Lord kini terduduk di atas meja makan dengan makanan yang sudah tersaji di atas meja. Tapi Lord tidak kunjung memakan sarapannya. Jarinya malah mengetuk-ngetuk permukaan kaca meja makan, terlihat sedang menunggu seseorang.
Tidak lama kemudian Leanore datang menuruni anak tangga dengan wajah fresh sehabis mandi. Gadis itu menggunakan dress selutut bermotif bunga di bagian bawahnya. Sangat cantik.
Lord terdiam terus mengawasi langkah Leanore yang mendekati meja makan. Gadis itu mendudukan dirinya di kursi sebrang Lord dengan wajah menatap sekeliling.
Makanan yang tersaji sangat banyak tapi hanya mereka berdua yang memakannya, yang benar saja.
Tanpa mempedulikan hal itu, Leanore mengambil piringnya dan mulai mengisi nasi, lauk pauk tanpa mempedulikan Lord yang melakukan hal serupa dengan dirinya karena saat ini Leanore benar-benar sangat lapar.
"Selamat makan!" ucap Leanore dengan bersorak sebelum memasukkan sesendok nasi beserta lauk di dalam mulutnya dan mengunyahnya.
Lord yang hendak memasukkan suapan pertama di mulutnya terhenti. Pria itu tersenyum samar sebelum benar-benar memakan makanannya.
Keduanya pun di landa hening karena fokus dengan makanannya sendiri. Setelah selesai memakan makanannya, Leanore meneguk tequila di gelas crystal miliknya dan mengambil sapu tangan untuk membersihkan tangannya walau belum kotor karena tadi ia menggunakan sendok.
"Bersiap-siaplah, kita akan pergi setelah ini," ujar Lord dan berdiri dari duduknya meninggalkan Leanore seorang diri. Leanore yang hendak memasukkan suapan terakhir di mulutnya terhenti. Kembali wajahnya mengernyit bingung.
Leanore menghela nafas panjang dan mulai memasukan sendok terakhir ke dalam mulutnya.
***
"Masuk," titah Lord dari dalam kursi kemudi. Leanore tak menjawab, tapi gadis itu tetap masuk ke dalam mobil Lord.
Leanore memakai seatbeltnya. Meski tatapannya ke depan, Lord tetap memperhatikan aktivitas gadis itu melalui lirikan matanya.
Setelah memastikan bahwa Leanore sudah siap, Lord menjalankan mobilnya, meninggalkan mansion mewah bergaya Eropa, menuju markas Righnero.
Leanore menatap bahu jalan, hanya keheningan yang melanda keduanya. Baik Lord maupun Leanore, keduanya tidak ada yang membuka pembicaraan.
Perjalanan hanya menempuh lima belas menit. Kini mobil keduanya berhenti tepat di sebuah gedung tua. Hal itu membuat Leanore menjadi was-was sendiri. Ia takut jika Lord berbuat macam-macam padanya.
Lord keluar dari mobil dan berjalan masuk tanpa mempedulikan Leanore yang dengan cepat melepas seatbeltnya, gadis itu berlari mengikuti Lord, berjalan tepat di belakang pria itu.
Leanore jadi semakin takut melihat ruangan putih namun kotor itu. Terdapat debu di mana-mana.
Kini langkah Lord terhenti ketika menemukan sebuah pintu. Pria itu menekan tombol yang ada di pintu tua itu, tak lama setelah itu pintu itu dengan otomatis pun mulai mendeteksi mata Lord. Setelahnya pintu terbuka.
Suasana pertama sangat hening. Tapi ruangan itu itu sangat jauh berbeda dengan rajanga uang baru di lewati oleh Leanore tadi. Ruangan yang saat ini mereka masuki sangat bersih.
Cukup lama terus berjalan di lorong-lorong hingga suara gelak tawa mulai terdengar, Lord terus melangkahkan kakinya hingga kini pria itu berdiri tepat di depan para anggota Righnero. Semuanya terdiam ketika menyadari kedatangan sang bos besar. Namun pria itu tidak sendiri. Ia bersama dengan seorang gadis.
Leanore yang melihat wajah-wajah sangar dan menakutkan dari orang-orang yang ada di dalam itu pun semakin memepetkan tubuhnya dengan Lord.
Tangan gadis itu terulur dengan sendirinya, memegang ujung kemeja Lord. Lord hanya melirikan matanya sejenak menatap gadis itu sebelum benar-benar menatap Felix yang menyesap rokoknya dan mengepulkan asapnya ke udara, sedangkan Adrian kini sedang asik memainkan tab.
"Di mana Martinez?"
"Aku telah mengurungnya di dalam penjara markas," jawab Felix dan menekan putung rokoknya di atas meja agar apinya bisa mati.
Lord berdiri dari duduknya, dan tanpa di perintah lagi, Adrian dan Felix pun mengikuti langkah keduanya.
Leanore yang melihat Adrian yang menatapnya dengan mengerling nakal langsung berlari mengikuti langkah Lord. Gadis itu berjalan bersisian dengan Lord, tidak ingin di belakang karena Adrian dan Felix. Tangan Leanore kembali memegang ujung baju Lord, bermaksud berjaga-jaga.
Leanore menghentikan langkahnya ketika Lord juga ikut terhenti. Pria itu menoleh ke samping, menatap Leanore yang saat ini tengah menatap ke depan.
Lord meraih tangan gadis itu sebelum benar-benar memasuki ruangan. Tangan sebelah Lord terulur, memutar gagang pintu.
Lord menuntun Leanore memasuki sebuah ruangan dengan berbagai jeruji besi berjejer rapi di sana. Bau busuk mulai menyapa indra penciuman. Leanore menutup hidungnya, gadis itu menatap berbagai jeruji besi, di sana ada beberapa orang yang mati tergeletak di dalam jeruji besi. Mungkin mereka mati karena tidak diberi makan - batin Leanore.
Kini langkah Lord terhenti di jeruji besi paling ujung. Leanore menegang di tempat melihat Jordan kini berada di dalam dengan kedua tangan dan kaki yang di borgol ke atas. Leanore meremas kencang tangan Lord yang menggenggam lembut tangannya.
Lord yang mengetahui kekhawatiran gadis itu pun membuka jeruji besi dan masuk di dalam penjara itu. Tapi langkahnya terhenti ketika Leanore bergeming di tempat, gadis itu menggeleng, matanya mulai berkaca-kaca.
Leanore memang cengeng!
Tanpa mempedulikan tatapan memohon gadis itu, Lord tetap menarik tangan Leanore.
"Tidak apa-apa," gumam Lord dengan suara kecil.
Jordan yang sedang memejamkan matanya tiba-tiba mengangkat wajahnya, menatap Lord yang saat ini tengah berjalan menghampirinya dengan Leanore yang berada di sampingnya. Jordan tersenyum menyeringai menatap wajah Leanore, hal itu membuat Leanore semakin takut.
"Aku ingin kau membalas apa yang di perbuatnya pada dirimu," ujar Lord.
Leanore mendongak, menatap gadis itu.
"Lakukanlah."
"Aku tidak mau," cicit Leanore dengan menggeleng kecil, gadis itu menunduk tak berani menatap Jordan yang saat ini tengah menatapnya tajam.
"Kau takut?" tanya Lord.
Lyora mengangguk.
Lord beralih melirikan matanya, menatap Jordan yang tersenyum miring.
"Aku harap itu senyum terakhirmu. Baiklah, biar aku yang akan membalaskannya." Lord mengangkat tangannya, Felix yang mengerti pun mulai memberikan pistol yang memang di bawanya.
Lord tersenyum miring, sedangkan Jordan jadi ketar-ketir sendiri.
DOR!
"Argh!" Jordan mengerang kesakitan ketika anak peluru menembus lengannya hingga berdarah. Leanore yang melihat itu menahan napas. Ia memalingkan wajahnya ke samping, tidak sanggup menatap hal itu.
Lord yang merasakan jika Lyora takut dengan pistol pun dengan cepat mengembalikan pistolnya pada Felix. Pria itu berjalan mendekat, memberi bogeman mentah di pipi Jordan.
"Ini balasan karena kau sudah menampar Lea!"
Lord memukul wajah Jordan dengan membabi buta, kemudian Lord menendang dengan kencang perut Jordan hingga pria itu terbatuk-batuk dan mulutnya mengeluarkan darah.
Lord tersenyum miring, untuk yang terakhir kalinya, pria itu kembali mengambil pistol dari tangan Adrian.
Leanore menahan napas, karena ia tau apa yang sebentar lagi akan terjadi.
"Semua akan baik-baik saja," bisik Lord sebelum menutup mata Leanore dengan tangan kirinya sedangkan tangan yang satunya menggenggam pistol dengan membidik satu arah dan ....
DOR! DOR! DOR!
Jordan mati dengan keadaan kedua tangannya yang diborgol di atas setelah Lord menembak tiga kali anak peluru tepat di jantung dan kepala Jordan.
***
Bersambung.