seperti buram tersensor.

"Ada apa ini?" Gumamku.

Walaupun aku melakukan banyak cara yang aku mengerti, semuanya percuma. Boss Area yang satu itu tidak membiarkanku atau semua yang ada di ruangan ini untuk menghubungi orang lain yang ada di luar.

"Tidak bisa!" Kataku. "Dungeon ini tidak membiarkanku untuk menghubungi siapapun."

"Sial!" Shiki melompat mundur.

Yuki mengikuti Shiki beberapa detik setelahnya.

"Level Bossnya kira-kira enam puluh." Kata Shiki.

"Berapa level mu?" Tanyaku.

"Lima puluh lima."

"Eh?"

"Ada apa?"

"Ah, tidak."

Yuki menoleh padaku, "Zack."

"Iya?"

"Bukankah levelmu lebih tinggi dari pada Boss ini ya?"

"I-Iya."

"Eh?" Shiki menoleh padaku dengan cepat. "Berapa levelmu, Pengelana Hitam?"

"Umm... Tu-Tujuh puluh."

"Ha? Itu berarti Boss ini bukan apa-apa?"

Aku menggeleng, "Tidak begitu juga, karena aku dan Boss itu hanya selisih sepuluh level. Lalu, level perlengkapanku masih lima puluh."

"Tapi," Shiki kembali menatap Boss itu, "Kita bisa menang kan, Pengelana Hitam?!"

"Iya, tentu saja!" Aku menatap Yuki, "Yuki, kau bantu kami dari belakang dengan sihir mu!"

"Baik!" Jawab Yuki, dan langsung berlari beberapa meter ke belakang kami.

Aku dan Shiki langsung melesat ke arah Boss itu, dengan Shiki yang memimpin jalannya pertarungan.

Shiki langsung saja menebaskan pedang emasnya dan memberikan damage yang lumayan. Boss itu mengerang, lalu dia dengan cepat melepaskan sebuah pukulan dari tangan kanan dan berhasil menghantam perut Shiki. Shiki terpental menuju arahku karena pukulan itu. Aku menghindari tubuh Shiki dan langsung menebas leher Boss ini, tapi dengan kecepatan yang sama denganku, Boss ini berhasil menghantam kepalaku dan membuatkan terpental ke arah kananku dan menghantam jeruji besinya. Seperti tidak terjadi apapun, Shiki langsung berlari lagi untuk menebas Boss aneh itu. Boss aneh itu tidak melihat, tapi mendengarkan, dan karena hal itu, bahkan sebelum Shiki sempat menebaskan pedang emasnya, Boss itu sudah menahan pedang emas Shiki dan mematahkan tangan kanan Shiki. Shiki menjerit kesakitan dan tertunduk sambil memegang tangan kanannya.

"Shiki!" Teriak Yuki, sambil menembakan beberapa paku es ke arah Boss itu.

Tapi si Boss benar-benar dengan mudah menghindari lesatan paku es yang seperti peluru itu. Rasanya si Boss tersenyum, lalu menginjak kepala Shiki dengan mudahnya. Melihat itu, tentu saja Yuki merasa kesal dan berlari mendekati Shiki.

"Hentikan!" Kataku.

Sial! Kepalaku masih pusing dan pandanganku masih sedikit bergelombang.

Yuki tidak memperdulikan kata-kataku dan terus berlari mendekati Shiki, lalu saat jaraknya tepat Yuki langsung menebaskan pedangnya ke  kaki si Boss seperti berniat untuk memotongnya. Si Boss menarik kaki nya yang menginjak kepala Shiki, lalu menendang tubuh Shiki seperti bola yang terbuat dari Manusia ke arah Yuki. Yuki tidak punya waktu untuk menghindar, dan berakhir dengan tertubruk tubuh Shiki dengan armor emasnya yang berat. Yuki dan Shiki terjatuh.

"Sial!" Walau pandanganku masih sedikit bergelombang, aku memaksakan tubuhku untuk berdiri.

Si Boss sialan itu berjalan mendekati mereka dan menarik salah satu dari besi yang menancap di punggungnya.

"Gaaaaahhhh!!!" Aku melepaskan skill percepatan dan kekuatan, lalu melemparkan pedangku ke kepala si Boss.

Pedangku melesat dengan kecepatan yang luar biasa, tapi seperti bisa melihat masa depan, si Boss itu sudah mengarahkan tangan kirinya padaku dan berhasil menangkap gagang pedang naga hitamku.

"Eh?"

Pandanganku akhirnya jelas kembali, dan aku bisa melihat senyuman mengerikan di bibirnya yang di jahit dengan kawat berkarat itu, lalu dia kembali pada Shiki dan Yuki, dan menebas mereka berdua dengan pedang naga hitamku yang mana levelnya adalah level lima puluh.

Saat pedangku menebas Shiki dan Yuki, HP mereka berkurang tujuh puluh persen.

Hanya butuh satu kali tebasan lagi untuk si Boss itu untuk membunuh mereka berdua.

Aku langsung mengaktifkan ability Berserker dan melesat ke depan si Boss dan menahan tebasan keduanya dengan perisai naga hitamku. Percikan api dan suara hantamannya membuat semuanya tampak mengerikan. Aku mengibaskan tangan kiriku dan berhasil mementalkan tangan kirinya yang memegang pedangku, lalu aku langsung menghantam perut nya dengan keras. Boss ini seperti memuntahkan darah, tapi dia tidak terpental atau pun bergerak karena pukulanku, karena dia malah tersenyum.

"B-Boss ini sudah gila..." Gumamku.

Lalu sebuah tendangan tepat mendarat di dadaku dan kembali membuatku terpental dan menghantam jeruji besi, lagi.

Tanpa kata-kata atau bahkan gerakan yang percuma, si Boss Area Lima itu menusuk dada Shiki yang sampai menembus ke perut Yuki.

A-Apa mereka... Mati?

Si Boss gila itu kembali tersenyum, dan menatapku.

"Ka-Kau," Aku berdiri dengan sisa-sisa dari Ability Berserker. "Seharusnya kau mati saja, dasar Monster sialan!!!"

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi tanpa aku lakukan, item Pandora's Box yang harusnya ada di ruang itemku, malah keluar dari ruang itemku dan muncul di depanku, lalu kotak itu terbuka dan memperlihatkan lava berwarna merah. Dari dalam kotak itu aku bisa mendengar bisikan yang sangat pelan, "Gunakan pedang Sharp And Healing itu untuk menyelamatkan teman-teman mu, Zack!"

Eh?

Dari dalam lava semu itu, muncul sebilah pedang yang seluruh bagiannya berwarna hitam legam yang bahkan tidak memantulkan cahaya apapun.

Aku menggenggam pedang itu dan langsung melihat statusnya. Aku hanya bisa terdiam saat melihat semua statusnya, karena yang terlihat di statusnya bukanlah angka, melainkan tiga tanda tanya.

A-Apa maksudnya ini? Dan suara siapa itu?

Tepat setelah aku menggenggam pedangnya, kotak pandora ini kembali masuk ke dalam ruang itemku.

Pe-Pedang bernama Sharp And Healing ini luar biasa.

Walaupun seluruh statusnya tanda tanya, aku tahu kalau pedang ini sangat luar biasa.

Aku tersenyum saat melihat pedangnya, lalu menatap si Boss gila itu.

"Aku akan membunuhmu!"

Karena Ability Berserker ku habis, aku mengaktifkan skill percepatan dan langsung melesat ke arah si Boss, dan dalam satu gerakan dan satu tebasan, seluruh HP Boss ini langsung habis dan membunuhnya.

"Lu-Luar biasa!" Kataku.

Aku berbalik dan menatap Shiki serta Yuki. HP mereka habis.

"A-Apa yang harus aku lakukan? Woi! Bangunlah!"

Tunggu! Sharp And Healing, berarti Tajam Dan Penyembuh. Apakah pedang ini juga bisa di gunakan untuk menyembuhkan aku dan orang lain? Ah, pokoknya coba saja dulu!

Aku tidak tahu apa yang aku lakukan ini akan terjadi atau tidak, tapi aku mengarahkan pedangku pada mereka berdua dan berkata, "Se-Sembuhkan mereka!"

Pedang hitam legam ini tiba-tiba bercahaya, dan cahaya ini melesat dari pedangku langsung menuju Shiki dan Yuki. Mataku terus saja memandangi HP mereka, dan walaupun tidak terlalu cepat, tapi memang benar kalau HP mereka pulih kembali.

Aku tersenyum dan memandang pedang hitam legam ini, tapi saat aku melakukannya, pedang ini menghilang dari genggaman tanganku.

"Eh? Tung-"

Ah, masa bodohlah! Lagi pula, pedang itu berasal dari Pandora's Box yang sejak awal kemunculannya memang mencurigakan.

"Woi," Aku menyentuh pundak Shiki. "Kau baik-baik saja? Apa kau masih hidup?"

"..." Tidak ada jawaban.

Aku berganti pada Yuki, "Bagaimana denganmu, Yuki?"

"..." Yuki juga tidak menjawab.

"Oh, ayolah! Kalian masih hidup kan?"

"Mm-mmm~"

"Yuki?"

Yuki membuka matanya dan menatapku dengan wajah keheranan, "Apa yang kau lakukan di kamarku, Zack?"

"Kamar?"

"Eh?" Yuki langsung duduk dan menatap sekitar. "I-Ini di mana?"

"Dungeon aneh yang tiba-tiba muncul." Jawabku.

Yuki tiba-tiba menatapku dengan tajam. "Bu-Bukankah baru besok kita pergi ke sana?"

"Eh? A-Apa yang kau bicarakan? Kita sudah berangkat tadi pa-"

"Ada apa? Kenapa kau diam?"

"Tidak, aku hanya-"

"Zack, katakan saja!"

Aku mengangguk, "Baiklah." Aku berhenti sejenak untuk mengambil napas. "A-Aku rasa kau kehilangan ingatan mu tentang hari ini."

"Eh?"

"Alasannya, adalah karena beberapa menit yang lalu kau baru saja mati."

"Ha? Ka-Kau ini..."

"Percayalah!"

"I-Iya..."

Aku tersenyum, "Tapi kau sudah baik-baik saja, Yuki."

"Iya."

"Aku rasa sekarang tinggal Shiki yang belum sadar."

"Shi-Shiki?" Wajah Yuki kembali memerah.

"Tenanglah, Yuki." Kataku, dengan wajah malas. "Dengan wajah cantik mu kau pasti bisa mendapatkan hati Shiki."

Wajah Yuki semakin memerah. "Ke-Kenapa kau mengatakan itu?"

"Hmm?" Aku memiringkan kepalaku. "Yah, kau memang menyukai Shiki kan?"

"Ma-Maksudku, jangan panggil aku-"

"Ah," Aku tersenyum. "Seharusnya kau menyadari kalau kau itu cantik dan bisa dengan mudah mendapatkan Shiki."

Yuki memalingkan wajahnya. "Kau tidak perlu memanggilku cantik terus dari tadi."

"Eh? Kau bicara apa?"

Yuki kembali menatapku, "Tidak ada!"

"Ah, iya. Syukurlah kau kembali hidup, Yuki."

Yuki mengangguk dan tersenyum, "Iya, sepertinya kau cemas sekali ya, Zack?"

"Ha? Tentu saja! Mau bagaimana pun kau adalah orang yang berharga bagiku."

"Be-Berharga?"

Ah, gawat.

"Ma-Maksudku, bu-bukankah saat aku di kamar kesehatan The Green Eyes aku memintamu untuk jadi orang yang berharga untukku?"

"Ah, iya."

Lalu, suara lonceng pun terdengar keras di seluruh penjuru dunia ini.

"Su-Suara lonceng?" Tanya Yuki.

"Ah, aku lupa soal itu." Aku berhenti sejenak. "Aku baru saja mengalahkan Boss Area Lima."

"Se-Sendirian?"

"Iya."

"Hebat!" Yuki tersenyum penuh semangat.

"I-Iya, makasih."

Yuki yang tadi sudah mengetahui Shiki ada di sampingnya, langsung memegang kepala Shiki dan menaruhnya di pangkuannya.

Tunggu! Po-Posisi itu... Dari dulu aku sangat menginginkannya. Tidur di pangkuan gadis cantik.

"Zack, ada apa?" Tanya Yuki.

Aku mengalihkan pandanganku, "Ti-Tidak ada."

Aku duduk di depan Yuki dan membuka ruang itemku.

"Yuki," Kataku.

"Iya?"

"Aku ingin memberitahu mu hal yang sangat aneh."

"Aneh?" Tanya Yuki padaku, sambil mengelus-elus rambut pirang Shiki.

Aku membuka mulutku tentang Pandora's Box, pedang hitam legam bernama Sharp And Healing, wanita muda yang telanjang pembunuh NPC, NPC aneh yang di bunuh, dan terakhir adalah suara yang datang dari Pandora's Box.

Saat Yuki mendengar semua yang aku katakan, dia hanya terdiam dengan wajah keheranan.

"I-Itu tidak bohong kan, Zack?" Tanya Yuki.

"Semua yang aku katakan adalah kebenaran." Kataku, sambil mengeluarkan Pandora's Box.

"I-Ini kotak pandora?"

"Iya."

"Ka-Kalau begitu, bisa kau keluarkan pedang Sharp And Healing nya?"

Aku menggeleng, "Pedangnya tiba-tiba menghilang setelah aku menghidupkan kalian."

Yuki menunduk sebentar, lalu kembali menatapku. "Zack, jika semua yang kau katakan adalah kebenaran, maka mungkin Pandora's Box itu bisa membantu kita semua."

Aku mengangguk, "Iya, aku juga berharap begitu."

Shiki mulai membuka matanya, dan saat dia sadar kalau dia ada di pangkuan Yuki, dia menatap Yuki dengan wajah yang memerah, dan wajahnya bertambah merah saat Yuki memberikan senyumannya pada Shiki.

Aku tersenyum.

Aku bukan tersenyum untuk mereka, bukan juga tersenyum untuk diriku sendiri, karena sebenarnya aku tidaklah tersenyum, tapi tertawa. Iya, aku menertawakan diriku sendiri, karena aku memang terpesona oleh gadis bernama Yuki.

"Baiklah." Aku berdiri, "Aku rasa aku akan langsung memeriksa Area Enam."

Shiki juga ikut berdiri dan mengangguk padaku, "Aku juga."

"Kalau begitu aku juga." Kata Yuki, sambil berdiri dan membersihkan rok nya.

Di dunia ini memang tidak ada yang namanya kotor, tapi aku rasa itu adalah kebiasaan yang orang-orang selalu lakukan.

Shiki langsung pergi.

Saat Yuki hendak pergi, aku menghentikannya.

"Ada apa, Zack?" Tanya Yuki.

"N-Nah... Yuki..."

"Apa?"

Aku membuka mulutku, tapi tidak ada satu kata pun yang keluar. Lalu aku memaksakan diriku untuk mengeluarkan suaraku. "Tidak, tidak ada."

"Oh, baiklah?" Yuki mengangguk ragu, lalu pergi dengan kristal teleportasinya.

Aku menghembuskan napasku layaknya orang idiot.

Aku melirik ke arah kiriku, dan Boss Area Lima sudah terespawn di tengah ruangan ini. Asalkan aku tidak memberikan damage padanya, mau selama apapun aku ada di ruangan ini, makhluk aneh itu tidak akan menyerangku.

"Terserahlah!" Kataku, sambil pergi ke Area Enam.

Area Enam, sebuah Area atau dunia yang di bentuk berdasarkan setting dari hari Halloween. Jack'o lantern di mana-mana, NPC yang memakai kostum hantu dan Monster di mana-mana, dan tentu saja rumah-rumah yang seram dan latar waktunya yang selalu saja malam hari.

"Rena?"

Rena berbalik, dan saat dia melihatku, dia langsung berlari ke arahku dan memegang jubah hitamku.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Aku tidak ketakutan!"

"Yah, aku tidak bertanya tentang itu."

"Berisik! Pokoknya hal ini sama sekali tidak menyeramkan!"

"Kau sendirian ke sini?"

"Iya."

"Yah, kalau kau takut, sebaiknya kau jangan datang ke Area Enam."

Rena menambahkan kekuatan saat menarik jubahku dan membuatku hampir tercekik.

"A-Apa yang kau lakukan?!" Tanyaku.

"Kubilah aku tidak takut!"

"Iya-iya." Aku berhenti sejenak, "Kalau begitu, bagaimana kalau kita mencari quest?"

"Aku... Aku rasa aku mengantuk."

"Eh?"

"Dadah!"

Rena pergi begitu saja setelah mengatakan itu.

Aku melanjutkan perjalananku di Area Lima ini. Latar Area ini memang terlihat menyeramkan dengan latar waktu malam Halloween. Mungkin bagi sebagian orang Area enam ini memang menakutkan, tapi bagiku, Area ini malah terlihat menarik, karena aku memang selalu ingin merasakan apa itu malam Halloween, tapi karena aku ada di Indonesia, aku tidak pernah bisa merasakan apa itu Halloween.

"Hmm?"

Aku di hadang oleh dua hantu kecil.

"A-Ada apa?" Tanyaku.

"Trick or treat?" Tanya mereka berdua.

"Eh? Lalu, "Gah!"

Mereka melempariku dengan telur busuk dan memberiku status lambat level dua.

"Ha? Apa-apa'an tadi?" Gumamku.

"Itu karena kau tidak memberikan mereka permen, Zack."

Aku berbalik. "Liz? Mary?"

Liz melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum, dan Mary tersenyum malu-malu padaku. Dan karena Mary yang seperti itu, aku jadi malu juga.

"Ke-Kenapa kalian ada di sini?"

Pertanyaan bodoh macam apa itu? Semua orang juga tahu, kalau mereka pasti akan datang ke Area yang baru saja terbuka, jadi memang tidak perlu ada alasan bagi mereka untuk datang ke Area Enam.

Liz memiringkan kepalanya, lalu tertawa kecil. "Hanya karena Mary menyatakan perasaannya padamu, kau jadi tidak bisa berpikir jernih ya, Zack?"

"E-Ehehe... Yaaahhh..." Aku menggaruk belakang kepalaku.

Wajah Mary tampak memerah. "Tapi Zack masih belum juga menjawabnya."

"Serius?!" Liz berjalan mendekatiku dan menatapku kesal.

"Y-Yah, a-aku tidak tahu harus apa."

Liz menghembuskan napas bosan. "Terserahlah! Yang lebih penting, apa maksud dari ini?!" Liz menunjukan koran FWO.

*Pengelana Hitam mengalahkan Boss Area Lima seorang diri.*

"Itu bohong!" Kataku. "Harusnya ada Shiki dan Yuki juga di sana."

"Tapi itu tidak mengubah fakta kalau kau mengalahkan nya sendirian, kan?"

Aku memalingkan wajahku, "I-Iya."

Mary berjalan mendekatiku dan menatapku. "Zack, kau ada waktu?"

"Iya."

"Mau mengelilingi kota bersama ku?"

"Eh?"

Liz terlihat tersenyum, "Bukankah itu bagus, Zack?"

"Ha?"

"Hari ini kau boleh bersama Mary, tapi aku ingin kau berjanji padaku, Zack."

"Berjanji apa?"

"Besok kau jalan denganku, ya?"

"Eh? Tu-Tunggu dulu! Aku ini-"

"Mau ya?"

"I-Iya."

Ah, jadi begini ya rasanya saat ada dua perempuan yang menyukaiku? Rasanya memang menyenangkan, tapi aku tidak akan bisa bertahan lama dengan perasaan seperti ini, maksudku jantungku tidak akan tahan. Karena mau bagaimana pun aku ini bukanlah tipe laki-laki yang suka bermain perempuan, karena aku lebih suka bermain game.

Aku melihat Mary, "Jadi, mau kemana?"

Mary tersenyum lembut padaku, "Aku ingin kau menemaniku ke suatu tempat."

"Suatu tempat?"

Mary mengangguk, "Iya." Dia berhenti sejenak. "Aku mendapatkan informasi ini di World Chat."

Aku mengangguk, "Baiklah, kemana?"

"Katanya ada sebuah kota di sebelah barat yang bernama kota Jack'o Lantern. Kota itu diisi oleh Monster bernama Jack'o lantern."

"Hmm, seperti Monster Jack'o lantern Zone?"

Mary mengangguk, "Iya."

"Jadi, mereka menjatuhkan item apa?"

"Hehe, mereka menjatuhkan permen."

"Ah, di Area Enam ini, kurasa kita memang membutuhkan banyak permen ya?"

"Iya."

"Baiklah! Ayo ke sana sekarang!"

"Iya!"

Kami berjalan keluar dari kota ini, lalu menyewa sebuah kereta kuda yang terlihat menyeramkan, dengan si pengemudi kudanya adalah seorang tengkorak yang memakai topi koboi. Walaupun tidak punya pita suara, tengkorak itu bisa berbicara pada kami.

Aku dan Mary masuk ke gerobaknya dan duduk dengan santai.

"Menakutkan ya, Zack?"

"Iya, tapi ini tidak lebih menakutkan dari pada game ini sendiri."

Mary tiba-tiba mengembungkan pipinya dan terlihat kesal.

"A-Ada apa?" Tanyaku. "Apa aku membuatmu marah, Mary?"

Mary menggeleng, "Bukan itu!"

"Ja-Jadi?"

Mary menghembuskan napas bosan. "Kau ini memang tidak mengerti perasaan seorang perempuan ya, Zack?"

"Yah, mau bagaimana lagi, selama aku hidup sampai sekarang, aku belum pernah merasakan yang namanya dekat dengan perempuan." Sebenarnya laki-laki juga sama saja, karena yang aku lakukan setelah pulang dari sekolah yang kesepian itu, aku langsung masuk kamar untuk bermain game atau menonton anime dan film.