webnovel

Kurang Satu Hari, Bun.

'Duh ... Tesa kayaknya marah banget sama gue. Gimana inii,' batin Al yang berlari dari kantin menuju kelas menghampiri Tesa, berharap ia memaafkan kesalahannya.

Tak henti-henti Aleya melontarkan permintaan maafnya pada Tesa. Namun tidak sedikitpun Tesa memberinya maaf bahkan untuk melirik Aleya pun sepertinya ia tak Sudi. Bahkan, hingga bel jam pulang sekolah berbunyipun. Tesa tidak membuka mulut untuk memberi maaf Aleya.

"Sepertinya, Tesa dan Aleya lagi berantem. Kira-kira, berantem karna apa ya?" kata Raja yang baru keluar kelas kebetulan melihat Aleya yang sepertinya sedang memohon-mohon pada Tesa yang berlalu masuk ke dalam mobilnya.

"Sa ... Gue minta maaf. Lo mau kan, maafin gue?" Rengek Aleya tak henti-hentinya meski tak sedikitpun Tesa pedulikan.

***

"Maafin gue, Al. Ini semua demi rencana gue sama nyokap lo, berhasil," kata Tesa didalam mobil yang sesekali melihat Aleya dari kaca spion.

Beberapa jam sebelumnya.

[Selamat Pagi, Tesa. Maaf mengganggu. Tante cuma mau ngasih tau kalo hari ini tepat dilahirkannya Aleya. Tante ada rencana buat ngerjain Aleya, kamu bisa bantu Tante gak?]

Isi pesan yang Vita kirim pada Tesa di malam hari. Ia berinisiatif mengajak Tesa untuk ikut melancarkan rencananya untuk Aleya yang sedang berulang tahun.

[Siap Tante. Apa yang harus Tesa lakuin?] Jawabnya singkat dan ia langsung mendapatkan jawaban berisi. [Bikin drama. Seakan-akan Aleya buat kesalahan dan kamu marah besar sama dia.] Setelah mendapatkan jawaban itu, Tesa tau apa yang mesti ia lakukan.

***

Brukk!

Ditutupnya pintu rumah dengan keras, lalu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu.

"Rasanya, lelah sekali hari ini," keluhnya seraya memanggil Bundanya yang sedari pagi tak terlihat batang hidungnya.

"Bi Tati juga, kemana ya? Apa mungkin ia ambil cuti?" katanya sembari mengambil minuman dingin dari dalam kulkas.

"Oh iya. Aku kan mau jenguk Tante Sari." Dia yang tersadar segera berlari masuk ke kamar untuk mengganti baju dan bersiap-siap menuju rumah sakit.

Tak butuh waktu lama ia berdandan, karna Aleya tipikal cewek yang bodo amatan soal fashion, baginya asal pakaiannya sopan dan ia nyaman saat memakainya. Meski begitu, tetap tidak mengurangi kecantikan yang ia miliki sejak lahir.

Saat hendak mengunci pintu rumah. Bunda, Tesa dan Bi Tati juga ikut serta berhasil membuatnya terkejut bukan main. Mereka datang dari arah belakang Aleya dengan membawa kue serta lilin yang menyala.

Bingung. Itulah yang dirasakan Aleya kini. Bagaimana tidak, sedangkan hari ini bukan hari lahirnya. Sepertinya Bunda salah menerka dan lupa hari ulang tahun anak gadisnya itu. Meski begitu. Aleya cukup menghargai usaha Bunda dan sahabatnya yang memberikan ia kejutan meski salah tanggal.

Dipeluklah satu persatu orang-orang yang ada dihadapannya hingga membuat suasana haru. Apalagi saat memeluk Tesa, ia cukup lama dan erat saat memeluknya hingga Tesa merasa pengap dan sulit bernapas. Senang dirasa karena Tesa hanya berpura-pura marah terhadapnya.

"Bunda. Siapa yang ulang tahun?" ejek Aleya.

"Orang utan! Pake nanya lagi. Ya, kamu lah anak Sematawayang Bunda. Sehat-sehat ya, Nak," pesan Bunda yang masih kukuh kalo hari ini, hari ulang tahun anaknya seraya mencium kening Aleya.

"Besok Bun," katanya membuat semua orang kebingungan. Akhirnya Aleya menunjukan Poto sewaktu kecil saat ulang tahunya dirayakan besar-besaran. Terlihat ada balon angka yang menghiasi Latar Poto itu.

"19 Februari 2006?" kata Tesa seraya menatap Aleya dan langsung mendapati senyuman terpaksa darinya.

"Kurang satu hari, Tan. Gimana sih," ejek Tesa.

"Ya, maaf. Namanya juga orang tua. Mungkin karna faktor U juga. Jadi, mohon di maklum ya anak-anak manis." Bunda Aleya cengengesan mengakui umurnya yang sudah tak lagi muda. Pernyataannya langsung ditanggapi tatapan malas dari Tesa dan Aleya.

"Berarti. Gak jadi makan kue dong, Bu?" tanya Bi Tati yang sepertinya lebih mementingkan perut.

"Ya ampun, Bi Tati. Bibi mau kuenya? Yaudah, langsung potong aja," kata Aleya .

"Tapi kan, Non. Ulang tahunnya masih kurang satu hari," katanya sungkan.

"Mari kita makan," timpal Tesa dengan semangat dan berlalu masuk kedalam rumah sembari menarik tangan Aleya.

'Duh, gue kan mau kerumah sakit. Masa gue harus keluar sekarang, sedangkan Tesa masih stay di rumah gue,' batin Al dengan raut wajah sedikit mengerutkan kening yang mencoba ia tutupi dengan senyuman saat Tesa menariknya.

Disaat enak-enaknya menikmati makanan yang telah Bunda masak sebelumnya. Tesa baru menyadari, tadi Aleya seperti akan bepergian dan ia lupa tak menanyakan hal itu.

"Eh. Tadi, lo mau pergi kemana?" tanyanya.

"Oh, itu. Tadinya gue mau kerumah lo, mau minta maaf," jawab Aleya santai padahal lagi-lagi ia berbohong.

"Minta maaf kenapa, Al?" tanya Bunda pura-pura tak tau.

"Tau gak sih, Bun. Tadi Tesa tiba-tiba marah di sekolah karena hal sepele. Hih serem banget pokonya," jawab Aleya sedikit mengejek Tesa.

"Gue disuruh nyokap lo. Katanya, bikin Aleya sedih seolah-olah punya dosa besar sama gue. Gitu katanya," ucap Tesa yang menyudutkan Bunda Aleya dengan Mimik muka yang membuat Vita dan Aleya serta Bi Tati yang sibuk makan pun ikut tertawa dibuatnya.

"Eh. Btw, Bunda sejak kapan masak sebanyak ini?" Aleya heran karena waktu pulang sekolah. Aleya tidak melihat ada satu pun makanan di atas meja makan.

"Bunda Vita, gitu loh. Apa sih yang gak bisa," ucapnya penuh kepedean hingga mendapatkan lirikan malas dari Aleya.

"Pe de banget, jadi orang. Paling-paling beli ke warung nasi," jawabnya sembari menyuap nasi kedalam mulut dan terkesan seperti menyepelekan kemampuan Bundanya dalam memasak.

"He-low!? Masak sendiri lah. Makanannya enak ya? Jadi, ngira ini makanan restoran," jawab Bunda tak ingin kalah bicara dengan anaknya. Tesa yang melihatnya kelakuan ibu dan anak itu pun hanya bisa tepuk jidat.

"Bu. Kue nya boleh dipotong sekarang gak?" tanya Bi Tati yang berhasil mengalihkan pembicaraan dikala ibu dan anak itu berdebat. Bunda, Al dan Tesa tertawa dibuatnya. Bagaimana tidak, baru saja selesai makan, ia sudah tak sabar untuk kembali mengunyah makanan.

Tak heran, karna terlihat dari tubuhnya yang gembul. Jadi, sudah pasti porsi makan-nya pun lebih banyak dari mereka. "Yasudah. Terserah kamu aja, Bi. Mau potong sekarang, ya monggo. Mau lebaran haji juga boleh," ejek Bunda mendapati tawaan ngakak dari Aleya dan Tesa.

Mendengar majikannya memberikan ijin ia untuk memotongnya. Bi Tati segera menuju kue yang Bunda simpan di meja ruang TV.

"Siapa yang ulang tahun, siapa juga yang motong kue," kata Aleya menepuk jidat melihat kelakuan asisten rumah tangga yang baru beberapa Minggu bekerja di rumahnya. Namun ia sudah mampu mengambil hati keluarga Cemara itu.

"Jangan lupa tiup lilin, Bi," timpal Tesa membuat Bi Tati sedikit malu-malu meong.