webnovel

Free World Online

2050, sebuah game berbasis Virtual Reality Massive Multiplayer Online sudah di buat oleh perusahaan game terkemuka di dunia, Free World Company. Saat pembukaan game yang dinantikan itu, kengerian telah terjadi. Menu Log Out yang harusnya tersanding di Sistem Menu, telah menghilang, dan kematian di dunia itu sama dengan kematian di dunia nyata. Jika kau ingin keluar dari game itu, maka satu-satunya jalan adalah dengan membuka seluruh Map Area yang berjumlah sepuluh Area dengan masing-masing Area di kuasai oleh Boss kuat yang bisa mengancam nyawa para Player.

Hadi_Prayoga · Game
Peringkat tidak cukup
20 Chs

11: Area Empat, Terbuka

Aku mengaktifkan skill tebasan cepat, dan langsung menebas lima player di depanku. Aku tidak membunuh mereka, aku hanya memotong kaki dan tangan mereka. Aku langsung berbalik, dan langsung di hadapkan dengan sebuah kapak mengarah tepat ke kepalaku, tapi sebuah anak panah melesat dan menghantam kapak ini dan membuat serangannya meleset dari kepala dan tubuhku dan hanya menghancurkan kayu apung di sebelah kananku.

Pria berbadan besar ini menoleh ke kejauhan di arah kanannya, "JANGAN GANGGU MANGSA-" Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, pedang hitamku sudah memotong lehernya. "Eh?"

Dua player di belakang pria besar ini langsung melesat ke arahku dengan belati mereka. Aku menggunakan kakiku untuk mengangkat kapak di samping kananku, lalu menendang kapaknya dan mengenai dada salah satu dari player yang melesat ke arahku. Sebuah tebasan belati mengarah tepat ke mataku, aku menunduk untuk menghindari serangan itu, memukul rahang bawah player ini dengan perisaiku, lalu dengan cepat aku menusuk perutnya, dan merobeknya ke atas sampai membelah kepalanya.

Player yang tadi dadanya terkena kapak berlari ke arahku dengan belatinya, dia memutar belatinya ke belakang, mengangkatnya sebatas dadanya, lalu dia mulai menyerangku dengan tebasan beruntun. Tapi tebasan-tebasan itu dengan mudahnya aku hindari dan tahan, lalu aku menendang perutnya dan membuatnya melompat ke belakang, dan di saat yang sama aku mengaktifkan skill perisai udara di belakang punggungnya dan membuatnya membentur perisai itu dengan punggungnya, lalu aku langsung melompat ke arah player itu dan menusuk perutnya, merobeknya ke arah kanan dan langsung menebas kembali ke arah kiri.

Aku langsung menoleh ke arah rumah-rumah minimalis. Serbuan dari ratusan panah dan peluru langsung menghujaniku. Aku menahan seluruh serbuan senjata jarak jauh itu dengan perisaiku, tapi hanya dengan satu serangan saja dari sebuah sniper, perisaiku retak dan hampir hancur. Aku mengaktifkan Ability Berserker yang sudah bisa di gunakan, mengaktifkan skill percepatan, skill tebasan udara, skill tebasan cepat, dan skill mata elang. Kemudian aku menukar perisaiku dengan pedang naga air hitam yang sudah di duplikat oleh Maya. Setelah itu aku menebas salah satu serangan besar dan ternyata seranganku bisa menghancurkan serangan mereka. Saat aku menyadari itulah aku langsung menebas semua serangan jarak jauh yang mengarah padaku, walau aku tidak bisa menebas semua serangan, tapi setidaknya ada jeda waktu yang bisa aku buat untuk HPku kembali pulih dengan Natural Regeneration atau NR.

"Yaaahhhhh!!!" Masih belum! Aku harus lebih cepat lagi! Terus! Terus! Lebih cepat lagi! LEBIH CEPAT DARI SEBELUMNYAAAAAA!!!

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi pandangan mataku berubah jadi berwarna merah, dan rasanya aku bisa melihat semua serangan yang mengarah padaku. Aku juga bisa merasakan darah seperti mengalir dari pompaan jantungku keseluruh tubuh lebih dari biasanya.

"Aku tidak akan mati, sialaaaaaannnn!!!"

Aku yakin area di sekitar tubuhku terdapat angin yang entah kenapa berputar, rasanya angin itu seperti keluar dari dalam tubuhku, rasanya seperti tubuhku sedang memanas terus menerus dan angin yang keluar dari tubuhku adalah cara tubuhku untuk menjaga tubuh ini tetap pada suhu yang tidak akan menyebabkan overheat.

Dua pedang yang aku gunakan di tangan kanan dan kiriku terus berayun dengan cepat menghalau setiap serangan yang mereka lepaskan padaku. Dari setiap serangan yang ada, hanya satu atau dua serangan yang mengenaiku, tapi jika tetap seperti ini, aku akan kelelahan dan jika aku terlalu lelah, maka HPku sedikit demi sedikit akan hilang. Stamina yang sudah aku bangun selama dua bulan ini tidak akan bertahan selama lima jam terus menerus mengayunkan pedang ini untuk terus menghalau serangan mereka. Aku harus menciptakan satu serangan balik yang besar pada mereka dan melarikan diri.

Seluruh serangan jarak jauh tiba-tiba berhenti, dan di gantikan oleh sebuah cahaya terang yang sangat besar dan terus membesar.

"Mereka menyatukan serangan?" Tidak! Ini adalah kesempatanku untuk menyerang balik.

Cahaya raksasa itu tiba-tiba melesat ke arahku, tapi saat ini, bahkan aku bisa menghitung kepakan sayap lalat per detiknya.

Aku mengangkat kedua pedangku tinggi-tinggi, lalu menebas bola cahaya itu.

"Gah! Haaaaaaaa!!!"

HPku sedikit demi sedikit mulai berkurang. Padahal aku yakin aku sudah menahan serangan itu, tapi serangan gabungan mereka tetap membuatku terluka.

"Haa!!!" Dalam satu hentakan kuat, aku berhasil membelah bola cahaya raksasa itu menjadi empat bagian dalam potongan X.

Sword Effectku yang merupakan tebasan cahaya itu terus maju dan tidak kusangka akan memotong salah satu rumah minimalis di mana beberapa anggota mereka berdiri.

Aku masih berdiri dengan kedua pedangku. Walau aku mendapatkan efek lelah level dua, tapi hal itu belum mengurangi HPku. Kemungkinan skill tadi yang merupakan salah satu dari pohon skill tebasan udara membutuhkan stamina yang sangat besar.

"Ada apa?" Teriakku. "Kenapa kalian menghentikan serangannya?" Aku berhenti sejenak untuk mengambil napas, "Aku masih belum mati! Kalian juga masih hidup! Jadi ayo kita lanjutkan permainan saling bunuhnya!"

Saat aku mengatakan itu, aku bisa melihat mereka saling menatap, lalu pergi.

Aku meminum dua healing potion untuk menghilangkan lelah level dua sekaligus memulihkan HPku. Lalu tanpa sadar, aku menjatuhkan kedua pedangku dan diriku sendiri terjatuh dalam keadaan yang menyedihkan.

Saat aku mulai merasa rileks, aku bisa melihat ada banyak pesan di chat dunia dan beberapa pesan di chat pribadi. Lalu suara bel berdengung di seluruh penjuru dunia ini, yang menandakan kalau Area tiga sudah di taklukan.

"Eh?"

Aku membuka chat pribadiku.

Dari Maya.

Maya: Aku dengar hari ini tim penyerbu akan menyerang Boss Area tiga. Kau ikut?

Maya: Jika kau ikut, mampirlah dulu ke toko ku, aku mau memberikanmu sesuatu.

Dari Liz.

Liz: Kau kan sudah tidak mengasingkan diri, mungkin kau mau ikut penyerbuan?

Liz: Ayo!

Dari Rio.

Rio: Kalau begitu kami akan menyerbu Boss Area Tiga tanpamu, Zack.

Setelah itu, aku membuka chat dunia yang sangat banyak. Aku hanya membaca beberapa chat terakhir di chat dunia.

Rena: Terima kasih

Rio: Terima kasih

Yuki: Terima kasih.

Aku hanya tersenyum kecil saat melihat chat ini.

Notif pesan pribadiku berbunyi. Dari Yuki.

Yuki: Kami menang. Tapi kemenangan ini membutuhkan pengorbanan dua player.

Zack: Itu lebih sedikit dari pada Area sebelumnya.

Yuki: Kenapa kau tidak datang? Apa kau masih menyesali perbuatanmu di Area dua?

Zack: Tidak, aku sudah selesai dengan itu.

Zack: Yuki, apa kau mau menceritakan tentang Boss Area tiga?

Yuki: Tentu saja. Tapi jika melalui chat rasanya kurang enak. Bagaimana jika kita bertemu?

Zack: Toko pandai besi Maya?

Yuki: Baiklah, satu jam dari sekarang?

Zack: Oke.

Yuki: Baiklah, sampai ketemu nanti.

Zack: Iya.

Setelah itu, aku membalas satu per satu chat pribadiku dengan kata, "Maaf, aku tidak ikut. Ada urusan yang sangat mendadak. Karena hal itu juga aku jadi lupa membaca chat kalian, dan tentang itu aku sungguh minta maaf, aku tidak bermaksud mengabaikan kalian."

Aku duduk di pinggiran jembatan yang menghubungkan pulau-pulau apung di sini. Rumah minimalis yang baru saja tertebas pun mulai meregenerasi secara otomatis, jadi tidak akan ada yang di rugikan. Aku harap di dalam rumah tersebut tidak ada orang lain, karena jika mereka terkena tebasan X tadi, aku yakin mereka pasti mati. Aku sudah tidak tahu apa yang terjadi, tapi niat para player tadi memang benar ingin membunuhku, dan mungkin saja mereka belum menyerah. Mungkin saja saat ini mereka sedang mengumpulkan pasukan untuk membunuhku.

Aku berdiri dan berjalan menuju toko pandai besi Maya yang ada di salah satu rumah minimalis di Area tiga ini.

---

Toko pandai besi Maya.

Tulisan tersebut terpampang jelas di atas pintu rumah minimalis berwarna merah muda itu. Tanda Blacksmith pun terukir jelas di depan pintunya. Dari jendelanya, aku bisa melihat Maya dengan rambut merah pendeknya. Maya sedang membereskan beberapa dagangannya, seperti pedang, tameng, dan armor.

Tunggu! Sekarang pukul satu siang kan? Kenapa dia masih belum buka?

Maya sepertinya menyadari keberadaan seseorang. Dia menoleh ke arah jendela, dan saat dia melihatku, dia melambaikan tangan kanannya dengan sebuah senyuman manis yang terbentuk di bibir manisnya. Dia membuka pintu tokonya dan mempersilahkan aku untuk masuk.

Aku masuk ke dalam tokonya dan duduk di kursi pengunjung yang sudah dia sediakan jauh-jauh hari sebelumnya.

"Kau butuh sesuatu, Pengelana hitam?" Dia menanyakan itu dengan nada yang nakal. Aku sungguh ingin tahu alasannya selalu melakukan hal itu padaku, tapi aku tidak punya cukup keberanian untuk menanyakan hal itu pada Maya yang nyatanya adalah seorang gadis cantik yang memang selalu jadi masalah terbesar untukku.

"Jangan memanggilku begitu, aku malu."

"Ehehe." Maya duduk di seberangku dan menaruh secangkir penuh teh beraroma melati di atas meja di antara aku dan Maya. "Jadi, apa kau butuh sesuatu, Zack?"

"Yah, sebenarnya aku tidak membutuhkan apapun, tapi..."

"Oh? Apa kau hanya ingin melihat wajahku? Kau masih terlalu muda untuk menggodaku, Zack."

Aku menggeleng ragu, "Bu-Bukan, bukan itu. Aku berjanji bertemu dengan Yuki di toko mu."

"Hmm!" Maya menggembungkan pipinya dan menatapku marah, "Toko ku ini bukan untuk berkencan, tahu!"

"Bukan! A-Aku tidak mungkin berkencan dengan gadis secantik Yuki."

"Hmm? Jadi?"

"Aku kan tidak ikut dalam penyerbuan di Area tiga, aku hanya ingin tahu seperti apa Boss nya dan seluruh skill serta pergerakan Bossnya."

"Kau mau mencoba melawannya? Sendirian?"

"Eh? Yah..." Aku mengalihkan pandanganku secara otomatis, "Bagaimana ya?"

"Kau masih jadi solo player ya, Zack?"

"I-Iya."

Maya menghembuskan napasnya dengan bosan, "Memang fakta jika kau bertambah kuat, tapi jangan bertindak ceroboh seperti ini terus, Zack!"

"I-Iya."

"Minumlah dulu, aku sudah menyiapkannya."

"Iya."

Aku meminum habis teh beraroma melati yang Maya suguhkan untukku.

Bel di atas pintu pun berbunyi saat pintunya terbuka. Yuki, dengan rambut putih panjang dan wajah jelita dinginnya langsung membuat seluruh fokus player di ruangan ini tertuju padanya.

"Yuki," Maya bergegas berdiri dan menyambut Yuki, "Bagaimana penyerbuannya? Aku melihat chat nya di chat dunia, rasanya sangat tegang."

Yuki tersenyum kecil, "Seperti yang terdengar, kita berhasil menaklukan Area tiga."

Maya tampak senang, "Apa kau mau bertemu Zack, Yuki?"

"Iya."

Maya membukakan jalan dan menatapku, "Dia disana."

"Oh, iya. Maya, apa kau tutup?" Tanya Yuki.

Maya kembali menatap Yuki, "Iya, aku ingin melihat Area empat." Kemudian Maya berjalan keluar dari toko nya sendiri dan mulai melambaikan tangan kanannya, "Kalau begitu aku titip toko ku ya? Dan jangan lupa untuk membersihkan tempatnya kalau hendak melakukan 'itu' disini." Dia mengerlingkan matanya lalu menghilang dalam dekapan cahaya biru dari kristal teleportasi.

Yuki memiringkan kepalanya menatap tempat Maya tadi berdiri. Kemudian Yuki berbalik dan duduk di seberangku.

"Apa maksudnya 'itu' yang Maya bicarakan?"

Aku mengalihkan pandanganku, "E-Entahlah." Aku berhenti sejenak untuk mengatur napasku, lalu berkata, "Jadi, bisa kau ceritakan tentang Boss di Area ini?"

Yuki mengangguk.

---

Boss Area tiga adalah seekor ikan pemancing atau Anglerfish. Seluruh bentuk fisiknya sama seperti ikan pemancing di dunia nyata, tapi ukurannya lah yang menjadi pembeda antara dunia ini dan dunia nyata, malahan saking besar ukurannya, para player dari tim penyerbu jadi lebih mudah untuk mengalahkan Monster ini. Dan juga, satu-satunya yang bisa dia gunakan untuk menyerang hanyalah gigi nya yang mengerikan dan tajam saja. Bahkan lampu di atas kepalanya hanya dia gunakan untuk menerangi Boss Area saja.

Kelemahan Boss yang satu ini sangat mudah, yaitu Flash bang. Setiap kali Flash bang di ledakan, Boss Area tiga tidak akan bisa melihat apapun karena terkena status buta selama beberapa menit, di tambah api adalah kelemahannya, membuat Boss Area tiga jadi sangat mudah di kalahkan.

Tempat Boss ini bersarang ada di kedalaman seribu meter di bawah permukaan air. Aku juga tahu tentang hal ini, tapi aku tidak berkata apapun dan hanya mengangguk mencoba untuk menghargai setiap kata yang keluar dari mulut Yuki.

Di dunia ini, tidak akan ada masalah walau pun kau masuk ke dalam air, karena dari awal juga memang di dunia ini tidak memiliki oksigen. Rasa lelah dan napas yang terjadi di dunia ini pun hanya sebatas reflek karena di dunia nyata pun kita masih tetap bernapas, bahkan aku yakin saat aku atau setiap player yang ada di sini sedang bertarung mempertaruhkan nyawa, detak jantung dan napas kami di dunia nyata akan tidak karuan.

Dua player yang terbunuh di pertarungan melawan Boss kali ini adalah karena kesalahan mereka sendiri. Rio berkata kalau Ikan pemancing itu boleh di serang hanya apabila setelah Flash bang nya di ledakan, tapi kedua player tersebut tetap maju dan akhirnya berakhir di gigi Ikan pemancing tersebut.

Saat mereka semua sibuk bertarung dengan Boss di Area tiga sambil mempertaruhkan nyawa mereka, aku malah bertarung di sini dengan player lain dan membunuh mereka. Anehnya, aku sama sekali tidak merasa bersalah setelah membunuh mereka, malahan aku merasa kalau aku sudah menyelamatkan nyawa orang dengan membunuh para pembunuh. Ungkapan, "Kau tidak akan bisa menyelamatkan seseorang dengan tanpa korban adalah tidak mungkin." Memang benar adanya.

Setelah cukup lama Yuki menjelaskan pertarungan di Area tiga, akhirnya selesai juga. Aku sudah mendapatkan banyak informasi tentang Boss Area tiga. Aku akan melawannya lain kali.

"Sekarang apa yang akan kau lakukan?" Tanyaku.

Yuki berdiri dari tempat duduknya, "Tidur."

"Eh? Sekarang masih siang, lho."

Yuki bahkan tidak memperdulikan kata-kataku dan berjalan keluar dari toko pandai besi Maya.

Sekarang saatnya bertualang ke Area empat. Aku harap Boss Area empat tidak akan memakan korban banyak. Tapi walau aku sendiri memang mengharapkan itu, entah kenapa hati ini masih saja merasa takut, karena mau bagaimana pun, jika aku melihat kematian dari banyak sekali pahlawan yang mati, aku tidak akan kuat menahan beban mengerikan itu. Jika, ini hanyalah sebuah jika, jika seluruh pahlawan mati, maka penjahat lah yang akan berkuasa di dunia, dan hal itu sangat berlaku di dunia ini. Alasan kenapa orang-orang yang menyerangku rata-rata menggunakan tudung, adalah karena masih banyak nya pahlawan yang berkeliaran yang siap menghajar mereka jika mereka tertangkap basah sedang melakukan kejahatan.

Setiap detiknya aku duduk di kursi pengunjung yang Maya sediakan di dalam tokonya, aku habiskan hanya untuk melamun, karena hanya itulah satu-satunya bakatku, mengkhayal. Jika saja khayalanku bisa menjadi nyata, maka aku ingin seluruh Manusia yang ada di game ini bebas lagi. Prof. Jack yang sudah merebut kebebasan itu harus di kurung di balik jeruji besi selamanya. Tapi aku yakin hal itu saja tidak akan cukup, karena aku yakin jika aku mati, Orang tua ku tidak akan berkata, "Biarlah, karena seluruh Manusia pada akhirnya akan mati." Tapi Orang tuaku akan berkata, "Sialan orang itu! Bunuh saja dia!"

Itulah kemarahan, itulah dendam, dan seluruh Manusia memiliki hal itu, rasa marah. Jika saja Manusia tidak memiliki rasa marah, maka mereka tidak ada bedanya dengan mesin yang dingin yang hanya bergerak berdasarkan program. Bahkan hewan pun memiliki rasa marah itu, karena mereka juga adalah makhluk hidup yang selalu haus akan kebebasan.

Aku berdiri dari tempat duduk pengunjung ini, lalu berjalan keluar dari toko pandai besi Maya, dan mulai menteleportasi diriku menuju Area empat yang baru saja terbuka.

Aku berdiri di tengah-tengah rumah-rumah atau gedung-gedung yang terbuat dari baja. Area empat adalah sebuah benteng raksasa yang terbuat dari baja berwarna hitam legam. Aku pikir satu-satunya yang tidak terbuat dari baja hanyalah tanah yang baru saja aku pijak ini. Bahkan kemungkinan besar kaca-kaca jendela di setiap rumah adalah potongan baja yang di potong tipis hingga sanggup terlihat seperti sebuah kaca jendela. NPC yang dari tadi berjalan-jalan di depanku kebanyakan adalah prajurit berarmor lengkap dengan tombak dan pedang, mereka terlihat kuat dengan armor yang kemungkinan sangat berat itu.

Baru saja aku menginjakan kaki ku di Area ini dan baru saja menyadari sesuatu di menuku, ternyata aku sudah mendapatkan sebuah quest yang entah dapat dari mana, tapi di lihat dari mana pun ini adalah quest yang kemungkinan besar di kirim kepada siapapun yang memasuki Area empat. Dan hal itu semakin jelas saat aku melihat chat dunia yang aku rasa mungkin hampir setiap player membicarakannya dan meminta saran.

Saat aku hendak berjalan untuk mengelilingi benteng baja ini, notif pesan pribadiku berbunyi.

Dari Maya.

Maya: Zack, kau senggang?

Zack: Iya, aku memang selalu senggang.

Maya: Kalau begitu temani aku menyelesaikan quest Misteri Prajurit Besi ini. Kau juga dapat kan?

Zack: Iya, aku juga dapat.

Zack: Bukankah kau bisa membatalkan questnya?

Maya: Kata 'besi' di sana membuatku penasaran. Mungkin saja aku akan mendapatkan besi berkualitas legendary atau semacamnya.

Zack: Baiklah.

Maya: Liz juga ikut.

Zack: Oke, ketemu di mana?

Maya: Kami sudah di belakangmu, hehe.

He?

Aku langsung berbalik dan menatap dua gadis cantik yang tersenyum ke arahku. Maya dengan rambut merah pendek dan aura dewasanya, dan Liz dengan rambut merah muda panjang dan aura gadis cantiknya.

"Kenapa tidak langsung saja?" Tanyaku.

Maya tersenyum senang, "Aku suka melihat ekspresimu, Zack."

"Ayolah, kau harus berhenti menggodaku, atau aku akan segera menganggapnya sungguhan."

"Eh? Ehehe." Entah kenapa Maya mengalihkan pandangannya dan terdiam.

"Zack," Liz maju satu langkah. "Kenapa kau tidak ikut penyerbuan di Area tiga?"

"Maaf, ada urusan mendadak."

"Apa urusannya?"

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Eh? Yah... Anu... Bagaimana ya?"

Maya menghembuskan napasnya dengan bosan dan tiba-tiba berjalan ke arahku, lalu memitingku dengan tangan kirinya. "Kau ini sangat tidak peka ya, Zack! Jika seorang gadis ingin tahu sesuatu tentang seorang laki-laki, maka itu adalah hal yang khusus."

"Ha? Aku tidak mengerti. Dan bisakah kau lepaskan aku? Karena dada mu yang besar membuatku takut."

"Kenapa kau takut dengan payudara? Apa kau homo?"

"Tidaklah!"

"Kalau begitu seharusnya kau menyukainya kan?"

"Y-Yah, maksudku 'takut' itu-"

Tiba-tiba Liz menarik lenganku dan menjauhkanku dari Maya. Tentu saja Maya keheranan dengan hal itu dan menatap Liz dengan heran, tapi tiba-tiba kedua mata Maya menandakan hal lain yang aku tidak tahu apa maksudnya, tapi satu hal yang pasti, wajah Liz benar-benar merona.

"Ada apa sih?" Tanyaku.

Maya menggeleng lemah, "Kau tidak perlu tahu."

Aku mengangguk bosan, "Baiklah, sebaiknya kita cepat bergerak dan berpikir bagaimana caranya untuk menyelesaikan quest aneh ini. Maksudku, seperti yang kita semua tahu, tidak ada tanda panah di peta kita."

"Iya, ini aneh." Balas Liz.

"Benar."

"Jadi," Kataku, "Bagaimana? Apa hal pertama yang akan kita lakukan?"

Maya melihat ke salah satu prajurit, "Bagaimana kalau kita berpencar dan bertanya pada para prajurit?"

Aku dan Liz mengangguk, "Baiklah."

Setelah itu kami langsung berpisah dan bertanya pada setiap prajurit yang ada di Area empat atau Benteng Baja ini.

Dalam satu jam, aku sudah bertanya pada lebih dari dua puluh prajurit yang aku temui, tapi jawaban mereka semua sama saja, yaitu "Prajurit besi? Entahlah! Yang aku tahu mereka hanyalah mitos yang di buat oleh Benteng Baja untuk meyakinkan penduduk bahwa Benteng Baja ini di buat dan di lindungi oleh Prajurit Besi."

Maka dari itu, kami bertiga kembali berkumpul di air mancur kebangkitan Area empat.

"Buntu!" Tegas Maya dan Liz hampir serentak.

"Aku juga." Aku berhenti sejenak, "Tapi mungkin aku mendapatkan sesuatu."

"Benarkah?" Tanya Maya yang kini terlihat senang.