webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
46 Chs

Episode 58

"Excuse me, Sir, could you please to put on your seatbelt? In 15 minutes, we will arrive at the destination," pinta Tyas, lalu membantu tuan itu untuk memakai sabuk pengamanannya. "Thank you."

"Tyas! Come here!!" Seru salah satu kru pramugarinya yang lain.

Dalam 15 menit, pesawat pun sudah tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Tiba di Tanah Air tercinta membuat Tyas ingin sekali pulang ke rumah dan memperkenalkan kekasihnya rumahnya dan memperkenalkan Juan, sebagai calon suaminya. Tapi...

"Tyas, kau sudah tiba?"

Tyas menjawab pertanyaan Juan via ponsel itu dengan semangat, "Tentu saja. Aku sampai di Bandara dengan selamat. Oh ya, kau bilang kau akan menjemputku, dimana kau?"

"Maaf, aku tidak bisa menjemputmu."

"Kenapa? Kau sakit?"

"Ah, tidak. Tapi aku harus memberitahumu tentang hal ini."

"Hal apa?"

"Kita lebih baik akhiri saja semua ini."

-----

"David Kajima, komedian blasteran Indonesia-Jepang ini mengatakan bahwa dirinya akan berhenti melajang. Seperti yang dikatakannya setelah mendapatkan gelar komedian terbaik dan aktor komedi terbaik, David mengatakan bahwa dirinya siap untuk menikah tahun depan. Lantas, siapakah yang akan dinikahi komedian yang baru genap berusia 31 tahun tersebut? Apakah ada diantara mantan kekasih Davidlah yang akhirnya menjadi tambatan hatinya? Kita simak beritanya berikut ini....."

David menghela napas panjang. Sepertinya ini adalah kesalahan besar mengatakan apa yang dianggapnya bercanda, malah dikira sungguhan oleh media.

Ponselnya berdering.

"Halo?" Jawab David.

"Steffi baru menonton infotaiment. Dan salah satunya membahas kau. Apa kau benar akan menikah?"

"Apa?! Siapa? Siapa yang bilang begitu?!" Seru David.

"Infotaiment barusan, Vid. Aku yakin kau juga menontonnya, jangan bohong."

"Hei, Lex, bisa kita bicara di tempat lain saja?" Tanya David, "Aku tidak ingin bicara di telepon."

"Baiklah. Dimana?"

"Di Pub biasa saja," katanya, "Bahaya kalau aku di rumah sekarang."

"Biar kutebak, pasti ibumu akan datang dan menceramahimu lagi!"

"Tidak perlu di bahas. Cepatlah. Aku tunggu dalam satu jam kau harus disana."

"Baiklah."

Dalam satu jam, mereka berdua sudah bertemu di Pub yang berada di sebuah hotel bintang lima di kawasan Kuningan.

Alex bisa tergolong bijak dibandingkan oleh Kris yang secara usia jauh lebih tua. Mungkin karena Alex di tuntut untuk menjadi seorang pendidik yang harus bisa memberitahu dan mengajarkan apa yang benar untuk para pelajarnya. Bahkan anaknya yang berusia tiga tahun pun benar-benar terlihat bijak. Apa mungkin Alex selalu memberi kuliah filsafatnya kepada anaknya itu tiap hari?

"Jadi, bisa kau ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku bertemu Indah, saat menghadiri acara penghargaan. Dan aku benar-benar kesal melihatnya sudah berjalan bersama dengan laki-laki lain, yang katanya anak konglomerat dari daerah itu. Benar-benar menyebalkan kau tahu?"

"Sebentar, maksudnya Indah-Indah yang jadi kekasihmu tahun lalu itu?" Ulang Alex. "Kau bohong! Jadi karena itu dia meninggalkanmu?"

"Siapa yang tahu?" Balas David. "Lagi pula kau tahun kan betapa matrenya Indah? Dan selain itu aku hanya cinlok dengannya."

"Lalu apa yang membuatmu jengkel?"

"Aku duduk tepat di belakang mereka, sehingga aku harus melihat semua kemesraan mereka. Dan itu yang membuatku kesal!"

Alex langsung tersenyum. "Masih ada cinta yang tersisa ya untuk Indah?"

"Jangan sebut nama itu!"

"Ambil saja hikmahnya, kau berperan dalam film yang sama waktu itu. Dan setidaknya berkat Indah, kau bisa meraih gelar aktor komedi terbaik bukan?"

"Betul juga. Setidaknya bukan pasangan terbaik. Mungkin aku sudah menangis semalaman kalau pasangan terbaik."

Alex menyesap kopi hitam pekat yang dipesannya, lalu berpikir sejenak. "Sekarang begini, aku ingin tanya, apa yang membuatmu mengatakan akan menikah tahun depan huh?"

"Saat diwawancara satu media, Indah bilang akan menikah dengan kekasih barunya itu dua tahun lagi."

"Bocah." Alex mengurut dahinya, kesal karena memiliki teman yang kariernya cemerlang, cerdas pula. Tapi kenapa dia harus bersikap bocah seperti ini. "Hei, ponselmu berdering."

David kesal. Padahal dia sudah membuat silent ponselnya. Caller ID ponselnya memunculkan nama siapa disana.

お母さん.

Kanji Jepang dari ponselnya itu langsung membuat David mual. Tapi kalau dia tidak mengangkatnya sekarang, besok-besok dia akan lebih menderita lagi dengan teror yang lebih dahsyat dari hari ini pastinya.

"Moshi-moshi, Okasan. Ada apa?"

"David!!! Cepat buka pintu rumahmu! Ibu mau masuk! Dan jelaskan siapa perempuan yang akan kau nikahi itu!"

David meringis ngeri, sementara Alex terkekeh puas. "Gomenasai, Okasan. Aku sedang berada di luar rumah, mungkin Ibu harus kembali lagi besok, atau lusa. Jadi, bagaimana--"

"Jelaskan perempuan itu pada Ibu sekarang juga!!!"

David langsung memutar bola matanya kesana-kemari mencari sosok yang kira-kira bisa menjadi gambaran yang cukup baik buat dikatakan sebagai kekasihnya. Akhirnya, mata David terpaku pada seorang gadis berkaki mulus, yang panjang, dengan rambut lurus dan wajah khas Indonesia.

"Dia wajah manis, dengan kulit putih-kecoklatan. Selain itu, dia baik dan sopan."

"Pilihan yang bagus untukmu. Tapi belum tentu untuk Ibu! Bawa dia kepada Ibu secepatnya!"

David belum sempat membalas ocehan Ibunya, malah Ibunya sudah mematikan sambungan teleponnya. "Halo? Moshi-moshi? Ibu? Okasan?!"

"Sepertinya kau harus mulai mendekati gadis disana itu, Vid. Kau terlanjur mengatakan seperti apa gadis yang kau mau bawa itu. Sepertinya tidak berguna kalau kau mengelak lagi dari Ibumu."

"Aku juga sudah pernah mengatakan akan menikah sekitar dua tahun lalu di depan media. Tapi ternyata akh malah putus setelah pengumumannya. Ibuku marah besar, dan dia bilang kalau aku sampai mengatakan di depan media lagi aku akan menikah, maka saat itu aku harus benar-benar menikah."

"Gila. Itu semua salahmu, Vid."

"Ayolah. Bantu aku, Pak Jenius!!!"

"Sudahlah, kau coba dulu saja dekati gadis yang kau coba katakan ciri-cirinya pada Ibumu."

David sebal. Karena akal pendek bodohnya itu dia harus terjebak dalam skenario konyol yang dkbuatnya sendiri. "Baiklah. Aku coba kesana."

Dengan modal nekat dan keberanian, akhirnya David mendekati Gadis yang duduk disudut Pub, sambil menyesap secangkir espresso. Semakin mendekat, David semakin melihat kalau gadis ini ternyata sedang menangis!

Tapi, dalam tangisannya yang sunyi itu, Gadis tersebut tidak mengeluarkan air matanya. Justru, dia malah tersenyum sedikit.

"Maaf, permisi," mulai David dengan sedikit canggung. Dan Gadis itu mendongak, melihat David. "Namaku David. Dan, aku sudah melihatmu dari tadi, aku.. ingin berkenalan denganmu."

Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Oh. Iya. Senang berkenalan denganmu. Tapi... mengapa Anda tiba-tiba mengatakan ingin berkenalan dengan saya dan..."

"Aku ingin kau menikah denganku!"

Gadis itu makin bingung. "A--apa?"

"Iya, menikah. Kau, dan aku, kita berdua menikah!"

Gadis di hadapannya semakin bingung. "Maaf, tapi saya baru tahu Anda beberapa menit yang lalu. Bahkan, Anda sendiri belum mengenal siapa saya. Jadi saya rasa, Anda mungkin hanya tidak sengaja mengatakannya. Atau mungkin Anda--"

"Tyas!" seru sebuah suara yang memangil nama Gadis di hadapan David itu. "We have three minutes left before we leave here. I'm sure Captain will never forgive us if we're late. I'll be waiting in front the lobby. Okay?"

"I'll be there in a minute," balas Tyas. Setelah temannya meninggalkannya, Tyas melihat lagi ke arah David yang masih berdiri di hadapannya dengan wajah ling-lung. Sedetik kemudian Tyas mendapati wajah David yang ling-lung itu ternyata kalau diamat-amati lucu juga. Pada akhirnya, sebelum Tyas berdiri, dia memberikan kartu namanya.

Ayuningtyas Clarissa, S.Ikom

Azafata en Mosca Air

"Ini kartu namaku. Kau bisa hubungi aku nanti jika kau memang mengartikan ucapanmu barusan serius."

David segera mengambil kartu nama itu, lalu dia mencari kartu namanya sendiri, dan memberikannya juga pada gadis di hadapannya ini. "Ini milikku. Hanya untuk memastikan kalau aku akan menemuimu lagi nanti, setidaknya kau bisa tahu namaku. Ayuningtyas?"

"Tyas saja cukup."

"Baiklah Tyas. "

Tyas pun pergi, dan mengejar teman-temannya. Sementara David kembali lagi ke tempatnya dengan Alex di sofanya. David tersenyum ketika memandangi kartu nama gadis tadi. Sementara Alex masih tertawa senang, tidak bisa menyangka kalau temannya memang bodoh, dan menjadi seperti ini karena kebodohan yang dilakukannya sendiri di media massa beberapa hari lalu.

"Gila. Hebat juga ternyata kau!" Balas Alex dengan tawa renyah dan senyum yang masih menghiasi sudut-sudut wajah bagian bawahnya. "Baiklah, jadi nama gadis tadi adalah Ayuningtyas Clarissa. Dan dia bekerja di Mosca Air, sebagai... sebentar! Gadis tadi adalah pramugari, Vid!!"

"Oh pramugari... Tapi cantik juga ya.."

Sepertinya David belum menyadarinya, sehinga Alex meletakkan lagi kartu namanya gadis tadi.

"APA?! PRAMUGARI!" seru David ketika dia sudah sadar bahwa Tyas adalah Pramugari. "Tunggu dulu, memangnya kenapa kalau dia pramugari?"

"Kau lupa kriteria ideal Ibumu seperti apa?"

David mengingat-ingat lagi kriteria Ibunya. David menyesap kopi hitam pekatnya yang sama seperti pesanan Alex itu, lalu meletakkan cangkirnya, dan mulai menjawab pertanyaan Alex. "Tidak boleh lebih tua dariku, berpendidikan minimal setara denganku, pandai berbicara, memasak, mengurus anak, dan tidak boleh bekerja sebagai sekretaris atau pramugari." David mengangguk-angguk. "Tapi... gadis tadikan pramugari!"

"Kau mengerti sekarang?"

David mengerjapkan matanya beberapa kali. "Bagaimana ini Lex!?"

"Mana kutahu. Itukan urusanmu!" balas Alex. "Sudahlah, aku mau mengantar Steffi dan anakku dulu. Jadi semua urusanmu aku anggap selesai."

"Alex! Alex! ALEXXXX!!!"

David pun kebingungan setengah mati mencari alasan apa yang kira-kira cocok untuk perkaranya yang satu ini. Tapi... Sepertinya dia terkena jalan buntu. Jadi, begitulah bagaimana David, si komedian cerdas yang mendapat kesulitan dengan jodohnya. Dan babak baru hidup David mungkin akan segera di mulai.