webnovel

Tamu Tak Diundang

“Excuse me?” tanya Lydia langsung melotot horor pada Reino.

Saking paniknya Lydia langsung melirik kiri dan kanan, memastikan tidak ada orang yang mendengar kalimat vulgar pria jangkung di depannya ini. Tapi tentu saja ada yang mendengar karena para sahabat Lydia berada di sekitarnya. Selebihnya aman.

“Ini tempat umum, Pak. Tolong kontrol kata-kata anda,” bisik Lydia dengan wajah menunduk karena malu.

Bukan hanya malu dengan kalimat Reino, tapi karena kini mereka jadi pusat perhatian. Tinggi dan tampang Reino yang di atas rata-rata, membuat semua orang dengan mudahnya menoleh. Apalagi kini teman-teman pria itu juga mendekat ke arahnya.

“Everythings okay, dude?” tanya Viktor sedikit bingung. Bigung karena yang didatangi Reino rupanya wanita bertubuh kurus di depannya. Kaisar menyusul di belakang sahabatnya.

“Everthing is fine,” hardik Reino.

“Kecuali kau,” kini Reino kembali menatap Lydia yang masih saja bingung. “Ikut aku.”

“Apa? Tapi...”

Reino tidak membiarkan Lydia membantah sedikit pun. Dia langsung menarik tangan Lydia dan menyeretnya keluar, tidak peduli dengan Vanessa yang sudah meneriakinya. Kalau bukan karena melihat Lydia yang menggeleng, Vanessa pasti mengejar.

Ya. Pada akhirnya, Lydia yang sudah dibalut dengan jaket besar Reino memilih untuk ikut saja. Dia takut Reino melakukan hal-hal yang mungkin menyulitkan para sahabatnya. Walau sebenarnya Lydia juga takut, tapi dia yakin masih bisa mengatasi bosnya ini.

“Pak? Boleh tangan saya dilepas?” tanya Lydia masih mencoba untuk sopan, tapi rupanya yang dipanggil tidak mendengar.

“Pak, pergelangan tangan saya sakit,” Lydia terpaksa mengeraskan suaranya karena sudah tidak bisa lagi menahan sakitnya.

Mendengar suara Lydia yang memang terdengar kesakitan, Reino melonggarkan genggamannya. Tapi itu tidak membuat langkah panjangnya berhenti melangkah, membuat Lydia kesusahan menyamai langkah pria itu.

Lydia ingin protes lagi, tapi takut Reino marah. Dengan sangat terpaksa, dia harus berlari mengikuti pria itu, walau susah karena tangannya belum dilepas.

“Masuk,” perintah Reino membukakan pintu mobilnya. Dan tanpa banyak bicara Lydia menurut saja.

Dengan susah payah, Lydia memanjat ke Jeep Wrangler Rubicon 4 pintu milik Reino. Lydia dengan tinggi 161 senti sebenarnya sudah cukup tinggi, tapi tetap saja kesusahan.

Mana yang empunya mobil tidak membantu sama selaki. Dan Lydia makin kesal saja ketika Reino menaiki mobilnya itu dengan sangat mudah, sama mudahnya dengan caranya mengemudi.

Kesunyian menerpa mobil itu dan hanya Lydia saja yang melirik Reino. Dia ingin sekali mengatakan sesuatu, tapi wajah marah Reino membuatnya sedikit ketakutan. Lydia tidak tahu apa salahnya, tapi yang jelas dia harus mengatakan sesuatu.

“Maaf, tapi kita mau ke mana, Pak?” cicit Lydia setelah cukup lama mengumpulkan keberaniannya. Sayangnya Reino tidak bersedia menjawab.

Lelaki itu terlihat menipiskan bibirnya, seolah masih marah terhadap sesuatu. Hanya saja Lydia tidak tahu apa yang membuat lelaki itu marah.

Tadi memang Reino sempat protes dengan caranya berpakaian, tapi masa gara-gara itu sih? Lagian kan Reino tidak berhak marah dengan apapun yang dipakainya.

Namun rupanya bukan cuma Lydia saja yang heran dengan kelakuakn Reino. Lelaki itupun rupanya merasa bingung dengan kelakuannya tadi.

Reino sama sekali tidak mengerti kenapa harus menutupi tubuh rata yang nyaris seperti papan itu. Karena itulah Reino memilih untuk diam nyaris di sepanjang jalan. Sampai Lydia kembali menanyakan tujuan mereka.

“Pak Reino?” panggil Lydia lebih keras lagi. “Saya perlu tahu anda akan membawa saya ke mana?”

“Memangnya kau mau ke mana?” Bukannya menjawab, Reino malah balik bertanya. Dan begitu sadar dengan ucapannya, Reino langsung mengumpat dalam hati.

“Saya ingin pulang ke rumah,” jawab Lydia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

Yah, walau Lydia juga bingung dengan kelakuan bosnya ini. Reino yang menariknya pergi, tapi lelaki itu pula yang bertanya ingin ke mana.

‘Dasar lelaki aneh.’ gumam Lydia dalam hati, sambil menatap Beruang Kutub itu dengan kening berkerut.

“Oke. Aku akan memulangkanmu dengan syarat,” jawab Reino setelah cukup lama terdiam.

“Jika syaratnya saya harus tidur dengan anda, maka saya akan menolak. Anda bisa menurunkan saya di sini,” balas Lydia dengan tegas. Untuk hal ini dia selalu tegas.

“Fine.”

Lydia langsung terbelak mendengar jawaban Reino. Mereka saat ini sedang berada di jalan tol yang bebas hambatan, tak ada bangunan sama sekali dan pria itu mengatakan akan menurunkan Lydia di sini?

“Ini di jalan tol, Pak. Akan sangat susah menemukan angkutan umum di sini. Lagipula tidak boleh berhenti di jalan tol,” desis Lydia mulai terlihat kesal. Tapi rupanya Reino tidak peduli.

Mobil hitam Reino benar-benar berhenti di pinggir jalan, tidak peduli jika nanti dia kena tilang online. Dan tentu hal seperti tilang tidak akan mungkin terjadi dalam hidup Reino Andersen.

“Turunlah,” seru Reino menjulurkan tangan untuk membukakan pintu bagi Lydia.

Mata Lydia melotot ketika ternyata Reino benar-benar menurunkannya di tengah jalan tol. Dan karena Lydia sudahnterlanjur kesal, dia benar-benar turun dari mobil mewah itu.

Lydia bahkan tak segan-segan membanting pintu mobil itu, walau percuma saja karena suaranya tidak sekeras harapan Lydia. Mobil mahal memang beda.

“Dasar lelaki brengsek,” teriak Lydia ketika mobil hitam itu sudah melaju kembali.

Dan karena tidak ingin terlihat seperti orang gila berdiri di pinggiran jalan, Lydia terpaksa berjalan menyusuri jalan yang terlihat sangat panjang itu. Untung saja cuaca sedang mendung dan tidak membuat Lydia kepanasan.

Lalu yang paling membuat Lydia bahagia terjadi 5 menit setelah dia berjalan. Jeep hitam Reino terlihat berhenti di pinggir jalan.

“Oh, rupanya dia tidak sejahat itu,” seru Lydia ceria.

Lydia segera berjalan lebih cepat untuk menghampiri mobil Reino, tapi keceriaan itu hanya bertahan sebentar saja.

“Kembalikan jaketku,” pinta Reino dengan kaca mobil yang terbuka lebar.

“ Hah?”

“ Ja-ket-ku,” ulang Reino sambil menunjuki pinggang Lydia.

Dengan perasaan amat kesal, Lydia melepas jaket mahal yang melilit pinggangnya. Inginnya sih Lydia melempar jaket itu ke wajah Reino, tapi dia tidak bisa. Dia bisa kena masalah jika melakukannya.

Alhasil dia hanya memberikannya dengan cara yang cenderung sopan. Dan kembali melihat Reino pergi dengan perasaan kesal yang berusaha ditahannya.

***

“Dasar manusia menyebalkan.” Lydia berteriak dengan keras di atas mobil Erika.

Untung saja sahabatnya yang satu itu, berada tak jauh dari posisi Lydia sehingga bisa datang menjemput. Jika tidak, bisa dipastikan Lydia akan berjalan kaki selama berjam-jam lamanya.

“Coba bayangkan. Dia menarikku pergi dan menurunkanku di pinggir jalan?” teriak Lydia masih belum terima dengan perlakuan kurang ajar dan absurd Reino.

“Kurasa kau haru mencoba untuk menerima tawaran Reino. Siapa tahu dengan begitu dia bisa jadi lebih kalem, atau bahkan kau bisa jadi Nyonya Andersen,” balas Erika terlihat cukup serius dengan nasihatnya itu.

“Jangan gila Erika. Aku tidak mau seperti itu, aku… aku tidak ingin hubungan yang seperti itu,” jawab Lydia dengan suara yang lebih rendah. Takut jika kalimatnya bisa menyakiti Erika.

“Who knows, Lyd. Siapa tahu dia memang jodohmu, hanya saja cara kalian bersatu sedikit unik. Seperti yang ada di novel-novel,” jawab Erika cenderung tenang.

“Yeah, tapi… Hei. Kenapa rumahku seperti ramai sekali?” tanya Lydia tidak jadi melanjutkan kalimatnya, ketika melihat rumahnya yang biasanya sepi sekarang banyak mobil yang parkir.

“Kamu ada tamu kali,” balas Erika ikut memperhatikan mobil-mobilmyang ada di sana dan memarkirkan mobilnya di belakang salah satu mobil.

“Tidak. Jangan sampai mereka datang lagi,” gumam Lydia terlihat panik.

“Hah? Mereka siapa?” tanya Erika heran, tapi rupanya Lydia tidak lagi memperhatikan. Wanita itu sudah keluar dari mobil Erika dengan langkah terburu.

***To Be Continued***