webnovel

Free World Online

2050, sebuah game berbasis Virtual Reality Massive Multiplayer Online sudah di buat oleh perusahaan game terkemuka di dunia, Free World Company. Saat pembukaan game yang dinantikan itu, kengerian telah terjadi. Menu Log Out yang harusnya tersanding di Sistem Menu, telah menghilang, dan kematian di dunia itu sama dengan kematian di dunia nyata. Jika kau ingin keluar dari game itu, maka satu-satunya jalan adalah dengan membuka seluruh Map Area yang berjumlah sepuluh Area dengan masing-masing Area di kuasai oleh Boss kuat yang bisa mengancam nyawa para Player.

Hadi_Prayoga · Game
Peringkat tidak cukup
20 Chs

01: Kota Awal

Pada tahun 2050, sebuah perusahaan game terbesar di dunia, yaitu perusahaan Free World membuat sebuah hardware game yang paling di tunggu-tunggu oleh seluruh gamer yang ada di dunia, yaitu Virtual Reality Massive Multiplayer Online atau biasa disebut sebagai VRMMO. Hanya dalam waktu satu bulan, game tersebut langsung laku di pasaran. Dan hari ini adalah pembukaan pertama game ini setelah versi betanya selesai beberapa minggu yang lalu.

Namaku Zack, aku hanyalah seorang Mahasiswa tingkat satu seperti Mahasiswa lainnya. Rambut hitam lumayan panjang, wajah pas-pas'an, tinggi biasa, dan aku juga seorang gamers pemula.

Aku masuk ke dalam kamarku, membuka sebuah kardus dan mengambil sesuatu dari dalamnya. Hardware game Free World Online berbentuk seperti sebuah kacamata hitam besar yang menutupi seluruh bagian mata dan dahi. Aku segera berbaring di kasurku dan memakai Hardwarenya.

Di layar kacamata ini ada sebuah tulisan, "Tutup matamu dan katakan 'Mulai' dengan jelas."

Aku menutup mataku, lalu berkata, "Mulai!"

Tiba-tiba cahaya putih terlihat di depanku. Cahaya itu semakin lama semakin mendekat, dan saat cahaya mencapai diriku, aku bisa melihat diriku sendiri seperti melihat di depan cermin. Ada banyak pilihan di bagian kananku, seperti mengubah wajah atau semacamnya. Tapi di atas semua menu itu ada tulisan 'ORIGINAL' yang lumayan mencolok. Aku menahan tombol itu dan keluar tulisan, 'Saat menekan tombol ini, karaktermu adalah dirimu sendiri.'

Aku rasa aku akan menekan tombol ini.

Setelah menekan tombol itu, menu dan cermin di depanku menghilang menjadi asap putih bersamaan dengan cahaya putih yang menghujani tubuhku. Dan setelah beberapa detik, sebuah kota terlihat di depanku. Ada tulisan 'SELAMAT DATANG DI FREE WORLD ONLINE' Di atas sudut pandangku.

Aku menggerakan seluruh tubuhku seperti biasanya, bahkan dengan tubuh ini rasanya aku bisa melakukan apapun. Aku tersenyum senang.

Saat itulah tiba-tiba ada sebuah tulisan muncul di depanku.

'Kau ingin bermain menggunakan apa?'

Ada pedang dan perisai, pedang, tombak, panah, tongkat, dan masih banyak lagi senjata yang lainnya yang bisa aku pilih. Tapi dari semua senjata yang ada, aku memilih pedang dan perisai sebagai senjata dan pertahanan utamaku.

Setelah aku memilih menu itu, sebuah pedang normal muncul di genggaman tangan kananku dan perisai bulat dari kayu di punggung tangan kiriku.

"Oh, ini hebat." Gumamku.

Oh, aku baru menyadari hal ini, tapi di pojok kanan atas sudut pandangku, ada hitung mundur yang kini hitungannya sudah sampai ke angka sepuluh detik.

10...9...8...7...6...5...4...3...2...1...0

Tiba-tiba banyak orang muncul di sekitarku. Mungkin mereka di teleportasi ke kota awal ini secara paksa.

"Ada apa ini?"

"Woi! Kenapa aku disini?"

"Mana sih menu log out?"

Saat aku mendengar pertanyaan yang terakhir itu, aku buru-buru membuka sistemku dan segera mencari tombol log out, tapi aku tidak bisa menemukannya.

Eh? Dimana tombol log outnya? Lagian, memangnya tombol itu harusnya ada di mana?

Sudah lima menit aku mencari tombol log out di semua menu yang ada, tapi aku tetap tidak bisa menemukannya.

Aku mulai panik, dan saat aku mengangkat wajahku, semua orang juga mulai panik dan saling bertanya, bahkan ada beberapa orang yang marah-marah tidak jelas karena hilangnya tombol log out. Tapi seharusnya jika kau adalah seorang gamers, hilang tombol log out tidak menjadi masalah besar, karena kemungkinan besar ini hanyalah bug, dan alasan kenapa mereka semua di teleportasi ke kota awal adalah untuk memberitahu semuanya tentang hal ini.

Saat aku memikirkan tentang semua ini dan mulai tenang, telingaku berdengung keras. Bahkan walau aku menutup telingaku, aku masih dengan jelas mendengar dengungan yang memekakan telinga ini.

Lalu, suara serak dan mengerikan seseorang terdengar tepat setelah suara dengungan itu menghilang.

"Ini aku, si pencipta Game, Jack. Hari ini, sudah ada sekitar satu juta orang yang Log In dan mulai bermain game, tapi aku yakin kalian semua sadar kalau tombol Log Outnya tidak ada. Tapi tenang saja, itu bukanlah sebuah Bug, karena itu adalah salah satu dari fitur yang ada di game Free World Online ini, dan silakan nikmati permainan hidup dan mati di dunia buatanku, Free World Online."

Setelah suara itu selesai, orang-orang mulai panik dan berlarian entah kemana. Bahkan kalau di pikir-pikir lagi yang mereka lakukan sama sekali tidak berguna. Mau melarikan diri pun, kau mau lari kemana? Ini adalah dunianya, dunia milik sang pencipta game, didunia ini, Jack adalah Tuhannya.

"Hei!" Seorang pria berdiri di depanku. Dia memakai armor awal seperti punyaku. "Kenapa kau hanya diam saja?"

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Berlarian tidak karuan seperti mereka? Itu tidak berguna, karena kita tidak mungkin bisa keluar dari dalam game dengan berlarian seperti itu."

"Oh, kau logis sekali." Pria ini berhenti sejenak, memegang kepalanya yang botak. "Jadi, kau mau apa?"

"Menunggu. Aku yakin pihak berwajib akan membantu kita."

"Kau benar." Dia tersenyum.

"Iya."

Saat kami berbicara, ada pesan yang masuk dalam sistemku. Sepertinya pria di depanku juga mendapatkannya, karena dia buru-buru membuka sistem miliknya.

Pesan yang ada.

Perhatian: pertama, jika kau mati di dunia ini, maka kau juga mati di dunia nyata. Kedua, kini seluruh avatar telah hilang dan itu adalah avatar asli kalian. Ketiga, satu-satunya jalan agar kalian bisa keluar dari dunia ini adalah dengan cara menyelesaikan seluruh area yang ada.

Setelah aku selesai membaca pesan, aku melihat wajah pria di depanku. Dia tersenyum kecut ke arahku.

"Ka-Kau yakin hanya dengan menunggu kita bisa keluar dari sini?"

"Yakin saja dulu."

---

Satu bulan sudah berlalu sejak hari itu. Apakah aku keluar dari game itu? Tidak! Tidak ada satupun dari satu juta player yang Online berhasil keluar. Tapi yang meninggal, banyak sekali. Mereka bukan meninggal karena melawan Monster atau sejenisnya, tapi bunuh diri. Bahkan pria yang bicara denganku hari itu pun bunuh diri dengan cara masuk ke Monster Zone dan menggorok lehernya sendiri.

Dalam satu bulan ini, orang yang takut mati tidak ada satupun yang keluar dari save zone di kota awal area satu. Yang mereka lakukan hanyalah makan, minum, berbincang-bincang, dan tidur.

Bahkan dalam satu bulan ini, yang aku lakukan hanyalah membunuh Monster-Monster kecil bersama para player lain yang masih sedikit takut untuk pergi lebih jauh lagi. Tapi setidaknya aku mendapatkan Koin emas untuk membeli makanan dan menyewa tempat untuk tidur. Bahkan hari ini pun aku sedang berjalan menuju Monster Slime Zone.

Levelku naik empat level hanya dengan membunuh Slime biru yang kini satu Slime memiliki satu Exp. Sial! Lama sekali.

"Oh, Zack." Rick, dia adalah salah satu orang yang selalu berburu Slime di tempat ini. Dia memakai sebuah tombak sebagai senjatanya. Armor merahnya terlihat cocok dengan rambut merah panjangnya.

Aku mengangguk, "Party lagi?"

"Iya, jika kau ma-" Tiba-tiba Rick terdiam dan melirik ke arah lain seolah menghindari tatapanku.

"Ada apa?"

"Yah," Rick menggaruk belakang kepalanya seperti kebingungan. "A-Aku rasa hari ini cukup."

"Ha?"

"Maaf ya?"

"Tidak masalah."

Rick langsung berlari menjauh dan keluar dari Monster Slime Zone. Kemungkinan besar dia punya janji membentuk party dengan orang lain dan menjelajah ke Monster Zone lain.

Yah, walaupun aku selalu sendiri, setidaknya aku tidak mati.

Oh, gadis cantik itu datang lagi.

Gadis itu memiliki paras yang cantik, dengan rambut putih panjang. Dia memakai armor ringan di dada dan lengannya. Untuk bagian bawahnya, dia hanya memakai rok berwarna hitam dan sepatu boots hitam. Itu membuat kaki putih bersihnya terlihat jelas. Saat dia bertarung dengan para Slime, tekniknya seperti sebuah tarian bersama pedang tanpa tameng.

Dia melirik ke arahku.

Aku langsung melihat ke salah satu Slime dan menebasnya.

Yah, aku juga seorang laki-laki, pasti mataku akan tertarik saat ada seorang gadis cantik yang bisa aku lihat.

"Hei, kau yang di sana!" Suara seorang pria terdengar dari belakangku.

Aku langsung berbalik dan melihat seorang pria kurus berlari ke arahku.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Kau terlihat kuat."

"Tidak juga. Levelku masih level lima." Aku melihat ke arah gadis berambut putih itu. "Tapi mungkin dia lebih kuat dariku."

"Y-Yah, tapi dia perempuan."

"Ha?" Aku menatap pria di depanku dengan tatapan aneh. "Memangnya kenapa?"

"A-Aku kurang bisa bicara dengan perempuan."

Aku mengangguk mantap, "Aku mengerti perasaanmu."

"Oh, jadi kau juga gay ya?"

"Eh?"

"Ya kan?"

Aku tidak bisa mengkhianati wajah polosnya, "I-Iya." Sial! Gue masih normal kampret! Buktinya gue masih seneng liat kaki mulus gadis tadi.

"Oke, langsung saja, mau jadi partyku?"

"Tidak mau!"

"He? Ke-Kenapa?"

"Y-Yah, a-aku solo player."

"Oh."

"Iya, jadi... Aku minta maaf ya."

"Iya," Dia kemudian tersenyum. "Namaku Rio. Kau bisa panggil aku kapanpun kalau kau membutuhkanku. Aku akan mengirimimu list pertemanan."

"I-Iya."

Bunyi pesan masuk langsung terdengar di sistemku setelah dia melakukan sesuatu pada sistemnya.

Rio mengirimimu permintaan pertemanan.

"Terimalah!"

"I-Iya."

Aku mengklik menu konfirmasi.

Rio tersenyum ke arahku, lalu berbalik dan berlari pergi. Aku tidak tahu kemana dia pergi, tapi aku harap game ini tidak ada klub gay atau semacamnya.

Ya Tuhan, kenapa bukan seorang gadis cantik yang mendekatiku sih? Setidaknya biarkan gadis cantik berambut putih yang selalu farming di Monster Slime Zone ini menyapaku walau sekali saja.

Karena perasaan takut akan gay, aku menaruh kembali pedang dan perisai bulatku di punggungku dan berjalan menuju kota awal yang aman dari Monster apapun selain gay. Ya Tuhan, aku tidak mau bertemu lagi dengan pria bernama Rio itu.

Saat aku sampai di perbatasan antara Safe Zone dan Monster Zone, seorang pria berambut hijau dan memakai armor perang itu memberikanku sebuah selembaran.

"Apa ini?" Tanyaku.

"Undangan untuk pertemuan besok."

"Oh, baiklah."

Dia tersenyum hangat ke arahku. Walau aku baru melihatnya kali ini, tapi hatiku berkata kalau dia adalah orang yang bisa diandalkan.

Aku berjalan melewatinya, dan meliriknya dari balik bahuku. Dia memberikan selembaran pada setiap player yang baru saja masuk dari Monster Zone. Walau aku belum membaca selembaran ini, tapi aku yakin dia berencana ke Monster Zone yang lebih kuat lagi. Kemungkinan dia sendirian saja sudah pergi ke Monster Zone yang lebih jauh, lalu karena suatu alasan, dia berhenti di salah satu Zone dan membutuhkan bantuan. Lagian apa yang bisa dilakukan player level lima dengan pedang, perisai, dan armor level satu sepertiku? Aku hanya akan menghambat.

Tapi keesokan harinya aku malah menghadiri pertemuan di sebuah ruangan yang sangat luas. Ruangan ini berada di salah satu gedung di kota awal.

Mungkin ada lebih dari dua puluh player yang menghadiri pertemuan ini. Sialnya, si gay itu juga ikut. Aku harus menghindari tatapan matanya.

Aku berjalan ke arah kiriku, tapi mataku terus menatap si Rio itu. Dia benar-benar membuatku takut. Lagian aku tidak mau keperjakaanku yang sudah aku jaga selama delapan belas tahun ini hilang oleh seorang pria.

Aku rasa aku menabrak seseorang.

"Aduh!" Ah, suara perempuan.

Aku langsung berbalik dan mendapatkan si gadis berambut putih itu menatapku dengan tatapan sadis.

"Ma-Maaf."

"Tidak apa." Suaranya lembut sekali. Jika aku melakukan 'itu' dengannya, aku yakin suaranya akan membuatku tegang selama lebih dari dua jam.

Aku membungkuk untuk meminta maaf, lalu berjalan menjauhinya.

Aku memang bukan seorang introvert atau semacamnya, tapi saat aku berbicara dengan gadis cantik, fokusku benar-benar hilang. Apa seorang gadis cantik memiliki kemampuan menghilangkan fokus atau semacamnya? Lagian perempuan secantik dia sudah pasti punya pacar di dunia nyata, dan mereka pasti sudah berhubungan intim berkali-kali. Sial! Aku jadi kesal.

"Terima kasih teman-temanku." Si rambut hijau itu berdiri di depan kami semua. Suara berat dan kerasnya membuat semua mata terarah padanya. Kharismanya luar biasa.

"Namaku Ray." Dia melanjutkan. "Aku sudah level dua puluh." Eh? Seriusan? Dia hebat. "Aku berhenti di Monster Troll Zone. Mereka terlalu kuat, tapi walau sekilas, aku melihat gerbang raksasa yang mungkin akan membawa kita pada labirin Boss."

Orang-orang yang datang mulai saling berbisik. Mereka mungkin ingin segera mengakhiri game ini dan keluar.

"Ayo kita jadi garda depan dari death game ini dan menjadi pahlawan! Adakah yang mau membantuku?"

Mereka semua berbisik dan mulai berdiskusi.

Lalu dalam sepuluh menit, player yang tadinya ada lebih dari dua puluh orang, kini hanya tersisa lima orang saja, termasuk si Ray. Sialnya, si gay juga ada di sini. Dia tersenyum ke arahku. Itu membuat bulu kudukku berdiri.

Dua orang lainnya adalah dua orang gadis. Mereka semua terlihat cantik dan kuat.

Ray si rambut hijau itu membungkuk dalam-dalam. "Terima kasih banyak telah bersedia membantuku."

Setelah itu, kami semua berkumpul di sebuah kafe dan mulai saling memperkenalkan diri kami.

Di mulai dari Ray.

"Namaku Ray. Levelku dua puluh. Senjataku dual sword."

"Namaku Rio. Level sepuluh. Senjataku tinju besi."

"Yuki." Oh, gadis yang biasa aku temui di Monster Slime Zone adalah Yuki. "Level 5. Senjataku pedang."

"Namaku Maya." Dia tersenyum manis. "Level 5. Aku pengguna busur."

Sekarang giliranku.

"Namaku Zack. Level 5. Aku pengguna pedang dan tameng."

Ray tersenyum, "Kalau begitu, ayo kita buat party! Besok kita akan berangkat ke Zone yang membuatku berhenti."

"Tunggu dulu!" Kataku.

"Ada apa, emm... Zack?"

"Disini yang memiliki level tinggi hanya kau dan ga- Rio. Bahkan kau tidak bisa mengalahkan Troll atau apapun itu. Lalu apa bedanya saat kami bertiga yang hanya level lima ini ikut?"

"Bukan masalah. Sebenarnya Troll itu sendiri tidak terlalu berbahaya, karena level mereka hanya level 5, tapi jumlah mereka yang banyak yang merepotkanku. Sebenarnya jika jumlahnya kurang dari lima, aku berniat membatalkannya dan coba lagi nanti."

"Jadi," Yuki mengangkat tangannya sebatas dadanya. "Maksudmu kami tidak akan mati?"

Ray mengangguk, "Iya. Tenang saja, ada tiga laki-laki kuat yang akan melindungi kalian."

Yuki dan Maya menatapku, "Kuat?"

Aku tersentak dan langsung berkata, "Ka-Kalau pedangku lebih bagus lagi, a-aku juga-"

Yuki menghembuskan napasnya dengan malas, "Aku tidak butuh perlindunganmu, Zack."

"Aku juga." Lanjut Maya.

"I-Iya." Kataku. "Sebagai gantinya mau kah kalian melindungiku. Hehe, bercanda."

Tapi mereka semua mengangguk.

Ah, sial! Aku merasa diremehkan.

Setelah mendapatkan penghinaan itu, pertemuan hari itu di bubarkan. Mereka semua bergegas bangkit dari tempat duduk mereka dan berjalan entah kemana. Bahkan si Rio pun bangkit dan berjalan di belakang Ray. Aku rasa Rio menemukan lawan yang lebih baik dari aku.

Saat aku sedang sendirian, ada suara pesan masuk. Aku membukanya, ini dari si Rio

Tenang saja, aku masih menyukaimu, kok.

Dalam waktu yang sekejap itu, tubuhku gemetar tidak karuan. Bahkan aku mulai berpikir untuk membunuh si Rio tanpa sepengetahuan siapapun.

Tiba-tiba seseorang turun dan mendarat tepat di samping kaca yang memisahkan aku dan dunia luar. Mata kami bertemu saat aku melirik ke luar. Dia adalah seorang pria dengan mata berwarna merah.

Pria bermata merah itu melompat jauh saat ada beberapa orang yang mengejarnya. Ada yang aneh dengan mereka, karena tidak mungkin mereka sedang bermain kejar-kejaran di dunia yang sudah gila ini.

Aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan keluar dari kafe itu. Saat berdiri di depan pintu, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arahku. Pria kecil itu bukanlah player, melainkan NPC pemberi quest, karena tanda seru ada di atas kepalanya.

"Kak, apa kau mau membantuku?" Tanya bocah kecil itu.

AI yang sangat luar biasa. Walaupun aku memang membenci game ini karena merupakan death game nyata, tapi aku menolak untuk tidak kagum pada karyanya.

Aku mengangguk, "Iya."

Setelah aku mengatakan itu, menu quest muncul di sudut pandangku. Hadiah questnya adalah perisai besi level dua, jubah kegelapan, dan lima ratus koin emas.

Aku mengklik tombol konfirmasi.

"Terima kasih, kak. Kalau boleh tahu, nama Kakak siapa?"

Eh? Serius? NPC ini menanyakan namaku?

"Na-Namaku Zack."

"Kalau begitu, Kak Zack, aku butuh bantuanmu untuk membuatkan aku healing potion dari tetes slime. Aku butuh healing potion itu untuk Ayahku yang sedang sakit."

"Baiklah." Aku mengangguk, "Aku akan mencarikan healing potionnya."

"Kalau begitu, Kak Zack bisa datang kerumahku kalau sudah selesai."

"Iya."

Bocah itu berlari ke gang kecil dan menghilang ditelan oleh bangunan-bangunan yang lumayan tinggi.

Yah, kalau masalah healing potion sih aku punya banyak. Aku adalah salah satu orang yang takut mati di game ini, jadi aku menghabiskan semua koin emas yang aku dapat dari slime seluruhnya untuk healing potion, sedangkan sisanya aku belikan untuk roti dan air. Aku memang telat memberitahukan hal ini, tapi rasa lapar dan haus pun ada di dunia game keparat ini, memang tidak terasa efeknya, tapi saat kau terlalu lapar atau haus, sedikit demi sedikit HPmu akan berkurang, bahkan regenerasi natural tidak bisa menyembuhkannya. Untungnya, hanya butuh satu roti dan dan satu botol air per hari untuk menekan rasa lapar dan haus itu.

Ah, ngomong-ngomong aku belum membeli roti dan air hari ini. Sial! Pantas saja dari tadi ada tanda bahaya di ujung HPku.

Aku masuk kembali ke kafe tersebut. Membeli satu roti yang harganya satu koin emas dan satu botol air yang juga harganya satu koin emas. Yang hebat di game ini, bahkan kita bisa merasakan makanan. Sialan! Game ini jadi terlalu nyata, kalau saja tidak ada HP Bar atau menu-menu lainnya di pinggiran sudut pandangku, aku sudah menganggap ini adalah dunia nyata.

Setelah keluar dari kafe tersebut, aku memakan habis roti dan meminum habis airnya. Saat aku membuang sampahnya, sampah itu akan menghilang menjadi pecahan berwarna putih, sama saat seorang player mati.

Aku punya setidaknya lima ribu healing potion di ruang itemku. Salah satu keunggulan game ini adalah ruang itemnya yang tanpa batas. Bahkan terkadang aku lupa kalau aku sudah punya beberapa item keren atau semacamnya. Aku mengklik menu quest di samping kiriku dan menekan menu selesai. Saat itulah tiba-tiba ada tanda panah di peta yang ada di bagian kanan bawah sudut pandangku. Mungkin itu rumah si bocah tadi. Aku berjalan mengikuti arah itu menunjuk, dan setelah berjalan selama kurang lebih lima menit, aku melihat sebuah rumah kecil diantara bangunan-bangunan besar lainnya. Aku masuk ke dalam rumah itu, dan si bocah lelaki serta Ayahnya yang terbaring di ranjang terlihat di sudut pandangku.

Bocah itu menoleh ke arahku, lalu tersenyum. "Kau berhasil ya, Kak Zack?"

"I-Iya, begitulah." Kataku, sambil berjalan ke arah si bocah, lalu memberikan satu healing potion padanya.

"Terima kasih."

Setelah menerima healing potionnya, dia langsung meminumkannya pada si Ayah.

"Apa Ayahmu bisa sembuh?" Tanyaku.

"Entahlah."

Tiba-tiba cahaya putih menghujaniku, dan setelah cahaya putih itu menghilang, rumah si bocah itu menghilang. Tadi adalah tempat yang hanya ada jika kau menerima sebuah quest, jadi jika kau tidak menerima quest tersebut, maka tempat itu tidak akan pernah ada.

Notifikasi quest selesai berbunyi.

Aku melihat ruang itemku. Ada dua item baru, yaitu perisai besi level dua dan sebuah jubah kegelapan. Oh, status yang bertambah oleh jubah ini adalah kelincahan. Lumayan, gerakanku akan lebih cepat dari biasanya.

Aku menekan menu cermin, dan melihat diriku sendiri. Sial! Aku terlihat seperti penjahat, tapi menurutku ini keren. Aku melepas tudungnya. Ini baru keren.

Keesokan harinya, aku mendapatkan pesan dimana kita harus bertemu dan kapan waktunya. Dan disinilah kami, di garis batas safe zone dan monster zone.

Ray, Gay... Uh... Maksudku Rio, Yuki, dan Maya berdiri di depanku. Perlengkapan mereka masih sama seperti sebelumnya. Hanya penampilanku yang berubah.