webnovel

Free World Online

2050, sebuah game berbasis Virtual Reality Massive Multiplayer Online sudah di buat oleh perusahaan game terkemuka di dunia, Free World Company. Saat pembukaan game yang dinantikan itu, kengerian telah terjadi. Menu Log Out yang harusnya tersanding di Sistem Menu, telah menghilang, dan kematian di dunia itu sama dengan kematian di dunia nyata. Jika kau ingin keluar dari game itu, maka satu-satunya jalan adalah dengan membuka seluruh Map Area yang berjumlah sepuluh Area dengan masing-masing Area di kuasai oleh Boss kuat yang bisa mengancam nyawa para Player.

Hadi_Prayoga · Game
Peringkat tidak cukup
20 Chs

04: Boss Labyrinth Area Satu

Sudah dua jam berlalu sejak terakhir aku membaringkan tubuhku di kasur gulung milik Maya, tapi selama itu pula aku masih belum bisa tertidur. Suara napas Maya yang halus terdengar jelas di tenda yang sempit ini. Jarak antara aku dan Maya hanya sekitar setengah meter, jadi aku bisa dengan jelas mendengar halus napasnya. Aku tidak berani melihat ke wajah Maya, aku takut hal buruk akan terjadi. Kembali lagi ke awal, aku ini hanyalah seorang perjaka tulen selama delapan belas tahun lebih, jadi wajar saja jika aku akan lepas kendali saat hal seperti itu terjadi padaku.

Aku menyingkap selimut yang satu pasang dengan kasurnya, lalu keluar dari tenda merah muda milik Maya. Selagi Maya tertidur pulas di tenda yang memiliki fitur senyap, aku melakukan farming sisik Pangolin seorang diri. Semua itu aku lakukan agar aku lupa akan hasratku. Mau bagaimana pun, umurku sudah delapan belas tahun, artinya aku bisa menggunakan fitur R-18 yang tersedia oleh pihak pengembang game atau mungkin Prof. Jack yang memang dari awal sudah merencanakan penjara dunia virtual ini.

Selagi aku terus membunuh Monster Pangolin yang terlihat, aku terus memikirkan segala sesuatu tentang dunia nyata. Tidak usah pedulikan tentang gelapnya malam, karena skill melihat dalam gelap yang aku dapat setelah memilih class pencuri membuatku dengan santai bisa bertarung di malam hari layaknya siang hari. Sudah satu bulan sejak terakhir kali aku Log In ke dunia Virtual Free World Online ini, dan tubuhku di dunia nyata mungkin sudah di bawa ke rumah sakit atau semacamnya. Sama halnya seperti koma, tubuhku di dunia nyata tidak akan bergerak sedikit pun, jadi satu-satunya nutrisi yang bisa aku dapatkan hanyalah dari cairan infus, aku yakin sekali soal itu. Selagi aku terus menebaskan pedangku pada Monster Pangolin ini, aku mulai membayangkan ekspresi keluargaku yang mungkin saat ini sedang tertidur di samping kasur rumah sakitku. Kemungkinan pemerintah lah yang akan membayar biaya infus kami semua, tapi tetap saja, saat aku membayangkan wajah kedua Orang tuaku, rasanya aku ingin menangis saja.

Jika saja saat itu aku tidak Log In, maka aku tidak akan mengalami hal mengerikan ini. Aku mulai rindu suasana rumah, suara Ayahku, Ibuku, Kakak perempuanku yang harusnya sudah menikah beberapa hari yang lalu dengan pria pilihannya yang akan menjadi Kakak iparku. Tapi aku tidak bisa menghadiri pernikahan mereka, karena aku terjebak di penjara virtual yang di balut indah oleh suasana game Free World Online.

Aku melepaskan skill gerakan cepatku dan menebas banyak Monster Pangolin dalam beberapa detik saja.

"Zack?" Itu bukan suara Maya, tapi aku kenal suara berat ini.

Aku menoleh ke arah suara berasal, "Rick. Kenapa kau kesini?"

"Yah, aku mendengar suara tebasan pedang dan kilatan-kilatan berwarna merah. Aku berpikir mungkin seseorang sedang dalam kesusahan bertarung di tengah malam seperti ini."

"Tengah malam?"

"Iya."

Sudah satu jam ya aku farming?

"Oh, tenda pink?"

"Iya, Maya tidur di sana. Aku tidak bisa tidur di sampingnya, jadi aku farming saja."

Rick tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. "Dasar bodoh! Kau ini benar-benar perjaka tulen."

Aku menghembuskan napas bosan, "Kau ini senang sekali menghinaku, memangnya kau sudah punya pacar?"

Rick menunjukan senyuman sombong ke arahku, "Aku sudah menikah di dunia ini satu minggu yang lalu."

"Eh? Kau tidak mengundangku?"

"Aku mengundangmu, tapi kau malah menolaknya dengan alasan kau kekurangan koin emas!"

"Ah, maaf."

Rick menggeleng, "Yah, lagian menikah di dunia game atau virtual seperti ini tidak akan terdaftar di pemerintahan, jadi kami harus menikah lagi nanti di dunia nyata."

"A-Apa kau bisa melakukan 'itu' di sini?"

"Iya!"

"Kenapa kau bersemangat sekali?!"

"Hahaha! Sudah cukup tentang diriku! Kau mau aku bantu farming, tidak?"

Aku tersenyum dan mengangkat jempolku, "Tentu saja!"

"Oke!"

Saat farming bersama Maya, kami sudah mendapatkan setidaknya seribu sisik Pangolin, jadi kami masih butuh seribu lagi. Aku rasa bantuan Rick akan sangat berguna.

---

Saat pagi menjelang, Rick melambaikan tangannya dan berjalan pergi. Dia berkata kalau dia tidak mau membuat isteri dan teman-temannya khawatir. Yah, lagi pula umurnya memang tujuh tahun lebih tua dariku, tapi entah kenapa wajahnya tidak terlihat seperti berumur dua puluh lima tahun.

Jam enam pagi tepat, Maya keluar dari tendanya dengan mata yang masih mengantuk.

"Kau pagi sekali, Zack."

"Iya. Ngomong-ngomong, aku sudah mengumpulkan seribu sisanya."

"Ha?!" Mata mengantuk Maya tiba-tiba menghilang dan digantikan oleh mata terkejut. "Maksudmu?"

"Kita hentikan saja pertaruhannya! Kita sudah mendapatkan 2K sisik Pangolin."

"Serius?"

"Iya."

Maya tersenyum canggung, "Kau sudah gila."

"Tidak, sebenarnya hanya terlalu bersemangat."

Lalu senyuman canggung itu berganti jadi sebuah senyuman nakal yang menggodaku, "Aku yakin kau hanya mengalihkan pikiran kotormu dengan cara bertarung melawan Monster Pangolin."

"Ti-Tidak juga." Aku memalingkan wajahku.

"Berapa levelmu sekarang?"

"Ah, kau benar. Aku lupa memeriksanya." Aku melirik ke pojok kanan atas sudut pandangku, dan tulisan 'Lv. 10' terlihat jelas di sana. "A-Aku level sepuluh."

"Wow! Hanya dalam satu malam?"

Iya, rasanya aneh. Ini terlalu cepat. Tunggu! Apa itu peningkatan di ujung HPku? Peningkat Exp? Si Rick itu, dia membantuku menaikan level ya? Aku harus berterima kasih padanya lain kali. Yah, mungkin aku akan datang ke pernikahannya di dunia nyata.

"Kalau begitu," Maya keluar dari tenda merah mudanya. "Kembali sekarang?"

"Iya. Aku tidak sabar dengan perlengkapan baruku."

"Bagus."

Setelah Maya memasukan kembali tenda miliknya ke ruang itemnya, dia mengambil kristal teleportasinya.

"Aku duluan ya?"

"Iya."

"Teleportasi ke Safe Zone kota awal."

Kristal itu pecah, dan cahaya berwarna biru menyelimuti dirinya selama beberapa detik sampai akhirnya dia menghilang bersamaan dengan cahaya biru itu.

Aku menatap sekitar seperti untuk terakhir kalinya. Beberapa Monster Pangolin seperti menatapku yang sudah membunuh banyak dari mereka, tapi mau bagaimana pun mereka hanyalah sekumpulan data yang di buat oleh Free World Company. Jadi aku rasa tidak mungkin jika mereka memiliki dendam padaku, di tambah para Monster itu mempunyai fitur respawn yang bagi kami para player fitur itu sudah seperti sebuah mitos.

Aku membuka sistemku, dan sama seperti biasanya, mataku selalu saja menatap ke bawah sistem menuku, yang mana seharusnya menu Log Out ada di situ. Aku mengabaikan pemikiranku dan mengambil kristal teleportasi dan langsung teleportasi ke kota awal.

Setelah aku sampai di tengah-tengah kota awal yang ada sebuah pancuran air raksasanya, yang harusnya di sebut sebagai air kebangkitan kini telah beralih fungsi menjadi hiasan semata sejak fitur respawn player sudah di hilangkan.

Aku segera berjalan menuju toko pandai besi milik Maya.

Saat aku membuka pintunya, Yuki si gadis berambut putih itu berdiri di depan counter milik Maya.

Yuki menoleh ke belakang saat mendengar suara lonceng bersamaan dengan pintu tokonya yang terbuka.

"Ah, kebetulan kau ada disini, Zack." Kata Yuki.

"Ada apa?"

"Besok, tim penyerang depan akan menjelajahi salah satu Labyrinth, dan hari ini, satu jam dari sekarang berkumpul lah di air kebangkitan."

"Boss?"

"Kemungkinan besar."

"Kenapa begitu yakin?"

"Kau mau ikut atau tidak?"

"Oh, iya. Aku ikut."

Yuki mengangguk, "Bagus." Setelah itu Yuki berpamitan dengan Maya dan segera pergi dari toko ini.

Aku berjalan ke depan counter Maya dan bertanya, "Apa kau ikut ke Labyrinth?"

Maya menggeleng, "Tidak."

"Kenapa?"

"Kemampuanku tidak akan cukup."

"Hmm. Jadi, bagaimana perlengkapanku?" Aku tersenyum saat mengkonfirmasi hal itu.

Maya menunjukan jempolnya padaku, "Sudah jadi!" Lalu dia mengeluarkan pedang panjang, perisai segi lima, armor ringan yang hanya akan melindungi lengan, paha, tulang kering, dada dan punggung si pengguna. Seluruh perlengkapan itu berwaran bronze pucat. Sama persis seperti warna sisik Monster Pangolin itu sendiri.

"Kau bisa mengubah warnanya sesukamu." Lanjut Maya.

"Ini semua, gratis kan?"

"Iya, asalkan kau memberikanku seribu lagi sisik Pangolin."

"Tentu saja." Aku membuka ruang itemku dan mengundang Maya untuk melakukan trade denganku.

Saat Maya mengkonfirmasinya, trade atau pertukaran pun di mulai.

Aku menaruh seribu sisik Pangolin ke kotak yang sudah di sediakan, begitu pula dengan Maya yang menaruh perlengkapanku di kotak yang sudah di sediakan juga.

"Selesai!" Maya memberikan senyuman terbaiknya padaku. Mungkin.

Aku membalas senyumnya, "Terima masih, Maya."

"Tidak-tidak, terima masih, Zack."

"Oke." Aku mengangkat tanganku sebagai salam perpisahan. "Aku ke pertemuan dulu."

"Iya."

---

Setelah rapat di tengah jalan itu di bubarkan, semuanya kembali pada kegiatan mereka masing-masing, seperti memburu Monster atau semacamnya.

Saat aku berbalik, Ray, dengan armor dan dual swordnya yang berisik itu berjalan ke arahku.

"Bagaimana kabarmu, Zack? Kau terlihat jauh lebih kuat dengan perlengkapan barumu."

"Ah, iya. Maya yang membuatkannya untukku." Aku berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Bagaimana kabar serikatmu?"

Ray tersenyum senang, "The Green Eyes, itu nama Serikatku."

"Oh, Green? Rambutmu?"

Ray tertawa kecil, "Rio yang menyarankannya."

"O-Oh, tidak heran dia selalu memperhatikanmu."

"Hmm?"

"Tidak ada."

"Aku harap kita semua selamat di penyerbuan pertama besok."

"Iya."

"Aku masih ada rapat dengan pemimpin serikat yang lain, jadi aku duluan ya, Zack?"

"Iya."

Hari itu aku menghabiskan waktuku di Monster Goblin Zone. Disana aku hanya terus membunuh mereka dengan brutal saat aku dapat menambah satu Ability baru setelah levelku mencapai level sepuluh.

Biar aku jelaskan apa itu Class, Skill, dan Ability di game ini.

Class adalah sesuatu yang kita pilih sebagai cara kita hidup di dunia ini. Kita hanya boleh memilih dua Class. Biasanya jika player tersebut lebih suka menghadapi Monster, mereka akan mengisi kedua slot Class tersebut dengan Class petarung semua. Seperti aku yang menggunakan Class pertama sebagai pengguna pedang dan perisai, lalu Class kedua sebagai pencuri atau thief.

Lalu Skill. Skill adalah keterampilan yang didapatkan player saat menambah Class mereka. Seperti saat aku menggunakan pedang dan perisai, aku mendapatkan skill tebasan-tebasan pedang dan sebuah skill dari tameng, yaitu hate reaction yang menarik perhatian musuh layaknya tanker. Saat level kita bertambah, maka jumlah skillnya akan terus bertambah.

Dan terakhir adalah Ability atau kemampuan. Ini seperti jurus jika di game-game lainnya. Cooldown berpengaruh besar pada Ability. Dan aku baru mendapatkan satu slot Ability setelah mencapai level sepuluh.

Aku memilih Berseker atau pengamuk di slot yang kosong. Aku rasa Ability ini akan sangat berguna.

---

Keesokan harinya, sekitar pukul sembilan pagi. Semua player yang berani mempertaruhkan nyawa mereka demi menyelesaikan game berkumpul di gerbang kota awal. Ada tiga guild baru yang ikut dalam penyerbuan pertama ini, dan ada sekitar dua puluh player yang berkumpul. Mungkin sekarang guild mereka masihlah guild kecil, tapi aku yakin semakin lama death game ini berjalan, guild mereka akan semakin berkembang, bahkan aku yakin jika penyerbuan kali ini berhasil, akan banyak player yang termotivasi untuk menjadi tim penyerang. Walau pun begitu, aku yakin ketakutan akan kematian masih akan terus menempel pada hati setiap player, seperti aku. Sembilan puluh persen player yang ada di sini sekarang adalah anggota dari ketiga serikat itu, dan sisa sepuluh persennya hanyalah solo player sepertiku.

Ray, dan dua pemimpin serikat lainnya yang juga laki-laki berdiri di depan kami semua.

"Dari sini, kita akan langsung menggunakan bulu Griffin untuk ke Monster Troll Zone." Kata Ray.

Bulu Griffin atau Griffin Fur adalah item berharga seribu koin emas yang memungkinkanmu untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cepat. Berbeda dengan kristal teleportasi yang hanya bisa memindahkan ke Safe Zone terakhir. Yah, harganya pun berbeda, kristal teleportasi berharga seratus koin emas, dan bulu griffin berharga sepuluh kali lipatnya, maka dari itu jarang yang menggunakannya. Ngomong-ngomong, Maya yang memberikan item bulu griffin ini padaku.

Semuanya mengangguk paham dan langsung membuka ruang itemnya. Dan disaat yang hampir bersamaan kami semua mengaktifkan bulu Griffin dan berkata, "Teleportasi ke Monster Troll Zone!"

Saat kami semua mengatakan itu, cahaya berwarna biru menyelimuti kami selama beberapa detik sebelum akhirnya menghilang. Disaat-saat terakhir sebelum aku terteleportasi, aku melirik ke sekitarku dan melihat banyak player lain yang sepertinya mengantar kepergian kami, karena selain bantuan dari luar untuk keluar dari tempat ini, kami adalah satu-satunya bantuan dari dalam yang bisa mereka semua andalkan.

Selang beberapa detik, akhirnya seluruh player tim penyerang berhasil di teleportasi ke Monster Troll Zone yang dulu pernah aku datangi bersama dengan Ray dan yang lainnya. Tidak kusangka ternyata memang benar ruangan Bossnya ada di sini.

Ray mengangkat tangannya untuk mendapatkan perhatian, "Dari sini kita akan memancing Raja Troll, karena kunci untuk masuk ke Labyrinth Bossnya hanya bisa kita dapatkan setelah Raja Troll mati."

Saat itu, dua puluh player ini menggunakan senjata kami yang berbeda-beda dan membunuh Troll yang terlihat.

Aku menarik pedang dan perisaiku, dan menebas satu Troll di depanku. Tidak disangka, hanya dengan satu kali tebas aku bisa membunuh satu Troll. Saat itulah aku jadi mulai bersemangat dan langsung menggunakan skill percepatanku dan membantai lebih dari sepuluh Troll hanya dalam beberapa detik saja. Aku sempat melirik ke arah Ray yang tersenyum ke arahku, dia seperti berkata 'Kau jadi lebih kuat' dan itu rasanya membuatku jadi tambah bersemangat untuk terus membunuh lebih banyak Troll. Ada satu perasaan di diriku yang ingin menggunakan Ability Berseker, tapi cooldownnya terlalu lama, dan aku takut saat aku menggunakannya sekarang, malah akan menghambatku nanti saat melawan Boss yang masih belum di ketahui ini. Seharusnya kami mengirim saru orang mata-mata terlebih dahulu sebelum penyerbuan seperti ini.

Akhirnya setelah beberapa menit, Raja Troll terrespwan. Teriakan kemarahannya membuat kami semua terdiam karena tubuhnya yang besar dan wujudnya yang mengerikan. Di game MMO biasa, kami tidak melihat musuh kami senyata ini, dan kami bisa mati dan mempelajari musuh sebanyak yang kami mau, tapi hal seperti itu tidak berlaku di death game ini, karena mati satu kali, maka itu adalah akhir dari kami semua.

Gada berduri di tangan kanan si Raja Troll langsung diayunkan ke arah para Player. Tapi secara kompak seluruh player tanker menahan serangan si Raja Troll dan menghentikan gerakan si Raja Troll untuk sementara. Saat itulah seluruh player yang tersisa langsung menyerang si Raja Troll dengan seluruh kemampuan terkuat mereka, dan langsung membuat si Raja Troll tumbang seketika itu juga.

Saat si Raja Troll tumbang dan menghilang menjadi asap hitam, kami semua mengangkat tangan kami dan berteriak dengan penuh kemenangan. Walaupun aku yakin kami semua sadar kalau Raja Troll bukanlan si Boss, tapi kemenangan ini benar-benar menaikan mental kami.

Salah satu dari kami mendapatkan sebuah kristal berwarna hijau, dan mulai mengaktifkan kristal tersebut. Setelah kristal tersebut aktif, sebuah pintu terbuka di depan kami semua, sebuah pintu berwarna emas yang memiliki motif aneh.

Ketiga pemimpin serikat mengepalkan tangan mereka seperti mencoba untuk memperkuat sesuatu, lalu mereka berkata secara bersamaan, "Ayo masuk!"

Saat pintunya terbuka, kami semua masuk secara berbaris. Kami semua tidak tahu seperti apa Labyrinth yang ada di depan kami, tapi kami tetap berjalan memasuki pintu emas raksasa tersebut. Walau hati kami di penuhi oleh rasa takut, tapi kami memiliki alasan yang lebih kuat dari pada semua itu, yaitu kebebasan. Mungkin para player yang enggan ikut penyerbuan ini berpikir bahwa kami hanyalah orang-orang yang terobsesi menjadi pahlawan. Tapi tidak masalah. Aku yakin kami semua bergerak karena tidak ada lagi player yang mau bergerak. Sama seperti saat seorang Guru mengajukan pertanyaan, dan di kelas itu tidak ada satu pun murid yang mau mengangkat tangannya, dan saat itulah kalian berpikir berkali-kali untuk mengangkat tangan kalian, tapi ternyata ada satu murid yang mengangkat tangannya dan menghentikan niat kalian. Tapi kali ini berbeda, walaupun sudah banyak orang yang mengangkat tangannya, seharusnya niat mereka tidak berhenti. Sangat menyedihkan. Tapi aku yakin jika penyerbuan ini sukses, maka tim penyerbu akan bertambah berkali-kali lipat.

Setelah kami melewati pintu emas raksasa itu, lorong panjang menanti kami. Lorong redup yang hanya diterangi oleh api berwarna hijau di sisi-sisi temboknya yang terbuat dari tanah. Kami bisa mendengar suara hewan-hewan yang belum pernah kami dengar sebelumnya, tapi ada satu geraman yang kami kenal, tidak salah lagi, itu adalah geraman dari Monster Troll.

"Bersiap!" Ray mengangkat pedangnya dan mengarahkannya ke depan.

Saat itulah beberapa Troll berlari ke arah kami dari arah depan. Mereka tersenyum mengerikan dengan gigi-gigi tajam mereka dan gada mereka yang mungkin akan mengancam nyawa kami.

Kami langsung menyerbu pasukan Troll yang berlari mendekat ke arah kami. Adu senjata antar Manusia Vs Troll pun terjadi.

Aku menahan satu serangan Troll dengan perisaiku, lalu sebuah es tajam melesat dari kananku dan menancap di kepala si Troll dan membunuhnya seketika. Aku menoleh ke arah es tadi melesat. Yuki si gadis berambut putih itu yang melakukannya.

Benar juga! Dia pernah bilang kalau Class utamanya adalah penyihir, dan Class keduanya adalah pedang.

Yuki menarik pedang di pinggang kirinya, lalu menebas Troll di arah kanannya, setelah itu dia mengarahkan tangan kirinya ke Troll yang jauh dari dirinya dan melepaskan tembakan es tajam yang mengerikan.

Yuki, dalam bahasa Jepang berarti salju. Bahkan sikap dan sihirnya pun sama-sama dingin.

Saat aku melamun menatap Yuki yang menari dengan pedang dan sihir es-nya, Rio berlari ke arahku dan meninju sesuatu di belakangku.

"Kau tidak boleh lengah di medan pertempuran, Zack!"

Aku mengangguk, "I-Iya, maaf!"

"Kalau tidak diulangi tidak masalah!"

"Oke!"

Dan dengan itu aku kembali ke medan pertempuran.

Kami melanjutkan perjalanan setelah menghabisi pasukan Troll yang menyerang kami. Untuk sekarang tim penyerbu masih memiliki semangat dan stamina yang tinggi.

Aku melihat peta di sudut pandangku dan memperbesarnya. Luas Labyrinth ini terbilang sangat luas, bahkan aku mulai tidak yakin kalau dua jam akan cukup untuk menjelajahi tempat ini. Tapi aku salah besar, ternyata hanya dalam satu jam kami sudah berhasil berdiri di depan sebuah gerbang raksasa.

Kami bisa melihat ruangan di dalamnya dari celah-celah gerbang yang terbuka lebar. Rasanya seperti Prof. Jack memang menyuruh kita untuk mengintip kengerian di dalamnya, karena saat kami melakukan itu, bulu kuduk kami merinding. Sesuatu berdiri di tengah ruangan yang cukup besar itu. Ruangan redup bermandikan cahaya api hijau itu dikuasai oleh Monster yang kami tidak tahu apa itu.

"Hei!" Aku menunjukan sesuatu di gerbang itu. "Ada tanda seru di sana."

Ray berjalan ke arah jariku menunjuk. "Benar!" Lalu dia menekannya. "Disini ada tulisan. Penjaga Area satu adalah Hybird Goblin dan Troll, yaitu GoTroll. Dia adalah makhluk kegelapan yang sangat berbahaya dengan gabungan kebuasan dari Goblin dan kekuatan serta kecerdasan dari Troll." Ray berbalik menatap kami. "Lawan kita bernama GoTroll! Apa kita akan maju?"

Tidak ada satupun suara yang terdengar. Bahkan karena tidak ada suara pun yang terdengar, suara napas kami jadi terdengar lebih jelas dari biasanya, dan itu menambah ketakutan kami akan kematian di dalam game Free World Online ini.