webnovel

BAB 3 Kaget Overdosis

Seminggu sudah aku merasakan yang namanya jenuh di rumah. Sudah sepantasnya aku kembali ke sekolah. Ingin melihat bagaimana mereka menanggapi semua kejadian kemarin. Cuma aku merasa terlalu cepat. Tak apalah. Yang penting Silvi pergi dari sekolah ini.

"Ran!" Arga mencekal tanganku yang melewati parkiran.

"Gua minta maaf."

Aku segera menghentakkan tangannya.

"Hei! Jangan kelewatan lu?!" Salah satu anggotanya tampak tak terima.

"Kelewatan? Setelah apa yang kalian lakukan padaku?" Aku menarik lengan baju hingga bahu. Ada bekas jahitan di sana.

"Itu salah lu sendiri sudah me ...."

"Me apa?! Itu karena kalian yang bego! Nggak cari bukti dulu!"

"Mau apa kalian?!" Seorang pria langsung menarikku ke belakangnya.

"Apaan sih?!" Aku segera mendorongnya pergi. "Urusan gua sama mereka belum selesai."

"Belum selesai?! Apalagi yang mau diselesaikan?!"

"Juna! Kemari!"

Pria itu menghentakkan kaki kesal sebelum akhirnya pergi. Entah ke mana mereka akan pergi.

"Setelah apa yang kalian lakukan. Gua nggak bisa maafin. Mulai hari ini kita akan berpura-pura seperti orang yang tidak kenal. Lalu! Dari pada ngurusin gua. Mending lu urus Bella! Perlakuan lu dah bikin dia hampir bunuh diri beberapa kali!"

Aku segera pergi dari sana. Meninggalkan mereka. Bodo amatlah sama orang-orang yang menonton perkelahian kami.

xxx

"Aaaa!" Juna menyodorkan sesendok bakso yang telah dipotong ke mulutku. Orang-orang di kantin memerhatikan kami.

"Aku bisa sendiri Juna!" Segera kuambil sendok di tangannya dan memakan sendiri.

"Ini minumnya." Juna membuka tutup botol untukku.

"Kamu penasaran kan?" tanyaku pada Juna. "Mau tau apa yang aku dan Arga bicarakan?"

Juna langsung mengangguk. Ia sangat senang karena aku yang begitu peka.

"Aku bilang ...." Aku mendekat seolah hendak berbisik.

'cup'

Kulihat Juna yang berdiri tegap. Tubuhnya tampak terkejut dengan serangan mendadak di pipi. Sorak sorai anak-anak di kantin tampak heboh.

"Anak pintar!" ucapku sambil mengusap kepalanya. Lalu kembali makan dengan tenang.

xxx

Aku berdiri menatap satu persatu mereka yang duduk di ruang tamu. Teman-teman Arga di sana juga sedikit terkejut dengan kedatanganku.

"Mana Bella?"

"Di atas."

Aku mengangguk dan segera naik ke atas. Tampak Bella yang tengah bergelung di atas kasur.

"Bebel lu suka Mario ya?" tanyaku sambil menaruh pesanannya di atas nakas. Pembalut dan pereda nyeri perut.

"Astaga! Ngetuk napa?!" teriaknya sambil melempar bantal. Sepertinya dia benar-benar terkejut. "Lalu apa-apaan dengan pertanyaan lu?"

"Abang gua suka lu." Kurebahkan tubuh ke kasur sambil memeluk bantal yang dilempar tadi. Menatap langit-langit kamar.

"Abang?! Mario?! Serius?! Dia suka gua juga?!" teriaknya sambil berjingkat riang. Aah! Ini yang namanya kabar baik bisa menyembuhkan segala penyakit. "Tunggu!! Abang?"

"Mm. Abang kandung."

"Apa?!" teriaknya.

"Gua pernah bilang kan. Mama dan abang gua ninggalin gua dengan papa. Lalu mereka hidup bahagia sedangkan gua terlantar di rumah. Bahkan babu gua aja lebih berkuasa di rumah, karena gua dianggap anak yang terlantar."

"Mm!" Iya mengangguk lalu kembali menutup mulut. Matanya membulat. "Jadi kita bakal iparan?!"

"Tunggu! Harusnya lu ikut marah sama gua!"

"Ngapain? Lagian kalian mau baikan kan? Iya kan?"

"Lu mau gua buang ke laut?!" tanyaku sambil mencengkram pundak dan mengguncang tubuhnya.

"Gua denger lu di sekolah tadi nyium pipi Juna."

"Dari siapa lu denger? Dinda?!"

Bella menggeleng. "Kak Arga. Tadi dia dan teman-temannya minta maaf. Terus gua dan kak Arga ngobrol berdua. Sebenarnya kak Arga nyesel. Dia pikir ada harapan buat kembali. Tapi ... dia ngeliat lu nyium pipi Juna dan megusap pelan kepala Juna. Dia nyerah."

"Baguslah! Gua nggak perlu capek-capek ngurusin dia. Bukannya apa. Gua takut salah bicara dan lu bakal sakit hati. Ngerti kan?"

"Gua tau. Gua juga dah bilang. Ran dan gua itu dah kayak saudara. Kami akan memikirkan hati kami."

'tok tok tok'

"Masuk!"

Arga muncul di sana.

"Mario nyari lu di bawah."

"Gua dah dijemput. Gua pulang dulu."

"Tunggu! Yang tadi serius kan?" tanya Bella sambil menahan tanganku. "Titip salam rindu ya?"

Aku langsung mengangguk dan bergegas pergi menyusul Arga.

"Maaf, lama."

"Gimana?" tanya Mario sambil bersidekap dan bersandar di pintu ruang tamu.

"Penyakit bulanan biasa. Tadi juga dah bisa loncat-loncat di kasur." Mario masih diam saja. "Loncat-loncat di kasur." Aku berusaha senyum semanis mungkin.

"Ya udah ayo cepat!"

Aku menatap punggung pria itu tak percaya. "Habis manis, sepah dibuang. Sialan kau Mario!" teriakku. "Sorry! Gua cau!"

Aku segera menyusul Mario setelah pamit ke mereka tanpa minat.

xxx

Aku datang ke kantin dan dikagetkan dengan peristiwa teraneh. Meja kubu Arga menyatu dengan kubu Mario.

"Apa-apaan ini?!" tanyaku.

"Mario habis ngambil ipar untuk lu dari Arga."

"Ipar?!" tanya mereka terkejut. Ya, belum ada yang tau sih.

"Bella?" Aku langsung menoleh pada perempuan yang menunduk dengan wajah malu. Lalu Mario yang mendekat dan menarik lembut tangan Bella.

"Yuk, Sayang!" ajak Juna sambil menarik tanganku juga. Aku hanya menurut dan duduk di sebelahnya.

"Sejak kapan?!"

"Pagi tadi."

"Pagi tadi?!" Aku langsung menatap Juna.

"Kita ketinggalan karena kita harus ke minimarket dulu kan?" tanya Juna sambil membernarkan anak rambutku.

"Tapi harusnya ngabarin gua! Bella! Lu ngianatin gua!"

"Ngianatin apanya. Emang kita punya hubungan?"

"Hah! Juna!" rengekku.

"Dah, dah! Makan aja yuk! Gua dah mesenin bakso."

Aku bersidekap sambil menatap matanya tajam. Rasanya benar-benar kesal. Tapi yang ditatap malah menunduk dengan keringat bercucuran. Lucunya.

"Wah! Untuk pertama kali gua lihat Juna ketakutan. Bahkan Mario aja nggak bisa bikin dia takut."

Aku berusaha menahan tawa. Dia benar-benar menggemaskan. Lucu. Aaah! Padahal gua nggak mau sampai begini.

"Gua nggak tahan!" ucapku yang tak tahan untuk tidak tertawa.

"Jangan!! Aku minta maaf."

Astaga! Dia beneran takut. Aku langsung memiringkan kepala dan menatap wajahnya. Lalu kucubit wajahnya gemas.

xxx

Aku menoleh ke sebelah. Bella duduk di sampingku. Malam ini sebagai perayaan kami akan barbeque.

"Kenapa?" tanya Bella.

"Tidak. Aku hanya merasa terlalu cepat bahagia."

"Ng? Bukannya sudah lama?"

Oh iya! Bagi Kirana yang asli mungkin bertahun-tahun. Sedangkan gua baru 4 bulan sudah sampai akhir begini.

"Bener yang Bella bilang. Lu dah lama ngerasa sakit." Dinda datang membawa nampan berisi minuman.

"Thanks!" Aku dan Bella langsung mengambil bagian kami dan meminumnya.

Aku meminum jeruk peras hangat. Bella coklat panas dan Dinda ... pasti gadis itu susu Strawberry.

Aku melihat ke arah Juna. Pria itu tampak bersenggama dengan yang lainnya. Bercanda bersama. Melihat wajahnya mengingat adikku di kehidupan sebelumnya. Dan aku sendiri tak tau harus bicara apa padanya tentang perjodohan ini. Sama sekali tak ada debaran seperti orang jatuh cinta.

"Nggak usah dilihatin!" senggol Dinda.

"Iya," sambung Bella. "Nggak akan hilang."

"Bukan. Aku hanya bingung dengan perasaanku." Aku berusaha bicara serendah mungkin. "Aku menganggap Juna layaknya adik dan saudara. Mungkin karena sikap penakutnya padaku."

"Apa?!" teriak mereka serentak.