Richy sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat, Oska yang menyetir. Ia mengecek ponselnya.
"Maya?"
"Ada apa?"
"Tadi Maya menghubungiku."Richy lalu menelepon Maya balik namun nomornya tidak aktif. Ia panik. "Angkat, May!"
Oska cemas, ia menepikan mobilnya di tepian.
"Lacak dia, Rick."
Richy lalu melacak ponsel Maya namun tidak aktif, begitu juga ponsel Tian.
"Kita harus kembali, Ka!" paniknya.
Oska lalu memutar mobilnya dan menuju apartemen. Di tengah perjalanan Richy mendapat notif pesan.
"Adikmu akan mati persis seperti bagaimana Raya mati."
Kemudian ada catatan di bawahnya bertuliskan SL.
"Sial!"
"Apa isi pesannya?"
"Sky Lynx, mereka menculik Maya!"
"Apa?!"
Richy menghubungi nomor itu, namun nomor itu tidak aktif. Sesampainya di sana, mereka menemukan pintu kamar Tian rusak, ponsel Maya dan Tian yang dibuang di tempat sampah dan kamar yang berantakan.
"Aku tidak percaya Sky Lynx menculik seseorang," kata Oska.
"Kita harus ke house utama."
Oska mengangguk setuju.
Sementara itu Dean dan Sano tengah membahas Maya, sedangkan Elias tengah melihat foto pertunangannya yang ia simpan di dompet. Matanya berkaca-kaca, dirinya sangat merindukan Raya. Tiba-tiba pengawal masuk ke ruangan kerja Elias begitu juga ke ruangan Dean.
"Ada penyusup masuk, Pak!"
Elias berdiri panik. Begitu juga Dean dan Sano yang terkejut mendengarnya. Terakhir kali penyerangan, itu adalah dari Black Bird. Mereka mengira itu serangan dengan pola yang sama.
Oska dan Richy dengan mudah melumpuhkan semua penjaga di depan gerbang, sekitar rumah dan lorong depan menuju aula. Semua pengawal tumbang.
Richy dan Oska mengamuk dan nekat datang ke house utama Sky Lynx. Sampai di aula tengah, keduanya mendapati Dean, Elias dan Sano serta dua pengawal lainnya. Semua orang tumbang di depan. Mereka menuntut untuk mengembalikan Maya.
"Beraninya kalian bermain kotor!" teriak Richy marah.
"Lihat siapa yang datang, Richy si pengkhianat!" Dean meninggikan suaranya.
Richy mengarahkan tembak ke Elias, Dean mengarahkan tembak ke Richy, Oska mengarahkan tembak ke Dean, Sano mengarahkan tembak ke Oska. Satu pengawal mengarahkan ke Oska dan pengawal satunya mengarahkan pistol ke Richy. Situasi jadi semakin genting. Semua orang di sana saling pandang mencurigakan pada dua penyusup.
"Apa sekarang kau anjingnya Black Bird?" Elias sarkas.
"Aku tidak percaya kalian serendah ini!" Richy menggertakkan giginya.
Sano tidak percaya melihat Richy mengarahkan pistol ke arah Elias.
"Richy...kenapa kau melakukan ini?" ia masih tidak ingin percaya pada Richy benar-benar menjadi pengkhianat.
"Harusnya aku yang tanya, kenapa kalian melakukan ini?!" teriak Richy. "Dia tidak bersalah! Maya tidak ada hubungannya dengan ini semua!"
"Apa? Maya?!" Dean tertegun mendengarnya. "Omong kosong apa yang kau katakan?!"
Dorrr!
Terlambat.
Richy menembak kaki pengawal yang mengarahkan pistolnya pada Oska.
"Aaargghhhh!" ia merintih dan terjatuh.
Pengawal yang satunya terkejut, lalu menembak Richy dan Oska dengan brutal, namun Richy berguling dan menghindar. Ia bersembunyi di balik kursi yang besar.
"Berhenti menembak!" perintah Dean.
"Dean, sepertinya ada yang mengadu domba kita!" kata Sano.
"Black Bird....pasti mereka!" Elias marah.
Pengawal itu kehabisan peluru, ia lalu berlari dan memapah pengawal yang tertembak. Mereka pergi dari sana. Richy dan Oska yang bersembunyi saling mengangguk memberi tanda lalu keluar dan menghadapi mereka.
Tak!
Oska dan Richy menjatuhkan senjatanya ke lantai.
"Kami kemari bukan untuk menyerang kalian, tapi kalian yang menyerang duluan!" kata Richy.
Sano melirik Oska.
"Kenapa kau bersama anggota Black Bird, Richy?!" teriak Sano yang meminta penjelasan yang belum sempat ia dapatkan saat di apartemen.
Dean dan Elias terkejut bahwa pria yang bersama Richy adalah anggota Black Bird.
"Aku bukan anggota mereka!" jawab Oska. "Jika kalian tidak menculik Maya, berarti ada yang mengadu domba kita!"
"Tapi kau pembunuh!" kata Elias pada Richy. Ia kembali mengangkat pistolnya dan mengarahkannya pada Richy.
Sano, Oska dan Dean terkejut melihatnya. Namun Richy diam tak bereaksi apapun. Ia juga tidak mengambil pistolnya di lantai.
"Kalau itu bisa mengurangi rasa sakitmu, tembak aku, Elias."
"Elias!" Dean berteriak. Ia hendak menghentikannya namun tak sanggup saat melihat pria itu menangis.
Elias mendekat ke Richy dan mengarahkan pistol itu ke dahinya. Oska hendak bergerak, namun Richy memberinya tanda agar jangan melakukan apapun. Sano dan Dean panik.
"Kenapa kau kembali? Karena gadis bernama Maya itu? Apa dia kekasihmu? Karena itu kau sampai menuduh kami menculiknya. Kau pikir kami akan membunuhnya seperti kau membunuh Raya!" teriak Elias, ia menarik pelatuk dan bersiap menembak.
Namun Richy sama sekali tidak panik, ia sangat tenang menghadapi Elias. Ia tahu cepat atau lambat ini akan terjadi.
"Tembak aku, Elias. Jika kau menginginkan aku mati, aku tidak apa mati di tanganmu. Aku akan menanggung kebencian kalian. Lagipula aku sudah menanggungnya selama ini."
"Richy!" teriak Oska.
"Elias, hentikan!" teriak Sano.
"Siapa gadis yang kau cari itu? Siapa Maya?"
"Dia..." Richy menelan saliva dengan susah payah.
"Siapa?!" Elias berteriak marah.
"Dia adikku."
Elias terkejut mendengarnya, begitu juga Dean dan Sano yang tidak tahu mengenai ini. Padahal dulu saat masih di house, mereka dekat dengan Richy.
"Bohong! Kau tidak punya adik!" sangkal Elias.
"Dia adikku, Maya Forenzo."
Dean dan Sano saling menatap satu sama lain. Bahwa ternyata formulir biodata itu adalah asli. Awalnya mereka mengira itu hanya nama yang sama. Karena Richy tidak pernah membicarakan apapun tentang adiknya. Ia tidak pernah membicarakan tentang keluarganya. Dugaan Dean benar, bahwa Maya memang adik kandung Richy.
Elias perlahan menurunkan senjata. Pikirannya kosong.
"Kami mendapat pesan bahwa kalian menculiknya," kata Oska.
"Omong kosong apa itu?!" teriak Dean. "Kami tidak pernah melakukan hal serendah itu!"
Drfftt drffft
Ponsel Dean berbunyi. Itu adalah notifikasi pelacak yang dipasang di ponsel Ria.
"Cherry!"
"Ada apa?" Sano mendekat.
"Dia kabur. Pelacaknya aktif. Dia di persimpangan jalan Madiun kota, berbelok ke arah Barat," Dean melihat titik merah di ponselnya bergerak cepat dan stabil. "Sepertinya dia naik mobil seseorang."
"Kita harus menyusulnya," kata Sano. "Elias, sadarkan dirimu!" ia menghampiri Elias yang terduduk di sofa dengan ekspresi kodong.
"Persimpangan Madiun ke Barat?" Oska kenal jalan itu. "Itu menuju house utama Black Bird."
"Apa?" Dean terkejut. "Tapi bagaimana bisa Cherry... argghh sial!"
"Maya pasti di sana," Richy menoleh ke Oska.
Oska paham, keduanya lalu berlari keluar dan menuju mobil. Namun di luar penjaga yang tadi tumbang membentuk barikade dan menghadang keduanya.
"Mereka sudah sadar secepat ini? Sial!" umpat Oska.
"Biarkan mereka lewat," terdengar suara perintah. Itu adalah Elias,
Para penjaga bingung.
"Biarkan mereka pergi," perintahnya.
Para penjaga terpaksa menuruti dan membiarkan Oska dan Richy lewat. Richy melirik sesaat ke arah Elias, namun dia membuang muka.
"Dean, kita juga harus segera ke sana!" Sano cemas pada Cherry.
"Kumpulkan semua anggota!" teriak Dean pada penjaga. "Kita akan menyerang Black Bird!"